Langsung ke konten utama

Perjalanan ke Air Terjun Bedegung, Sumatera Selatan

Belum berapa lama di Muara Enim, saya bertemu Bayu. Sipenjalan yang sudah menjelajah beberapa bulan ini. Dia bahkan ke Aceh sendirian pula. Nah, saya di Muara Enim pun karena ada pekerjaan maka berani datang. Hari ini, saya mencoba lampaui batas diri lagi, ke Curug Tenang yang konon katanya tertinggi di Sumatera Selatan. Pagi sekali saya minta doa ibu karena ingin sekali melihat meski sekali saja air terjun tertinggi di Sumatera Selatan itu. Tidak ada yang menemani, sebab saya hanya libur di weekday, akhirnya memutuskan mata rantai ketakutan. Saya naik mobil angkutan umum jam 5 pagi jurusan semendo, beberapa orang yang saya temui di mobil mengkhawatirkan saya, sendirian, perempuan pula. Cerita-cerita seram pun semakin mengelayut di kepala. Konon, daerah ini banyak..... Dan.... Katanya sih sedikit berbahaya untuk penjalan perempuan apalagi khusus pengen lihat air terjun saja tidak ada kenalan. Bisa banyak bahaya. Tapi, saya Percaya bahwa perjalanan itu hakikatnya adalah melatih diri percaya bahwa Allah maha baik mengirimkan orang-orang baik diperjalanan,

Dari sekian banyak orang yang saya temui di jalanan, 2 anak mapala, ibu dan anak, bapak-bapak dan ibu-ibu setengah baya. Awalnya, semua orang dalam mobil menceritakan hal-hal menakutkan soal Bedegung, Macam-macam ceritanya dari diambil bayaran mahal, disuit-suit sama laki-laki yang tidak berkepentingan sampai kasus rampok karena jika tidak weekend di sana itu sangat sepi bisa jadi arti terjun milik pribadi. Namun, saya ada di jalan yang benar sepertinya. Allah maha baik mempertemukan saya dengan bu Erni, salah satu warga bedegung. Dia bilang akan menemani saya untuk menonton air terjun. Ibu itu kalau menjawab iya beliau akan bilang "awo". Banyak kemudahan menuju air terjun hingga akhirnya melihat air terjun. Aku bahkan dianggap anak oleh bu Erni dia memperkenalkan aku sebagai anak gadisnya. Ah... Selalu ada orang baik yang ditemukan diperjalanan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal