Langsung ke konten utama

Buai

Perempuan itu berdiri di sana, menatap perahu yang sedang menepi.
"Apakah kamu sehat?" tanyaku
"Aku baik-baik saja"
Lalu ruang diam kami hanya di isi oleh desauan angin, perempuan itu masih menatap perahu, kali ini dia menatap kekosongan.
"Aku minta maaf"
"Tidak apa-apa"
"Mengertilah"
"Aku sudah mengerti sejak awal kita menikah bukan? Saat kau mengutarakan ingin menjadikanku yang terakhir, saat kau mengikat akad di depan penghulu itu"
Aku terdiam, aku tau tidak seharusnya bagiku yang sudah menikah menemui perempuan lain, memikirkan perempuan lain.
"Kau tau? Aku percaya sekali padamu. Tidak pernah sekalipun meragukanmu. Tidak sekalipun mencegahmu kemanapun kamu pergi. Kau tau? Aku meninggalkan semua yang telah kubangun sebelum aku menikah hanya karena kau tidak menyetujui aku mendekati teman-teman lamaku. Aku menyimpan rapat-rapat semuanya, aku membangun tembok yang tidak tertembus dengan teman-temanku sejak menikah denganmu"
Perempuan itu terisak. Ia adalah perempuan yang sama dengan perempuan lain, tidak terpisahkan dengan air mata.
"Aku, hanya merasa terbuai karena ia begitu perhatian padaku" kilahku
"Apa aku kurang perhatian padamu? Mungkin aku jarang menanyakan apakah kamu sudah makan atau belum tapi bukankah saban hari kusiapkan makanan tanpa telat? Seharusnya kamu tau, itu caraku memperhatikanmu"
Aku ternganga, tidak seharusnya aku melakukan ini padanya.
"Apa yang kau akan lakukan padaku sekarang?"
"Aku tidak ingin melakukan apapun"
"Apa kita harus bercerai?"
"Terserah padamu bukan?"
Aku hanya terdiam, rasa bersalah menumpuk-numpuk dalam dadaku.

Luwuk, 9 November 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

makalah peradaban romawi kuno

PERADABAN ROMAWI Di susu n oleh : NAMA                                             : NONI PURNAMASARI NIM                                                 : 511102 495 DOSEN PEMBIMBING                : ASMANIDAR M.Ag FAKULTAS ADAB INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI JURUSAN ADAB SEJARAH KEBUDAYAAN IAIN AR-RANIRY BANDA ACEH 201 2 KATA PENGANTAR             Alhamdulillah, berkat nikmat Allah dan segala karunia-Nya yang di limpahkan kepada Saya sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat kepada Rasullullah yang telah mengajari saya untuk tetap tekun dalam melaksanakan aktivitas kuliah yang termaksuk ibadah ini. Adapun tujuan makalah ini di buat adalah tidak lain dan tidak bukan untuk melengkapi tugas mitem test dalam mata kuliah Sejarah dunia semester 3  di Ju rusan Adab Sejarah Kebudayaan .             Ucapan terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah mengajarkan Saya untuk mengerjakan tugas tepat waktu dan menyelesaikannya dengan segenap kemamp

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal