Langsung ke konten utama

Semoga Istiqamah

Alhamdulillah sudah setahun Sigupai Mambaco, baca gratis setiap Minggu sore di Dermaga susoh berjalan. Tepat tanggal 7 Januari 2018 pertama sekali di Operasikan dengan sepeda motor, beberapa buku dan tikar kecil. Kemudian, Riffa membantu meminjamkan buku dan mencetakkan spanduk lalu beberapa teman : Gia, Kak War, Adek Randa mulai membantu pekerjaan rutin ini. Akhirnya keranjang yang menganggur di rumahpun jadi sasaran untuk mengatur buku-buku.
Lalu, seperti keinginan yang didoakan terus menerus agar jalan jauh dan bukunya banyak, Tuhan cepat mengabulkan. Bulan April akhirnya ada becak lengkap dengan rak buku dari astra asuransi sekalian dengan buku dan peresmian wajah baru. Kemudian mulai menjelajahi Ujung Manggeng, Pantai Bali, Ie Dikila, Pantai Kuta Meurandeh, Pasir Putih Labuhan Haji, kunjungan ke sekolah SDIT Rabbani Quran School. Berkat Ridho Allah jualah tetap istiqamah di Dermaga Susoh selain agenda di atas.
Buku-buku datang dari yang berbaik hati, dari pembaca Sigupai Mambaco, tetangga, gebetan, rumah baca di Banggai, rumah baca Tanggerang, ada beberapa yang tidak dikenal juga. Beberapa kali diwawancarai, ada yang menulis untuk blog pribadi bahkan diwawancarai oleh Bang Jufrizal masuk ke Iqra', yang punya pustaka provinsi Aceh.
Syukur yang tidak terkira, bahwa semua itu tidak terwujud jika tanpa semangat kawan-kawan yang terus mendukung dalam bentuk apapun.
Selain itu, inovasi terbaru Sigupai Mambaco selama liburan. Ide yang juga dikembangkan dari diskusi dengan Juju, salah satu penggerak di Muara Enim.
asilitator Sigupai Mambaco yang tetap setia untuk membawa setiap minggu : Randa, Hasbi, Andi dan teman-teman lainnya. Selain itu, tanpa pembaca Sigupai Mambaco tidak pernah ada.
Semangat dari para pembaca selalu menjadi energi positif buat kami terus bertahan dan eksis. Terima kasih semua pihak yang terlibat semoga Allah membalas kita semua dengan pahala yang mengantarkan kita ke Surga. Aamin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal