Langsung ke konten utama

Lihat, Amati, Modifikasi



Ada dunia yang kita bisa saja tinggal di dalamnya karena candu dan cinta. Menumbuhkan rasa cinta adalah yang sulit untuk sesuatu yang belum candu. Sejak 7 Januari 2018, saya membuka lapak baca di Pantai Ujong Serangga Susoh yang sampai sekarang masih bertahan tapi hanya setiap minggu.
Saat ini, meski saya tidak di Aceh Barat Daya, Sigupai Mambaco lapak baca yang diberi nama itu tetap jalan dengan empat Fasilitator mahasiswa dan siswa SMA.

Di awal membangun ini, saya dibantu Riffa teman saya yang ikut menitipkan 20 buku di lapak Sigupai Mambaco kemudian untuk jalan biasanya saya, Randa, Gia dan Kak War ikut meramaikan lapak. Seiring berjalan waktu, dengan berbagai anggapan orang-orang akhirnya Sigupai Mambaco muncul dengan wajah baru berupa becak. Kita bahkan piknik di Kabupaten sebelah.
Rumah yang kami tempati sedang renovasi, jadi rak buku yang biasanya diboncengi becak harus nangkring di depan rumah. Sudah lama saya punya pemikiran ingin buka rumah belajar tapi belum juga tergerak.

November 2018, saya ke Muara Enim yang terletak di Sumatera Selatan. Berkenalan dengan penggerak di sana, salah satunya Juanda atau biasanya disapa Juju itu. Pada satu kesempatan, saya akhirnya bisa juga melihat maribaca.Id milik Juju di rumahnya. Kata Juju, buku-buku ditaruh begitu saja dan jika ada anak yang datang mereka baca yang penting rumahnya buka, bukunya tetap bisa di baca.
Desa Embawang, Tanjung Agung itu memang banyak penduduknya.
Hal ini, membuat saya bertekad ketika pulang nanti saya akan mengatur buku-buku Sigupai Mambaco di rak depan rumah itu.

Gayung bersambut, saat saya utarakan kepada keluarga ternyata saya mendapatkan dukungan hebat malah Ayah yang membuat spanduk dipasang bagus di depan rumah. Mamak dan Nenek kadang mengawasi anak-anak yang membaca, meski dilihat saja kadang anak-anak terlalu bersemangat sampai melempar buku ke arah temannya.

Terima kasih untuk penyegaran Sigupai Mambaco. Semoga di manapun berada bisa menyebarkan manfaat. Aamin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal