Langsung ke konten utama

Sebuah Catatan Tentang Kota : Serambi Madinah


Merpati- Foto Koleksi Pribadi

Kemarin, Umi (anaknya memanggilnya begitu) sempat berbicara dengan saya melalui Video Call. Kata anaknya yang akhirnya saya putuskan memanggil abang "jaga kesehatan, kata umi". Benar, durasi panggilan 1 menit itu membuat saya teringat donat yang umi kasih setahun lalu saat saya dijemput anak perempuannya bernama Fatimah atau saya panggil kak Fat di pasar, Kota gorontalo. Panggilan itu membuat saya teringat beberapa moment di pulau berwaktu wita itu.

Gorontalo, kota yang saya datangi sekedar lewat itu memberi saya arti keluarga dan arti merantau. Ketika berada di sana, saya memang sempat dimahalkan ongkos naik bentor dan angkot padahal tidak segitu harganya tapi di sana juga menemukan orang baik yang mengantarkan saya ke suatu tempat dengan bayaran murah, yang sedia menjadi guide tour gratis terlebih kota itu mempertemukan saya dengan keluarga kak Fat. Kota gorontalo juga membuat saya melawan ketakutan dalam diri saya, kota yang membuat saya menangis teringat dosa setiap kali saya mengigat kota itu. Bukan banyak kenangan baik tapi juga kenangan buruk namun bagaimanapun kota itu telah memberi saya pelajaran lebih berhati-hati lagi.
Ketika di sana, saya tau ada kopi enak di dekat kampus, donat penuh cinta atau ayam penyet terenak yang saya makan dengan cabe pas rasanya seperti di Aceh.
Kota yang membuat saya tau, ada malam panjang yang harus diselesaikan dengan segala rasa takut. Ada siang yang menyenangkan saat melewati bangunan tua, ada anak tangga panjang yang dilewati berdua.

Ah iya, ini hanya soal mengenang kota, soal memaknai sebuah perjalanan di suatu kota.

Aceh Barat Daya, Suatu siang dengan kenangan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal