Langsung ke konten utama

Makalah Msi : Metode penelitian islam melalui Tafsir


MODEL PENELITIAN TAFSIR
DISUSUN
OLEH :
NITA JUNIARTI         (511102502)
KHAIRINA                  (511102479)
FAKULTAS ADAB INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
IAIN AR-RANIRY
BANDA ACEH
2012
 KATA PENGANTAR
            Alhamdulillah, berkat nikmat Allah dan segala yang di limpahkan kepada Kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dan berkat  bantuan dari berbagai pihak baik moril sehingga makalah ini dapat di selesaikan. Adapun tujuan makalah ini di buat adalah tidak lain dan tidak bukan untuk melengkapi tugas makalah dalam mata Metodologi studi Islam.
            Ucapan terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah mengajarkan kami untuk mengerjakan tugas tepat waktu dan menyelesaikannya.
            Akhir kata, kritik dan saran sangat di harapkan untuk perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Terima kasih.

penyusun

 BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam. Kitab suci itu menempati posisi sentral, ‎bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, melainkan ‎juga merupakan inspirator, pemandu, dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam ‎sepanjang empat belas abad sejarah pergerakan umat.‎
            Jika demikian itu halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an, ‎melalui penafsiran-penafsirannya mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju-‎mundurnya umat. Sekaligus, penafsiran-penafsiran itu dapat mencerminkan ‎perkembangan serta corak pemikiran mereka.‎
Berikut ini, akan dikemukakan selayang pandang tentang perkembangan ‎metode penafsiran, keistimewaan dan kelemahannya, menurut tinjauan kacamata kita ‎yang hidup pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta era globalisasi dan ‎informasi.‎
B.     TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah supaya mahasiswa mengetahui apa pengertian tafsir dan fungsinya serta model-model penelitian tafsir.
C.     METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang di gunakan dalam makalah ini adalah metode tinjauan pustaka.

 BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN TAFSIR DAN FUNGSINYA
Kata  ”Metode” berasal dari bahasa Yunani yakni methodos, kata ini terdiri dari dua kata, yakni meta, yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah; dan kata modos¸ yang berarti jalan, perjalanan, cara dan arah. Kata methods sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah atau uraian ilmiah. Dalam bahasa Inggris, kata tersebut sering disebut dengan method, dan dalam bahasa Arab kata tersebut diterjemahkan dengan istilah manhaj atau Thariqah. “Model” berarti contoh, acuan, ragam, atau macam1. Sedangkan penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran obyektif.
Dalam bahasa Indonesia sendiri istilah tersebut diartikan sebagai cara yang teratur, terpikir, baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu Pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang tersistem dan untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai sesuatu yang ditentukan. Dalam kaitannya dengan studi Al Qur’an, maka istilah metode dapat diartikan sebagai cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan melalui perantara Nabi Muhammad SAW.
Dalam upaya menggali dan memahami maksud dari ayat-ayat Al Qur’an terdapat dua term atau istilah, yakni Tafsir dan Takwil. Secara etimologis, tafsir berarti menjelaskan dan mengungkapkan. Sedangkan menurut istilah, Tafsir ialah ilmu yang menjelaskan tentang cara mengucapkan lafadh-lafadh Al Qur’an, makna-makna yang ditunjukkannya dan hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau tersusun, serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan tersusun. Atau bisa juga dapat diartikan  Tafsir Al Qur’an adalah penjelasan atau keterangan untuk memperjelas maksud yang sukar dalam memahami dari ayat-ayat Al Qur’an. Dengan demikian menafsirkan Al Qur’an adalah menjelaskan atau menerangkan makna-makna yang sulit pemahamannya dari ayat-ayat tersebut.
“Tafsir” berasal dari bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Dapat pula berarti al-idhah wa al-tabyin yaitu penjelasan dan keterangan. Dalam kaitan studi tafsir, dapat diperjelas dengan pengertian: suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga pengertian dari metodologi tafsir adalah pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran Al-Qur’an.
Jadi, model penelitian tafsir dapat di artikan sebagai suatu contoh, ragam, acuan atau macam dari penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran Al-qur’an yang pernah di lakukan oleh generasi terdahulu untuk di ketahui secara pasti tentang berbagai hal yang terkait dengannya.
B.     Latar belakang penelitian Tafsir
Di lihat dari segi usianya, penafsiran Al-qur’an termasuk yang paling tua dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainya dalam Islam. Pada saat Al-qur’an di turunkan 15 tahun yang lalu Rasul sudah berfungsi sebagai pemberi penjelasan kepada para sahabat arti dan kandungan ayat Al-qur’an tersebut meski tidak menjelaskan semua kandungannya.
      Setelah Rasulullah wafat, para sahabat melakukan ijtihat untuk menafsirkan ayat-ayat yang ingin di Tafsirkan dan setelah para sahabat para tabi’in yang memberikan tafsir pada ayat-ayat yang tidak di mengerti.
Secara garis besar berdasarkan pada perkembangan zamannya, penafsiran Al-Qur’an dilakukan melalui empat metode:
·         Ijmali (global); zaman nabi dan sahabat.
Nabi dalam menafsirkan al-Qur’an menggunakan metode ini dikarenakan pada saat itu para sahabat sudah mampu menangkap makna yang dimaksud oleh Rasulullah SAW meskipun hanya dalam bentuk gambaran umum yang tak terperinci.
Metode ini juga dipakai dalam Tafsir Al-Jalalain karya As-Suyuthi dan Taj At-Tafasair karya Al-Mirghani.
·         Tahlili (analitis); zaman perluasan wilayah kekhalifahan Islam.
Seiring perluasan wilayah kekhalifahan Islam baik Daulah Bani Umayyah maupun Bani ‘Abbasiyah, banyak orang-orang 'Ajam (non-Arab) yang masuk Islam. Mereka kurang dapat mengerti maksud ayat al-Qur’an secara umum. Untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut dengan ijtihad para mufassir muncullah metode ini. Pada awalnya metode ini bertitik tumpu pada riwayat (ma’tsur), tetapi kemudian berkembang dengan menggunakan ar-ra’y seperti yang dilakukan Ath-Thabari.
·         Muqarin (perbandingan); zaman pembukuan hadits.
Metode ini muncul untuk memenuhi kebutuhan ummat yang ingin memahami makna ayat terutama pada ayat-ayat yang redaksionalnya mirip. Karya terkenal dari masa ini ialah: Durrat at Tanzil wa Ghurrat al Ta’wil karya Al-Khatib Al-Iskafi (240 H).
·         Maudlu’i (tematik); abad modern.
Lahir sebagai pemenuhan kebutuhan ummat di zaman modern yang ingin memahami makna al-Qur’an secara ringkas, padat, dan cepat tanpa harus membuka kitab-kitab tafsir yang tebal. Istilah metode ini sendiri dipopulerkan oleh Ustadz al-Jil Prof Dr. Ahmad al-Kuumy.

C.     Model-model penelitian Tafsir
1.      M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab adalah seorang pakar tafsir (Al-Qur’an) Indonesia kontemporer garda depan. Perhatian dan keseriusannya terhadap pengkajian Al-Qur’an telah diperlihatkannya sejak kecil. Dalam pengakuannya sendiri, benih kecintaannya terhadap Al-Qur’an telah ditanamkan sejak dini oleh ayahnya, Abdurrahman Shihab (1905-1986), seorang ulama ahli tafsir Makassar yang disegani. Ayahnya sering mengajaknya duduk bersama. Dalam kesempatan itulah sang ayah memberi nasihat-nasihat agama yang belakangan diketahuinya berasal dari Al-Qur’an, Hadis Nabi Saw., perkataan sahabat dan para ulama lainnya.
 Bukti keseriusannya terhadap kajian Al-Qur’an semakin dipertegas lagi dengan karya-karyanya dalam bidang tafsir Al-Qur’an. Sudah puluhan karya tentang Al-Qur’an yang dtitulisnya. Di antaranya yang dapat disebut adalah “Membumikan” Al-Qur’an (1992), Studi Kritis Tafsir al-Manar (1994), Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Mawdhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat (1996), Tafsir Al-Qur’an al-Karim (1997), Mukjizat Al-Qur’an (1997) dan Secercah Cahaya Ilahi (2000). Satu karyanya yang monumental adalah Tafsir al-Mishbāh, sebuah tafsir Al-Qur’an berisi lima belas jilid lengkap tiga puluh juz yang ditulisnya secara tahlili.
Gagasan dan pandangan keagamaan Quraish pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam skripturalisme moderat. Ia menekankan pentingnya menafsirkan Al-Qur’an dan merealisasikannya ke dalam realitas masyarakat Muslim. Namun, berbeda dengan skripturalisme yang dikembangkan kelompok Muslim fundamentalis yang sangat berpegang pada teks, Quraish juga sangat memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat yang berkembang.
Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab (1944) terdapat dua model penafsiran Qur’an yaitu:
1.1 Model Bercorak Ma’tsur (Riwayat)
Model ini berkembang pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW yang mana bila mereka gagal menemukan penjelasan Nabi, mereka merujuk kepada bahasa dan syair-syair Arab. Sebagai contohnya, Umar bin Khattab pernah bertanya tentang arti takhawwuf dalam firman Allah: Auw ya’khuzabum ‘ala takhawwuf. (Q.S. 16:47).
Kelebihan dari metode ini antara lain:
1.      mementingkan aspek bahasa dalam memahami Al-Qur’an, memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya.
2.      mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga mencegahnya terjerumus ke dalam subyektivitas.
Sedang kekurangannya:
1.      terjerumusnya mufassir ke dalam uraian kebahasaan dan kesusasteraan yang bertele-tele.
2.      seringkali konteks turunnya ayat (uraian asbabun nuzul) atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hokum hamper dapat terabaikan sama sekali.
1.2 Model Penalaran
1.2.1 Metode Ijmali (Global)
Pengertian : menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Bersistematika penulisan menurut susunan ayat-ayat dalam mushaf. Contoh : Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya Muhammad Farid Wajdi, Tafsir Jalalain. Ciri-ciri : tidak ada ruang bagi mufassir untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya sendiri, bersifat ringkas dan umum hingga seakan-akan kita masih membaca Al-Qur’an padahal yang dibaca adalah tafsirnya. Kelebihan : praktis dan mudah dipahami, bebas dari penafsiran Israiliat1, akrab dengan bahasa Al-Qur’an. Kekurangan : menjadikan petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial (tidak utuh/padu), tak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai.
1.2.2 Metode Tahlili (Analitis)
Pengertian : menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai keahlian dan subyektivitas mufassir. Contoh : Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Manar. Ciri-ciri : terbagi dalam dua bentuk: ma’tsur (riwayat) dan ra’y (pemikiran), pembahasannya bersifat melebar, bukan menafsirkan Al-Qur’an dari awal mushaf sampai akhirnya. Kelebihan : ruang lingkup luas, memuat brbagai ide. Kekurangan : menjadikan petunjuk Al-Qur’an parsial, melahirkan penafsiran subyektif, memasuki pemikiran Israiliat.

1.2.3 Metode Muqarin (Perbandingan)
Pengertian : membandingkan teks atau nash ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan, atau dengan hadits yang pada lahirnya terlihat bertentangan atau membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an. Contoh : Tafsir karya Al-Biqa’i. Ciri-ciri : membandingkan ayat dengan ayat, membandingkan ayat dengan hadits, dan memperbandingkan pendapat mufassir. Kelebihan : memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas kepada para pembaca, membuka pintu toleransi terhadap pendapat orang lain, mendorong kehati-hatian dalam menafsirkan al-Qur’an. Kekurangan : tidak dapat diberikan pada pemula, kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh dalam masyarakat, terkesan hanya sebagai penulusuran tafsiran-tafsiran mufassirin.
1.2.4 Metode Maudlu’i (Tematik)
Pengertian : membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai tema atau judul yang telah ditetapkan. Contoh : Al-Insan fi Al-Qur’an karya Mahmud al-‘Aqqad, Ar-Riba’ fi Al-Qur’an karya al-Maududi. Ciri-ciri : menghimpun ayat-ayat berkaitan dengan judul sesuai kronologis waktu turunnya, menelusuri asbabun-nuzul ayat-ayat terhimpu, penelitian secara cermat kata dan kalimat yang terkandung, pengkajian terhadap pemahaman-pemahaman mufassirin tentang ayat tersebut, menghindari sejauh mungkin subyektivitas mufassir. Kelebihan : menjawab tantangan zaman, praktis-sistematis, dinamis, dan membuat pemahaman menjadi utuh. Kekurangan : memenggal ayat Al-Qur’an, membatasi pemahamanan ayat.


2. Model Ahmad Al-Syarbashi
Model penafsiran ini menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis. Ruang lingkup hasil penelitiannya mencakup:
1.      mengenai penafsiran Al-Qur’an yang dibagi ke dalam tafsir di zaman sahabat Nabi.
2.      mengenai corak tafsir yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik.
3. Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali
Dalam model penelitian tafsir ini, metode yang dipergunakan ialah metode eksploratif, deskriptif, dan analisis dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.
4 Model  penelitian Lainnya
Dengan model ini, diantara mufassir ada yang memfokuskan penelitiannya pada kemu’jizatan Al-Qur’an; metode-metode, dan kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an, serta ada pula yang khusus meneliti corak dan penafsiran Al-Qur’an yang terjadi pada abad keempat Hijriyah. Demikianlah, upaya ummat Islam untuk mengamalkan kitab sucinya, Al-Qur’an telah menghasilkan berbagai macam metode penafsiran. Kesemuanya tak lain dan tak bukan hanyalah untuk menegakkan kalimat Allah semata.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ayat-ayat Al Qur’an yang sangat banyak ini sejatinya dapat menjawab semua persoalan yang terjadi pada masyarakat. Namun kesan yang ada pada saat ini seakan-akan ayat Al Qur’an masih mengandung misteri sehingga belum mampu menjawab semua persoalan yang ada. Kesan dan pemahaman yang keliru ini adalah akibat dari ”miskin”nya cara, metode dan pendekatan dalam memahami dan menafsirkan ayat Al Qur’an. Metodologi tafsir Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami dan menguak lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an. Metode tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya.
Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada dengan berbagai macam pendekatannya, jika hal ini telah kita ketahui, maka ayat-ayat Al Qur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab segala persoalan masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini semakin mempertegas bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadi rujukan dan sumber utama semua umat Islam.
B.     DAFTAR PUSTAKA
Al-Aridh, Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta : Rajawali Pers, 1992).
Nata, Abuddin, Metode studi Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004).
Mahmud, Halim.metodologi Tafsir.2006. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Hakim, Atang ABD. Metodologi studi Islam. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung
Baidan, Nasruddin. Dr. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nata, Abuddin. 2001. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Persada.



Komentar

  1. Assalamu'alaikum..
    kak izin kopy ya.. untuk bhn kuliah..
    terimakasih..

    BalasHapus
  2. waalaikumslm :) iyaaaaaaaaaaaaaa ambil ajaaaaa :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

makalah peradaban romawi kuno

PERADABAN ROMAWI Di susu n oleh : NAMA                                             : NONI PURNAMASARI NIM                                                 : 511102 495 DOSEN PEMBIMBING                : ASMANIDAR M.Ag FAKULTAS ADAB INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI JURUSAN ADAB SEJARAH KEBUDAYAAN IAIN AR-RANIRY BANDA ACEH 201 2 KATA PENGANTAR             Alhamdulillah, berkat nikmat Allah dan segala karunia-Nya yang di limpahkan kepada Saya sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat kepada Rasullullah yang telah mengajari saya untuk tetap tekun dalam melaksanakan aktivitas kuliah yang termaksuk ibadah ini. Adapun tujuan makalah ini di buat adalah tidak lain dan tidak bukan untuk melengkapi tugas mitem test dalam mata kuliah Sejarah dunia semester 3  di Ju rusan Adab Sejarah Kebudayaan .             Ucapan terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah mengajarkan Saya untuk mengerjakan tugas tepat waktu dan menyelesaikannya dengan segenap kemamp

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal