Langsung ke konten utama

Camp Penggerak : Cerita Tentang Belajar


Ketika Usia Muda waktu dan tenaga banyak uang tidak ada
Ketika Usia Mulai dewasa waktu sedikit, tenaga berkurang dan uang lumayan
Beranjak Senja banyak orang mempunyai uang, waktu semakin sedikit dan tenaga semakin berkurang

Kira-kira kutipan itu yang akan saya ingat entah di mana dan siapa yang menyampaikannya kepada saya. Akhir minggu menutup awal bulan September ini, 8-10 September saya berada di antara mahasiswa kece, dosen keren, bidan luar biasa, PNS kece, guru tangguh dan entah apalagi profesi mereka. Saya, jangan tanya perasaan saya, tidak terjelaskan. Kegiatan tersebut diberi nama Camp Penggerak yang diadakan di Sayambongin, Nambo, Banggai Sulawesi Tengah.

Sebenarnya, saya ingin menulis tentang belajar di sini. Seperti kata pepatah Belajar sampai liang lahat itu benar sekali sepertinya.  Camp Penggerak ini banyak dihadiri oleh orang yang cukup berumur dan jabatan mereka tidak tanggung-tanggung, orang yang sering menjadi pemateri ketika seminar, pemimpin rapat di kampus atau pemimpin penelitian (ada yang status dosen soalnya).

Saya belajar tentang "belajar" memang tidak membatasi usia, tidak membatasi siapa yang mengajar di depan, tidak juga membatasi di mana tempat belajar itu serta apa yang dipelajari, selama itu adalah kebaikan maka itu adalah ilmu.

Belajar Menghargai
"Belajar" lain yang saya dapatkan ketika Camp Penggerak adalah soal belajar menghargai. Menghargai kemampuan diri sendiri yang telah Tuhan titipkan, belajar menghargai kesempatan yang Tuhan telah berikan kepada kita serta belajar menghargai siapapun yang berbicara di depan kita. Pelajaran ini selalu susah dari jaman esdeh sampai sarjana, tidak cukup sks untuk mempelajarinya.


NB : Ini hanya catatan tidak jelas :D Lagi mikir mau menulis apa tentang "Camp Penggerak" Sementara mencatat ini dulu untuk belajar menulisnya. :D


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal