Langsung ke konten utama

nyak makam


OBJEK ARKEOLOGI
MAKAM TEUKU NYAK MAKAM
DISUSUN
OLEH :
NURHASANAH(511002209)

FAKULTAS ADAB INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
JURUSAN ADAB SEJARAH KEBUDAYAAN
IAIN AR-RANIRY
BANDA ACEH
2012
BAB I
PENDAHULUAN
           Perang Aceh dengan Belanda secara total dan griliya yang di mulai sejak bermulanya ultimatum dari kerajaan Belanda 26 Maret 1873 sampai dengan perang dunia kedua, adalah suatu perang terlama dan termahal dalam perjalanan sejarah, yang telah memakan korban, materil, harta dan jiwa pihak Belanda dan Aceh serta merusak sendi-sendi sosial budaya rakyat Aceh.
           Dapat juga dicatat bahwa sebelumnya sejak tahun 1840 pihak Belanda telah menggunting wilayah kerajaan dengan mengadakan penyerangan, di sebelah barat di Singkil dan di sebelah timur, Seuruwey, Langkat (Sumatera Timur).
Dalam perang berlangsung secara total dan gerilya telah banyak melahirkan para pahlawan, baik yang terkenal maupun tidak terkenal dan ternama. Dan salah seorang pahlawan Aceh yang diketengahkan dalam tulisan ini ialah, Panglima Teuku Nyak Makam, seorang pahlawan yang punya semangat juang dalam menentang penjajahan Belanda yang dikagumi oleh lawan dan kawan, mempunyai strategis dan taktis gerilya sehingga pihak Belanda telah banyak mengalami kerugian, dana, materil dan jiwa (serdadu) Belanda.
Panglima Teuku Nyak Makam adalah seorang partisan yang bertaraf Internasional, bergerak secara mobilitas sebentar terdengar dia memimpin pendadakan di Tamiang, Langkat, kemudian dia dalam waktu tidak lama terdengar telah berada di front Aceh Besar, kemudian tampil kembali front Timur. Selain telah dapat membinasakan perwira dan prajurit Belanda, ia juga telah menguasai perkebunan kepunyaan bangsa Belanda termasuk ladang-ladang minyak sehingga mengalami kerugian yang besar dari pihak Belanda. Oleh sebab itu, pihak Belanda menaruh dendam terhadap Panglima Teuku Nyak Makam dengan tindakan yang keji, dengan memancung kepala Teuku Nyak Makam yang sedang sakit sehingga memisahkan badan dengan kepalanya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    ASPEK HISTORIS
TEUKU NYAK MAKAM kemudian dikenal dengan PANGLIMA NYAK MAKAM, lahir di desa Lamnga mukim XXVI Aceh Besar sekitar tahun 1838 M, ayahnya bernama Teuku Abbas gelar Ujong Aron bin Teuku Chik Lambaro, bin Imam Mansur, bin Imam Manyak bin Teuku Chik Mesjid, secara turun temurun pada zamannya menjadi Ulee Balang dari mukim daerah Bibueh (Bebas) berstatus langsung di bawah Sultan Aceh, juga terdapat kekuasaannya suatu mukim Ie Meulee Sabang dengan 6 perkampungan yang luas. Ayahnya sendiri Abang kandungnya Teuku Ibrahim Ujong Aron, dan saudara sepupunya Teuku Chik Ibrahim suami Cut Nyak Dien
Sejak usia 6 tahun Teuku Nyak Makam telah diserahkan menuntut ilmu di Pesantren Ulama Teuku Chik Abbas (adik ipar orang tuanya) di Lamnga, kemudian melanjutkannya pendidikan ke Lambada Gigieng pada pesantren Tgk.Lambada, di samping pelajaran agama, ia juga belajar pencak silat, Ilmu Sosial dan taktis gerilya pada Panglima Paduka Sinara, dan juga pembinaan Tuanku Hasyim Banta Muda. Pada usia 16 tahun Teuku Nyak Makam pergi ke Penang (Malaysia) menjumpai Teuku Paya (Ketua Panitia Delapan) sebagai keluarga ayahnya dan di Pulau Penang beliau telah dapat belajar bahasa Inggris, kemudian kembali ke Aceh. Oleh karena Panglima Teuku Nyak Makam seorang pemuda yang cerdas beliau terus dibina selanjutnya oleh Tuanku Hasyim seorang partisan yang tangguh, pada tahun 1858 Teuku Nyak Makam dalam usia muda diangkat menjadi staf/wakil oleh Tuanku Hasyim yang bertugas di Wilayah Timur Aceh dan Deli Serdang Sumatera Utara. Sekembalinya dari front Timur tahun 1865 Teuku Nyak Makam melangsungkan pernikahan dengan Cut Nyak Cahaya Putri dari Panglima Paduka Sinara di Lambada.
Teuku Nyak Makm melakukan penyerangan ke pos-pos Belanda sehingga membuat Belanda menderita kerugian dana dan juga kehilangan prajuritnya selama empat puluh tahun.
Akibat terlalu letih dan terus menerus dalam pertempuran mempertahankan bumi persada ini dari cengkeraman penjajah, panglima Nyak makam tidak tentu makan dan tidurnya akhirnya jatuh sakit dan pulang ke kampungnya di Lamnga, Aceh Besar, sebelum berangkat jabatan beliau di serahkan kepada Teuku Nyak Maman Peureulak sebagai wakilnya selama itu.
Pada tanggal 21 Juli 1896 Belanda mendapat laporan bahwa Teuku Nyak Makam telah berada di kampungnya dan dalam keadaan sakit keras. begitu menerima laporan dari mata-mata jendral J.W Seemfoort langsung memerintahkan letnan kolonel G.F.Soeters untuk menangkat Teuku Nyak Makam.
Tanpa membuang-buang waktu, hari itu juga pada Senin tanggal 21 Juli 1896 sekitar jam 20.00 wib berangkatlah letnan kolonel G.F.Soeters dengan serdadunya pergi menujju Lamnga(sekitar 15 km dari timur laut kota Banda Aceh) untuk memerangi dan menawan penglima Nyak Makam dalam  keadaan sakit keras.
Teuku nyak Makam yang sedang sakit keras di tandu oleh serdadu Belanda dari rumahnya di Lamnga menuju asrama Bivak Belanda untuk menghadap letnan kolonel G.F.Soeters yang telah menunggu di kuala Gigieng(Lambada sekarang).
Melihat wajah Panglima Teuku Nyak Makam yang telah pucat pasi, kurus kering hanya tinggal kulit pembalut tulang tiba-tiba secara mendadak G.F.Soeters kehilangan akal. Diapun terus memancung putus kepala Panglima Teuku Nyak Makam dalam keadaan terikat dan terbaring di atas tandu. Selanjutnya tanpa tunggu perintah lagi, batang tubuh beliau dicincang-cincang lumat hingga hancur secara berebut-rebutan oleh serdadu-serdadu Belanda yang 2000 orang jumlahnya, masing-masing seakan takut tak dapat bagiannya. Peristiwa tersebut terjadi di hadapan mata dan disaksikan anak isteri dan penduduk Lam Nga yang sengaja digiring ke Kuala Gigieng.
Setelah melumatkan tubuh Panglima Teuku Nyak Makam, kepala beliaupun dijadikan bulan-bulanan tentara Belanda seperti bola sebagai tanda kemenangan. Selanjutnya, saat malam tiba kepala syuhada agung Aceh itu mereka angkut secara demonstrasi dengan bersorak-sorai kegirangan diiringi rasa bangga untuk mempersembahkan kepada Panglima/Gubernur nya Jenderal J.W.Steemfoort dan staf-stafhya di Kutaraja.
Besok paginya Selasa tanggal 22 juli 1896 kepala Panglima Teuku Nyak Makam itu, terus diarak untuk dipawaikan, diperagakan dan didemonstrasikan oleh suatu iringan-iringan besar serdadu Belanda, dengan melintasi seluruh jalan-jalan dan gang-gang penting di Kutaraja, dengan bertempik sorak tanda kesenangan karena mereka telah mengalahkan musuh bebuyutannya yang paling mereka takuti dan yang telah menewaskan ribuan serdadu bangsa mereka. Tidak beberapa lama kemudian, kepalanya yang sudah terpisah dari tubuhnya yang sebelumnya telah dibalsem, lalu dikirim ke Batavia kepada Tuan Besar Gubernur Jendral,
Panglima Besar (Leger Comandant) dan pembesar-pembesar Hindia Belanda yang berada di sana. Dari Batavia diteruskan ke Nederland untuk dipersembahkan kepada Sri Baginda Maharaja Ratu, para Menteri dan pembesar-pembesar mereka di Den Haag. Konon menurut sumber yang lain kepala Nyak Makam dikrimkan kembali ke Cimahi setelah dibalsem dalam toples. Dan pada tahun 1942 baru kemudian dikebumikan atas perintah angkatan perang Jepang untuk Indonesia. Panglima Teuku Nyak Makamlah satu-satunya pejuang Aceh yang badannya bermakam di Serambi Mekkah tetapi kepalanya dikuburkan di Nederland ditanah kepingan bumi Eropa Barat.
      Sebelumnya Kepalayang di awetkan dalam botol besar dan di pamerkan di karidor rumah sakit militer Belanda di Kuta alam(kesdam sekarang) dan sebelumnya di kuburkan kepalanya tersimpan di Meseum Aceh-Belanda di negeri Belanda.
B.     Aspek Arkeologis
Letak Makam Teuku Nyak Makam perkarangan Mesjid Lamnga Aceh Besar 15 km dari Banda Aceh, jalan Banda Aceh-Malahayati Krueng Kala tepat di samping Mesjid di sebelah kiri.
Di samping makam tersebut ada beberapa  makam lain yang termaksud anggota keluarganya yaitu :
Ø  Tgk  Muda Ahmad bin Tgk H.Bayan
Ø  Tgk H.Bayan bin Tgk Mansur
Ø  Tgk Haji Imam Mansur
Ø  Kak Tgk Muda Ahmad bin Tgk H. Bayan
Panjang kuburan 2.5 Meter sedangkan tingginya 50 cm
 
Galeri foto oleh Pemakalah :
IMG00544.jpgIMG00546.jpgIMG00547.jpgIMG00548.jpg

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal