Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan kepada seluruh rakyat untuk tunduk setia kepada anaknya, yazid bin Muawiyah, Ia bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian ‘penguasa’ yang dangkat oleh Allah. Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah usman dan ali kemudian dilanjutkan kembali oleh dinasti ini.
Karena Muawiyah dianggap tidak menta’ati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan munculnya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau manyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair.
Bersamaan dengan itu kaum syi’ah malakukan konsilidasi (penggabungan) kekuatan kembali. perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein pada tahun 680 M. ia berangkat dari Mekkah ke Kuffah atas tipu daya golongan syi’ah yang ada di Iraq. umat islam di daerah ini tidak mengakui Yazid, mereka menghasut dan mengangkat Husein sebagai khalifah dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karballa, sebuah daerah di dekat kuffah. Tentara dan seluruh keluarga Husein kalah dan Husein sendiri terbunuh.
Perlawanan orang – orang syi’ah tidak padam dengan sebab terbunuhnya Husein. Gerakan yang dipelopori oleh kaum syi’ah bahkan menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas. Gerakan ini baru dapat di hancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan Dinasti ini dapat di arahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota disekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Andalus). Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). ketika dinobatkan menjadi khalifah, dia menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negri yang berada dalam wilayah islam lebih baik dari pada menambah perluasannya. Ini berari prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menyadarkan kaum syi’ah.
Deklarasi pengangkatan Yazid bin Muawiyah sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat. Akibatnya terjadi perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Dalam hal ini Abdurrahman bin Abu Bakar berpendapat bahwa pengangkatan ini tak ubahnya sebuah heracliusisme, yaitu ketika seorang heraclius meninggal akan digantikan oleh heraclius yang lain. Pelanggaran terhadap perjanjian yang disepakati antara Hasan bin Ali dan Muawiyah telah terjadi dalam hal ini. Sebab dalam perjanjian itu disebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kapada umat Islam.
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi kekuatan kembali. Perlawanan pertama dimulai oleh Husein bin Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam sebuah pertempuran tidak seimbang di Karbala, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala.
Pemerintahan Yazid tak henti menuai pemberotakan. Puncaknya ketika Abdullah bin Zubair dan gerakan oposisinya yang dibina di Makkah meyatakan menolak sumpah setia terhadap Yazid. Tentara Yazid kemudian mengepung Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran tak dapat dihindarkan. Namun, pertempuran itu terhenti karena Yazid wafat.
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi kekuatan kembali. Perlawanan pertama dimulai oleh Husein bin Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam sebuah pertempuran tidak seimbang di Karbala, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala.
Pemerintahan Yazid tak henti menuai pemberotakan. Puncaknya ketika Abdullah bin Zubair dan gerakan oposisinya yang dibina di Makkah meyatakan menolak sumpah setia terhadap Yazid. Tentara Yazid kemudian mengepung Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran tak dapat dihindarkan. Namun, pertempuran itu terhenti karena Yazid wafat.
Ketika Yazîd naik tahta sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Kemudian Yazîd mengirim surat kepada gubernur Madinah untuk memaksa semua penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini ia berhasil membuat penduduk Madinah tunduk kepadanya, kecuali Husein bin `Alî dan `Abdullah bin Zubair. Bersamaan dengan itu, kelompok Syi`ah melakukan konsolidasi. Perlawanan terhadap Banî Umayyah dimulai oleh Husein. Pada tahun 680 M, Husein pindah dari Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi`ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui kekhalifahan Yazîd, dan mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, tentara Husein kalah, dan Husein sendiri mati terbunuh (Yatim, 2000:45).
Perlawanan orang Syi`ah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Bahkan mereka menjadi lebih keras, gigih, dan tersebar luas. Di antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Ia mendapat banyak pengikut dari kalangan mawâli (umat Islam non-Arab, berkebangsaan Persia), Armenia, dan lain-lain yang pada masa Banî Umayyah mereka dianggap warga negara kelas dua. Akhirnya Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan oposisi lainnya, gerakan `Abdullah bin Zubair.
`Abdullah bin Zubair membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah ia menolak sumpah setia kepada Yazîd. Dan ia menyatakan secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein terbunuh. Tentara Yazîd kemudian menggempur Mekkah, peperangan tak terhindarkan sampai akhirnya Yazîd meninggal. Gerakan `Abdullah baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan `Abdul Mâlik, di mana tentara Banî Umayyah dipimpin al-Hajjâj.
Selain gerakan di atas, gerakan anarkis lainnya dilancarkan kelompok Khawârij, dan akhirnya golongan Syi`ah dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan ini yang membuat orientasi pemerintahan dinasti dapat diarahkan kepada pengamanan daerah di wilayah Timur dan Afrika Utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol. Hubungan pemerintahan dengan kelompok oposisi membaik terjadi pada masa kekhalifahan `Umar bin `Abdul `Azîz (717-720 M) (Yatim, 2000:46).
Sejak khilafah berpindah dari Imam al Hasan bin Ali bin Abi
Thalib as., tampuk kekuasaan telah beralih ke tangan orang-orang yang hanya
cinta kekuasaan dan harta. Cita-cita luhur Islam, yaitu menegakkan keadilan dan
kebenaran, jauh dari keinginan mereka. Sejak itu,
dunia Islam berubah. Kaum Muslimin terombang-ambing dengan
perasaan cemas. Mereka berada diantara dua pilihan; tetap mewujudkan
cita-cita Rasulullah saww. atau hanyut terseret oleh arus ambisi para penguasa
yang rakus dan serakah. Dalam menentukan pilihan itu, mereka tidak bisa
lepas dari iming-iming dunia atau ancaman dan terror.
Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib as. hidup pada situasi
seperti itu. Dengan cermat, beliau menjelaskan kondisi masyarakat Islam saat
itu, " Sesungguhnya sunah-sunah telah dimatikan dan bid'ah-bid'ah telah
dihidupkan", dan dalam mengomentari kepemimpinan waktu itu, beliau
berkata, " Selamat jalan untuk Islam di saat umat Islam dipimpin oleh
seorang pengembala semacam Yazid ".
Sebagai cucu Nabi saww., Imam Husain as. merasa dirinya sebagai orang yang paling bertanggung jawab untuk merubah masyarakat Islam dari keadaan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Beliau tidak mungkin membiarkan masyarakat Islam dipimpin oleh seorang yang dzalim dan merusak agama Allah swt. Gerakan perlawanan Imam Husain as. ini merupakan lanjutan dari pergerakan kakeknya, Nabi Muhammad saww.
Dalam menyaksikan kedzaliman yang telah masuk dalam kekuasaan, Imam Husain as. dengan tegas menyatakan pilihannya untuk bangkit melawan kedzaliman meskipun kematian sebagai konsekuensinya, " Sesungguhnya Aku tidak melihat mati kecuali kebahagiaan, dan hidup bersama orang-orang yang dzalim tidak lain dari kejemuan (menjemukan)"
Sebagai cucu Nabi saww., Imam Husain as. merasa dirinya sebagai orang yang paling bertanggung jawab untuk merubah masyarakat Islam dari keadaan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Beliau tidak mungkin membiarkan masyarakat Islam dipimpin oleh seorang yang dzalim dan merusak agama Allah swt. Gerakan perlawanan Imam Husain as. ini merupakan lanjutan dari pergerakan kakeknya, Nabi Muhammad saww.
Dalam menyaksikan kedzaliman yang telah masuk dalam kekuasaan, Imam Husain as. dengan tegas menyatakan pilihannya untuk bangkit melawan kedzaliman meskipun kematian sebagai konsekuensinya, " Sesungguhnya Aku tidak melihat mati kecuali kebahagiaan, dan hidup bersama orang-orang yang dzalim tidak lain dari kejemuan (menjemukan)"
Di saat Yazid putra Mu'awiyah berkuasa semen-mena, dan
masyarakat dirundung rasa takut dan prustasi, Imam Husain as. bangkit untuk
mengingatkan mereka bahwa jika mereka membiarkan Yazid berkuasa dan
meninggalkan ajaran-ajaran Nabi saww., maka akan terjadi bahaya yang mengancam
nilai-nilai agama, sosial dan kemanusiaan. Atas dasar itu, gerakan Imam Husain
as. adalah gerakan kesadaran religius. Beliau mengajak manusia agar kembali ke
ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saww. Karena itu, sebagian ulama
mengartikan ucapan Nabi saww. yang berbunyi, " Husain dariku dan Aku dari
Husain " bahwa gerakan Imam Husain as. merupakan lanjutan dari gerakan
kakeknya, Nabi saww., dan bahwa gerakan ini juga mengingatkan kembali
masyarakat Islam akan perjuangan Nabi saww. pada masa-masa sebelumnya. Penulis
Kristen berkebangsaan Suria, Antoane Bara dengan apik mengatakan,
" Kepribadian Husain bin Ali as. adalah samudra yang luas dari model-model etika dan akhlak kenabian. Perlawanannya merupakan ruang yang luas dari fakta-fakta moral dan ideologis. Barangkali kita membayangkan salah satu tanda keagungan dalam kepribadian ini dari ucapan kakeknya, Rasulullah saw. " Husain dariku dan Aku dari Husain ". Maka kemanusiaan sang cucu naik menuju derajat kenabian sang kakek ( Aku dari Husain), dan kenabian sang kakek turun ke tempat kemanusiaan sang cucu (Husain dariku)
" Kepribadian Husain bin Ali as. adalah samudra yang luas dari model-model etika dan akhlak kenabian. Perlawanannya merupakan ruang yang luas dari fakta-fakta moral dan ideologis. Barangkali kita membayangkan salah satu tanda keagungan dalam kepribadian ini dari ucapan kakeknya, Rasulullah saw. " Husain dariku dan Aku dari Husain ". Maka kemanusiaan sang cucu naik menuju derajat kenabian sang kakek ( Aku dari Husain), dan kenabian sang kakek turun ke tempat kemanusiaan sang cucu (Husain dariku)
Selain gerakan religius, gerakan Imam Husain as. juga sebuah
gerakan sosial dan kemanusiaan, karena gerakan itu bertujuan menjatuhkan sistem
kekuasaan yang dzalim,. kekuasaan yang dijadikan sebagai alat untuk kepentingan
penguasa dan kroninya dengan mengabaikan hak-hak masyarakat luas. Al Ashfahâni
dalam al Aghânî-nya menulis,
" Yazid adalah orang yang pertama kali dari para khulafa yang membiasakan pesta pora, mengundang para penyanyi, melakukan dengan terang-terangan penistaan dan minum khamar "
Ibnu Katsir juga menceritakan,
" Yazid terkenal suka berpesta, minum khamar, bernyanyi, berburu, dan memelihara anjing serta memperlombakan adu domba, beruang dan kera. Tiada satu haripun berlalu kecuali dia mabuk karena minum khamar ".
" Yazid adalah orang yang pertama kali dari para khulafa yang membiasakan pesta pora, mengundang para penyanyi, melakukan dengan terang-terangan penistaan dan minum khamar "
Ibnu Katsir juga menceritakan,
" Yazid terkenal suka berpesta, minum khamar, bernyanyi, berburu, dan memelihara anjing serta memperlombakan adu domba, beruang dan kera. Tiada satu haripun berlalu kecuali dia mabuk karena minum khamar ".
Setelah Mu'awiyah mengangkat putranya, Yazid sebagai putra
mahkota yang kelak akan menggantikannya. Dia berpesan kepada putaranya itu agar
menggunakan langkah-langkah yang tepat dalam memaksa Imam Husain as. untuk
berbay'at kepadanya. Namun, Yazid bukanlah seorang yang cerdas seperti ayahnya,
Muawiyah. Maka segera setelah Muawiyah mati, Yazid menulis surat kepada wali
kota Madinah, Walid bin 'Utbah untuk memaksa Imam Husain as supaya berbay'at
kepadanya. Jika beliau menolak, maka penggalah lehernya. Sejarawan, al Thabari
menceritakan,
" Setelah Muawiyah mati, Yazid dibay'at sebagai khalifah pada bulan Rajab tahun enam puluh, dan yang menjadi amir di Madinah adalah al Walid bin 'Utbah bin Abu Sufyan. Di saat dilantik, Yazid tidak mempunyai ambisi kecuali memperoleh bay'at dari orang-orang yang menolak ajakan Muawiyah untuk membay'atnya di saat dia masih menjadi putra mahkota, dan dia ingin agar urusan mereka selesai. Dia menulis surat kepada al Walid dan memberitahunya tentang kematian Muawiyah. Dia berkata, " Ambilah al Husain, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair secara paksa. Mereka tidak punya pilihan kecuali berbay'at ".
" Setelah Muawiyah mati, Yazid dibay'at sebagai khalifah pada bulan Rajab tahun enam puluh, dan yang menjadi amir di Madinah adalah al Walid bin 'Utbah bin Abu Sufyan. Di saat dilantik, Yazid tidak mempunyai ambisi kecuali memperoleh bay'at dari orang-orang yang menolak ajakan Muawiyah untuk membay'atnya di saat dia masih menjadi putra mahkota, dan dia ingin agar urusan mereka selesai. Dia menulis surat kepada al Walid dan memberitahunya tentang kematian Muawiyah. Dia berkata, " Ambilah al Husain, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair secara paksa. Mereka tidak punya pilihan kecuali berbay'at ".
Dalam riwayat lain disebutkan,
" Yazid menulis surat kepada al Walid dan memintanya agar mengambil bay'at dari penduduk Madinah, khususnya al Husain. Yazid berkata, " Jika dia (al Husain) menolak, maka pengallah lehernya ".
Dalam menjawab desakan al Walid itu, Imam Husain as berkata,
" Tidak, demi Allah ! Aku tidak akan menjulurkan tanganku seperti orang yang hina dan tidak akan memberikan pengakuan seperti budak. Ketahuilah, sesungguhnya anak zina putra anak zina itu telah menetapkan antara dua hal; menyerah dan kehinaan . Sungguh kami jauh dari kehinaan. Allah, RasulNya dan kaum Mukminin telah menjauhkannya dari kami. Nenek moyang kami yang mulia, rumah-rumah yang suci, orang-orang yang tahu harga diri, dan jiwa-jiwa yang besar tidak akan mengutamakan ketaatan kepada orang-orang hina daripada bertarung sebagai kesatria ".
Nilai yang diperjuangkan Imam Husain as. sehingga korban sebagai martyr adalah harga diri yang luhur dan nilai kemerdekaan dari penindasan dan kehinaan, sebagaimana yang dikatakan oleh Antaone Bara dalam pendahuluan bukunya, The Saviour,
" Perlawanan yang dikobarkan Husain bin Ali as. dalam dada yang beriman dan batin yang merdeka merupakan suatu hikayat kebebasan yang dikubur hidup-hidup oleh kezaliman pada setiap zaman dan tempat "
" Yazid menulis surat kepada al Walid dan memintanya agar mengambil bay'at dari penduduk Madinah, khususnya al Husain. Yazid berkata, " Jika dia (al Husain) menolak, maka pengallah lehernya ".
Dalam menjawab desakan al Walid itu, Imam Husain as berkata,
" Tidak, demi Allah ! Aku tidak akan menjulurkan tanganku seperti orang yang hina dan tidak akan memberikan pengakuan seperti budak. Ketahuilah, sesungguhnya anak zina putra anak zina itu telah menetapkan antara dua hal; menyerah dan kehinaan . Sungguh kami jauh dari kehinaan. Allah, RasulNya dan kaum Mukminin telah menjauhkannya dari kami. Nenek moyang kami yang mulia, rumah-rumah yang suci, orang-orang yang tahu harga diri, dan jiwa-jiwa yang besar tidak akan mengutamakan ketaatan kepada orang-orang hina daripada bertarung sebagai kesatria ".
Nilai yang diperjuangkan Imam Husain as. sehingga korban sebagai martyr adalah harga diri yang luhur dan nilai kemerdekaan dari penindasan dan kehinaan, sebagaimana yang dikatakan oleh Antaone Bara dalam pendahuluan bukunya, The Saviour,
" Perlawanan yang dikobarkan Husain bin Ali as. dalam dada yang beriman dan batin yang merdeka merupakan suatu hikayat kebebasan yang dikubur hidup-hidup oleh kezaliman pada setiap zaman dan tempat "
Secara umum, yang mendorong Imam Husain as. untuk bangkit
melawan Yazid adalah dorongan religius dan kemanusiaan. Namun, perlu kita bahas
lebih rinci apa saja yang menjadi faktor kebangkitan beliau itu, meskipun kita
yakin bahwa faktor-faktor itu bersumber dari nilai-nilai religius dan
kemanusiaan. Dengan membahas faktor-faktor itu secara rinci, kita akan
mendapatkan bahwa gerakan Imam Husain as. bukanlah gerakan bunuh diri yang
berangkat dari rasa prustasi yang dalam terhadap kondisi kepemimpinan dan
masyarakat Islam waktu itu, atau gerakan beliau merupakan sebuah pembangkangan
terhadap kepemimpinan Islam yang ter-implementasikan dalam diri Yazid bin Muawiyah.
Berikut ini penjelasan ringkas tentang faktor-faktor gerakan Imam Husain as.
Penolakan Bay'at kepada Yazid sebagai Khalifah.
Faktor ini terungkap dengan jelas dari ucapan Imam Husain
as. ketika menolak al Walid, wali kota Madinah, untuk membay'at Yazid,
"" Tidak, demi Allah ! Aku tidak akan menjulurkan tanganku seperti
orang yang hina dan tidak akan memberikan pengakuan seperti budak ".
Penolakan ini dilakukan oleh beliau karena dalam keyakinannya, Yazid diangkat oleh ayahnya sendiri tanpa sebuah landasan atau legitimasi agama yang benar. Muawiyah sendiri menjadi khalifah melalui proses yang licik dan kotor seperti; teror, pembunuhan, manipulasi dan suap. Lebih dari itu, Yazid bukanlah sosok yang pantas menjadi khalifah kaum Muslimin. Sejarah mencatat bagaimana perbuatan dan tindakan Yazid yang kejam terhadap lawan-lawan politiknya, dan bagaimana dia telah melanggar ajaran-ajaran Islam. Oleh karenanya, Imam Husain as. segera berkomentar menyusul pelantikan Yazid sebagai khalifah, " Selamat jalan untuk Islam di saat umat Islam dipimpin oleh seorang pengembala semacam Yazid ".
Dalam riwayat lain, beliau juga berkata kepada Marwan,
" Kami adalah keluarga kenabian, sumber kerasulan, tempat persinggahan para Malaikat dan muara rahmat. Dengan kami lah Allah membuka (ajarannya) dan dengan kami pula lah Dia menutupnya.Yazid adalah seorang fasik, peminum khamar, pembunuh jiwa yang terhormat dan pengumbar kefasikan. Orang semacamku tidak akan membay'at orang seperti dia, namun apa yang akan terjadi dan kita lihat siapakah yang berhak menjadi khalifah dan berhak untuk dibay'at ".
Penolakan ini dilakukan oleh beliau karena dalam keyakinannya, Yazid diangkat oleh ayahnya sendiri tanpa sebuah landasan atau legitimasi agama yang benar. Muawiyah sendiri menjadi khalifah melalui proses yang licik dan kotor seperti; teror, pembunuhan, manipulasi dan suap. Lebih dari itu, Yazid bukanlah sosok yang pantas menjadi khalifah kaum Muslimin. Sejarah mencatat bagaimana perbuatan dan tindakan Yazid yang kejam terhadap lawan-lawan politiknya, dan bagaimana dia telah melanggar ajaran-ajaran Islam. Oleh karenanya, Imam Husain as. segera berkomentar menyusul pelantikan Yazid sebagai khalifah, " Selamat jalan untuk Islam di saat umat Islam dipimpin oleh seorang pengembala semacam Yazid ".
Dalam riwayat lain, beliau juga berkata kepada Marwan,
" Kami adalah keluarga kenabian, sumber kerasulan, tempat persinggahan para Malaikat dan muara rahmat. Dengan kami lah Allah membuka (ajarannya) dan dengan kami pula lah Dia menutupnya.Yazid adalah seorang fasik, peminum khamar, pembunuh jiwa yang terhormat dan pengumbar kefasikan. Orang semacamku tidak akan membay'at orang seperti dia, namun apa yang akan terjadi dan kita lihat siapakah yang berhak menjadi khalifah dan berhak untuk dibay'at ".
Ajakan Penduduk Kufah.
Penduduk Kufah dikenal sebagai pengikut Imam Ali bin Abi
Thalib as.. Karena itu, Imam Ali bin Thalib as. memindahkan pusat khilafah
Islamiyah dari Madinah ke Kufah sehingga beliau syahid di sana. Sejak
Imam Ali as. wafat, kemudian disusul dengan perdamaian (shulh) antara Imam
Hasan bin Ali as dengan Muawiyah, dan tidak lama kemudian Imam Hasan as. wafat
karena diracun oleh istrinya sendiri, karena rayuan dan janji Muawiyah,
penduduk Kufah hidup dalam pengawasan yang ketat dari Muawiyah, yang memusatkan
kekuasaannya di Syâm. Dalam benak Muawiyah, Kufah adalah basis kekuatan para
pengikut Ahlul Bait. Oleh karena itu, yang diangkat menjadi wali kota Kufah
adalah orang-orang yang sangat benci kepada Ahlul Bait dan dikenal loyal kepada
Muawiyah. Sejak itu, penduduk Kufah dalam tekanan dan teror.
Ketika mereka mendengar bahwa Imam Husain as. menolak bay'at
kepada Yazid dan keluar dari Madinah menuju Mekah, mereka meminta kepada al
Husain as. agar berangkat ke Kufah, dan mereka menyatakan siap membay'at Imam
Husain as. untuk dinobatkan sebagai khalifah. Untuk itu mereka bersedia
membelanya dalam menghadapi Yazid. Berkenaan dengan itu, al Thabari
menceritakan,
" Telah sampai kepada penduduk Kufah kematian Muawiyah
dan penolakan al Husain, (Abdullah) Ibnu Zubair dan (Abdullah) Ibnu Umar dari
bay'at. Mereka berkumpul dan menulis sebuah surat kepada al Husain…Amma ba'du,
Segala puji bagi Allah yang telah mematahkan musuhmu yang kejam dan durhaka,
yang menguasai umat ini lalu merampas kepemimpinan mereka dan bersekongkol atas
mereka tanpa mendapat perseujuan dari mereka….Sekarang tidak ada yang memimpin
kami. Datanglah kepada kami, semoga Allah mengumpulkan kami bersamamu di atas
kebenaran…."
Dalam riwayat Thabari yang lain, " Penduduk Kufah menulis surat kepada beliau, " Sesungguhnya bersamamu seratus ribu (orang) "
Atas dasar permintaan dan kesiapan penduduk Kufah itu, Imam Husain as. pergi meninggalkan Mekah menuju Kufah. Sebelumnya, beliau mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah untuk memastikan keadaan mereka yang sebenarnya.
Dalam riwayat Thabari yang lain, " Penduduk Kufah menulis surat kepada beliau, " Sesungguhnya bersamamu seratus ribu (orang) "
Atas dasar permintaan dan kesiapan penduduk Kufah itu, Imam Husain as. pergi meninggalkan Mekah menuju Kufah. Sebelumnya, beliau mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah untuk memastikan keadaan mereka yang sebenarnya.
Menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar.
Amar ma'ruf dan nahi munkar adalah doktrin yang sangat
penting sekali dalam agama Islam. Faktor ini yang akan menjadi pokok pembahasan
kami dalam tulisan ini. Namun, sebelum kami membahas doktrin amar ma'ruf dan
nahi munkar ini, ada baiknya kami jelaskan sedikit tentang sejauh mana peranan
dua faktor tadi (penolakan bay'at dan ajakan penduduk Kufah) dalam gerakan Imam
Husain as.
Dalam bukunya " Hamâse-e Husaini ", Muthahhari,
seorang filusuf Islam kontemporer kelahiran Iran, berpendapat bahwa dua faktor
ini mempunyai peranan dan pengaruh tersendiri dalam gerakan Imam Husain as.,
meskipun bukan sebagai faktor yang dominan dan utama. Penolakan bay'at kepada
Yazid sebagai khalifah jelas terungkap dari ucapan beliau. Penolakan ini sangat
berarti bagi Imam Husain as. karena kedudukannya sebagai cucu Nabi saww. Posisi
beliau setelah kepergian ayah dan saudaranya, Imam Ali bin Abi Thalib as. dan
Imam Hasan as., menjadi sangat sensitif bagi kaum Muslimin. Mereka menanti
sikap yang akan ditunjukan oleh beliau berkenaan dengan pengangkatan Yazid
sebagai khalifah yang tanpa memiliki landasan yang benar. Apa yang akan dilakukan
oleh beliau akan menjadi reference bagi mereka dalam menyikapi khilafah Yazid.
Imam Husain as. mengetahui dengan baik dan lebih dari
siapapun tentang kondisi khilafah Islamiyah pada masa itu. Beliau adalah saksi
hidup atas segala prilaku Muawiyah yang mengambil-alih khilafah dengan cara
yang licik dan kotor. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Muawiyah memerangi
ayahnya dan melakukan tipu muslihat dan konspirasi yang jahat terhadapnya.
Sebagaimana beliau tidak akan pernah melupakan pengkhianatan Muawiyah terhadap
kakaknya, Imam Hasan as., setelah kesepakatan damai (shulh) dan dilanjutkan
dengan pembunuhan atasnya. Semua itu dilakukan oleh Muawiyah untuk sebuah
rencana besar, yaitu kekuasaan yang diperuntukan untuk klannya, Bani Umayyah.
Untuk mencapai rencana itu, Muawiyah tidak segan-segan merubah ajaran-ajaran
Islam. Hal itu dibuktikan dengan pengangakatan Yazid, seorang pemuda dengan
sifat-sifat dan watak yang telah kami sebutkan di atas.
Bertolak dari kedudukuannya yang sentral dan pengetahuannya
tentang semua itu, Imam Husain as. tidak mungkin mengakui Yazid sebagai
khalifah yang akan memimpin kaum Muslimin. Meski beliau menolak bay'at dengan
tegas, tapi itu bukanlah alasan utama bagi beliau untuk bangkit melawan Yazid.
Menolak bay'at tidak dengan sendirinya harus di-implementasikan dengan
perlawanan.
Sedangkan ajakan penduduk Kufah agar Imam Husain as. pergi ke Kufah dan kesediaan mereka untuk membay'at beliau sebagai pemimpin serta kesiapan mereka untuk membela beliau, juga bukan faktor utama dan dominan dalam kebangkitan Imam Husain as. melawan Yazid. Menurut Mutahhari, justru ajakan mereka itu muncul setelah mereka mengetahui bahwa Imam Husain as. menolak bay'at dan akan bangkit melawan Yazid. Tidak sebaliknya, yakni kebangkitan Imam Husain as. sebagai akibat dari ajakan dan kesediaan mereka, karena beliau menyatakan kebangkitannya itu ketika beliau hendak meninggalkan kota Madinah menuju Mekah, sedangkan surat dari penduduk Kufah sampai kepada beliau setelah beliau menetap di Mekah dua bulan .
Sedangkan ajakan penduduk Kufah agar Imam Husain as. pergi ke Kufah dan kesediaan mereka untuk membay'at beliau sebagai pemimpin serta kesiapan mereka untuk membela beliau, juga bukan faktor utama dan dominan dalam kebangkitan Imam Husain as. melawan Yazid. Menurut Mutahhari, justru ajakan mereka itu muncul setelah mereka mengetahui bahwa Imam Husain as. menolak bay'at dan akan bangkit melawan Yazid. Tidak sebaliknya, yakni kebangkitan Imam Husain as. sebagai akibat dari ajakan dan kesediaan mereka, karena beliau menyatakan kebangkitannya itu ketika beliau hendak meninggalkan kota Madinah menuju Mekah, sedangkan surat dari penduduk Kufah sampai kepada beliau setelah beliau menetap di Mekah dua bulan .
Adapun Kufah menjadi pilihan beliau sebagai titik tolak
perlawanannya terhadap Yazid, menurut Mutahhari, dikarenakan latar belakang
penduduk Kufah sebagai basis kekuatan ayahnya, Imam Ali bin Abi Thalib as.,
selama perang melawan Muawiyah.
Kalau dua faktor di atas bukanlah faktor utama dan dominan dalam kabangkitan al Husain as. dan perlawanannya terhadap Yazid, maka sebenarnya amar ma'ruf dan nahi munkar lah yang menjadi faktor utama dan dominan dalam kebangkitannya. Berdasarkan asumsi ini, Imam Husain as. adalah seorang reformis bahkan revolusioner yang tidak akan diam melihat kemunkaran dan kedzaliman, dan beliau adalah seorang yang menginginkan tegaknya keadilan dan kebenaran. Kebangkitan dan perlawanannya terhadap Yazid akan dilakukannya sebagai bentuk perwujudan dari amar ma'ruf dan nahi munkar, baik beliau dimintai bay'at atau tidak dimintai. Dan karena faktor ini juga, beliau akan bangkit meskipun penduduk Kufah tidak menulis surat kepada beliau. Adanya ajakan atau tidak adanya ajakan dari mereka tidak akan mempengaruhi rencana perlawanannya terhadap Yazid.
Rencana melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar ini diungkapkan oleh Imam Husain as. beberapa saat sebelum meninggalkan Madinah. Beliau. menulis sebuah wasiat kepada saudara se-ayahnya yang bernama Muhammad al Hanafiyah putra Ali bin Abi Thalib as. Diantara pesannya adalah,
" Sesungguhnya Aku tidak bangkit sebagai seorang yang angkuh dan sombong, juga tidak untuk melakukan kerusakan dan kedzaliman. Sesungguhnya Aku keluar untuk menuntut perbaikan pada umat kakekku. Aku hendak melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, serta bertindak seperti tindakan kakekku dan ayahku, Ali bin Abi Thalib ".
Kalau dua faktor di atas bukanlah faktor utama dan dominan dalam kabangkitan al Husain as. dan perlawanannya terhadap Yazid, maka sebenarnya amar ma'ruf dan nahi munkar lah yang menjadi faktor utama dan dominan dalam kebangkitannya. Berdasarkan asumsi ini, Imam Husain as. adalah seorang reformis bahkan revolusioner yang tidak akan diam melihat kemunkaran dan kedzaliman, dan beliau adalah seorang yang menginginkan tegaknya keadilan dan kebenaran. Kebangkitan dan perlawanannya terhadap Yazid akan dilakukannya sebagai bentuk perwujudan dari amar ma'ruf dan nahi munkar, baik beliau dimintai bay'at atau tidak dimintai. Dan karena faktor ini juga, beliau akan bangkit meskipun penduduk Kufah tidak menulis surat kepada beliau. Adanya ajakan atau tidak adanya ajakan dari mereka tidak akan mempengaruhi rencana perlawanannya terhadap Yazid.
Rencana melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar ini diungkapkan oleh Imam Husain as. beberapa saat sebelum meninggalkan Madinah. Beliau. menulis sebuah wasiat kepada saudara se-ayahnya yang bernama Muhammad al Hanafiyah putra Ali bin Abi Thalib as. Diantara pesannya adalah,
" Sesungguhnya Aku tidak bangkit sebagai seorang yang angkuh dan sombong, juga tidak untuk melakukan kerusakan dan kedzaliman. Sesungguhnya Aku keluar untuk menuntut perbaikan pada umat kakekku. Aku hendak melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, serta bertindak seperti tindakan kakekku dan ayahku, Ali bin Abi Thalib ".
Dari pernyataan Imam Husain as. ini terungkap dengan jelas
tujuan kebangkitan beliau. Beliau ingin memperbaiki keadaan masyarakat Islam,
khususnya menyangkut kekuasaan. Dan itu merupakan tugas dan tanggung jawab
syar'i bagi setiap orang muslim. Tugas dan tanggung jawab ini menjadi lebih
besar dan sensitif bagi beliau karena kedudukannya sebagai cucu Nabi saww. dan
tokoh agama. Oleh karenanya, beliau harus berada pada barisan yang paling depan
dalam membela agama Islam yang dibawa oleh kakeknya, dan harus bangkit sebelum
yang lainnya dalam meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
Yazid.
Imam Husain menjelaskan tentang kondisi masyarakat Islam waktu itu dengan mengatakan,
" Tidakkah kalian melihat bahwa kebenaran tidak lagi dijalankan dan kebatilan tidak lagi ditinggalkan ? (pada saat seperti ini) maka orang mukmin lebih menyukai untuk perjumpaan dengan Tuhannya ".
Berangkat dari kondisi itu, ketika berhadapan dengan pasukan al Hurr al Riyâhî, Imam Husain as. kembali menegaskan tujuan perlawanannya terhadap Yazid. Beliau menyeru kepada mereka,
" Wahai manusia, sesungguhnya Rasulullah saww. bersabda, " Barang siapa dari kalian melihat penguasa yang dzalim, menghalalkan yang diharamkan oleh Allah, melanggar janji Allah dan menentang sunnah Rasulullah saww. serta memperlakukan hamba-hamba Allah dengan kejam dan permusuhan, namun dia tidak berupaya merubah penguasa itu dengan perbuatan maupun ucapan, maka pantas bagi Allah menggabungkannya dengan penguasa itu. Ketahuilah, mereka telah mengikat diri untuk mentaati setan dan meninggalkan ketaatan kepada Allah. Mereka telah melakukan kerusakan, menghentikan hukum-hukum, meng-eksploitasi kekayaan negara, menghalalkan yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan yang dihalalkanNya. Aku lah orang yang paling berhak mengadakan perubahan ".
Imam Husain menjelaskan tentang kondisi masyarakat Islam waktu itu dengan mengatakan,
" Tidakkah kalian melihat bahwa kebenaran tidak lagi dijalankan dan kebatilan tidak lagi ditinggalkan ? (pada saat seperti ini) maka orang mukmin lebih menyukai untuk perjumpaan dengan Tuhannya ".
Berangkat dari kondisi itu, ketika berhadapan dengan pasukan al Hurr al Riyâhî, Imam Husain as. kembali menegaskan tujuan perlawanannya terhadap Yazid. Beliau menyeru kepada mereka,
" Wahai manusia, sesungguhnya Rasulullah saww. bersabda, " Barang siapa dari kalian melihat penguasa yang dzalim, menghalalkan yang diharamkan oleh Allah, melanggar janji Allah dan menentang sunnah Rasulullah saww. serta memperlakukan hamba-hamba Allah dengan kejam dan permusuhan, namun dia tidak berupaya merubah penguasa itu dengan perbuatan maupun ucapan, maka pantas bagi Allah menggabungkannya dengan penguasa itu. Ketahuilah, mereka telah mengikat diri untuk mentaati setan dan meninggalkan ketaatan kepada Allah. Mereka telah melakukan kerusakan, menghentikan hukum-hukum, meng-eksploitasi kekayaan negara, menghalalkan yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan yang dihalalkanNya. Aku lah orang yang paling berhak mengadakan perubahan ".
Kebangkitan dan perlawanan ini dilakukan tidak dalam rangka
balas dendam atau merebut kekuasaan, seperti yang diyakini oleh sementara
orang. Antoane Bara berkata,
" Ketika melakukan revolusi, Husain bin Ali as. tidak melakukannya untuk meraih kursi kekuasaan. Ini karena tujuannya tidaklah berangkat dari kepentingan-kepentingan individu yang sementara. Tujuannya bukanlah bagi dirinya semata, tetapi bagi anak-cucu dan generasi-generasi manusia di masa mendatang, yang akan mengetahui bagaimana bentuk pengorbanan dalam membela akidah sehingga dapat diselamatkan secara gemilang ".
Tidaklah heran tujuan suci ini menjadi faktor utama dari gerakan dan kebangkitan Imam Husain as., karena beliau hidup dalam limpahan perhatian kakeknya, Rasulullah saww. yang menolak tawaran-tawaran dunia, dan yang memilih kehidupan yang serba kurang dari kehidupan yang serba cukup. Beliau dilahirkan dari rahim seorang ibu yang terbiasa mengerjakan urusan dunianya dengan tangannya sendiri hingga tangannya melepuh, padahal ayahnya baru saja mendapatkan harta rampasan perang yang banyak. Beliau tumbuh dewasa mendampingi seorang ayah yang telah men-talak dunia dengan talak tiga. Karena latar belakang psikolgis dan pendidikan spiritual seperti itu, maka jauh dari pikiran beliau sebuah ambisi kekuasaan. Kekuasaan akan diterima olehnya jika dengan kekuasaan itu beliau dapat menegakan keadilan dan kebenaran. Sebagaimana ucapan ayahnya sendiri, Ali bin Thalib as,
" Demi Allah, kekuasaan kalian itu lebih rendah bagiku dari kotoran binatang, kecuali jika dengan kekuasaan itu, aku dapat menegakkan kebenaran dan keadilan ".
" Ketika melakukan revolusi, Husain bin Ali as. tidak melakukannya untuk meraih kursi kekuasaan. Ini karena tujuannya tidaklah berangkat dari kepentingan-kepentingan individu yang sementara. Tujuannya bukanlah bagi dirinya semata, tetapi bagi anak-cucu dan generasi-generasi manusia di masa mendatang, yang akan mengetahui bagaimana bentuk pengorbanan dalam membela akidah sehingga dapat diselamatkan secara gemilang ".
Tidaklah heran tujuan suci ini menjadi faktor utama dari gerakan dan kebangkitan Imam Husain as., karena beliau hidup dalam limpahan perhatian kakeknya, Rasulullah saww. yang menolak tawaran-tawaran dunia, dan yang memilih kehidupan yang serba kurang dari kehidupan yang serba cukup. Beliau dilahirkan dari rahim seorang ibu yang terbiasa mengerjakan urusan dunianya dengan tangannya sendiri hingga tangannya melepuh, padahal ayahnya baru saja mendapatkan harta rampasan perang yang banyak. Beliau tumbuh dewasa mendampingi seorang ayah yang telah men-talak dunia dengan talak tiga. Karena latar belakang psikolgis dan pendidikan spiritual seperti itu, maka jauh dari pikiran beliau sebuah ambisi kekuasaan. Kekuasaan akan diterima olehnya jika dengan kekuasaan itu beliau dapat menegakan keadilan dan kebenaran. Sebagaimana ucapan ayahnya sendiri, Ali bin Thalib as,
" Demi Allah, kekuasaan kalian itu lebih rendah bagiku dari kotoran binatang, kecuali jika dengan kekuasaan itu, aku dapat menegakkan kebenaran dan keadilan ".
Kebangkitan dan perlawanan Imam Husain as. terhadap
kedzaliman murni terdorong oleh tugas agama, yaitu amar ma'ruf dan nahi munkar.
Untuk tugas ini lah para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah swt., Imam Muhammad
al Baqir as. berkata,
" Sesungguhnya amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan jalan para Nabi".
Oleh karena faktor ini, benar apa yang dikatakan tentang gerakan Imam Husain as. yang berbunyi, " Islam awalnya adalah Muhammad saww. dan kelanjutannya adalah al Husain as."
" Sesungguhnya amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan jalan para Nabi".
Oleh karena faktor ini, benar apa yang dikatakan tentang gerakan Imam Husain as. yang berbunyi, " Islam awalnya adalah Muhammad saww. dan kelanjutannya adalah al Husain as."
Meskipun secara fisik gerakan dan kebangkitan Imam Husain
as. berakhir dengan kematian beliau sebagai syahid, namun gerakan beliau pada
haqiqatnya sebuah letupan besar yang menggoncang dinasti Bani Umayyah. Karena
gerakan dan kebangkitan beliau itu, tersingkaplah rencana jahat dan keburukan
mereka, dan bahwa kepemimpinan Yazid dan ayahnya, Muawiyah, bukanlah kelanjutan
dari kepemimpinan sebelumnya.
Muawiyah dan Yazid ingin membangun kekuasaan untuk golongan mereka dari klan Bani Umayyah. Ketika Imam Husain as. bangkit, masyarakat Islam menyadari bahwa Yazid berada pada pihak yang salah, dan bahwa kepemimpinannya sebagai wujud dari kemunkaran yang tidak ada kaitannya dengan Islam. Mereka kembali sadar bahwa Imam Husain as. lebih berhak menjadi pemimpin dari pada Yazid, bukan karena hubungan darahnya dengan Rasulullah saww., tetapi karena nilai-nilai yang diperjuangkan oleh beliau dan karena integritas kepribadiannya yang luhur.
Muawiyah dan Yazid ingin membangun kekuasaan untuk golongan mereka dari klan Bani Umayyah. Ketika Imam Husain as. bangkit, masyarakat Islam menyadari bahwa Yazid berada pada pihak yang salah, dan bahwa kepemimpinannya sebagai wujud dari kemunkaran yang tidak ada kaitannya dengan Islam. Mereka kembali sadar bahwa Imam Husain as. lebih berhak menjadi pemimpin dari pada Yazid, bukan karena hubungan darahnya dengan Rasulullah saww., tetapi karena nilai-nilai yang diperjuangkan oleh beliau dan karena integritas kepribadiannya yang luhur.
Muawiyah mempunyai rencana untuk menghapus ajaran-ajaran Islam,
dan rencana itu telah dimulainya sejak sebelum Yazid naik tahta. Diangkatnya
Yazid sebagai putra mahkota merupakan bagian dari rencana itu. Kemudian naiknya
sebagai pemimpin setelah Muawiyah diharapkan sebagai titik keberhasilan dari
rencana itu. Namun rencana itu gagal dengan bangkitannya Imam Husain as.
Rencana itu mengalami kegagalan walaupun Yazid tetap berkuasa. Pada akhirnya,
ajaran Islam tetap terpelihara dan kekuasaan Yazid tidak mempunyai pijakan
agama, dan karenanya dia tidak bisa mengklaim sebagai pemimpin Islam.
Kekuasaannya tidak lebih dari kekuasaan para tiran, seperti Fir'aun, Kaisar dan
Kisra.
Imam Ali Zain al Abidin as., putra Imam Husain as. ketika
ditanya oleh Ibrahim bin Thalhah bin Abdullah, " Siapakah yang menang
(maksudnya, dalam perang di Karbala) ?". Beliau menjawab, " Jika
masuk waktu sholat, azan dan iqamatlah, niscaya kamu akan mengetahui
siapa yang menang ? ". Beliau ingin menyatakan bahwa ajaran sholat tetap
ada, tidak terhapus, dan ketika azan dan iqamah dikumandangkan, nama Muhammad
saww., yang tidak lain adalah kakek Imam Husain as., pasti akan disebutkan.
Kenyataan ini merupakan bukti kegagalan rencana Muawiyah tersebut.
Selain itu, melalui kebangkitannya, Imam Husain as. ingin
mengajarkan kepada masyarakat Islam bahwa perlawanan tidak hanya terhadap
orang-orang kafir yang memerangi Islam saja. Tetapi siapapun yang berusaha
menghapus ajaran Islam dengan kekuatan, maka harus dilawan dengan kekuatan
juga, meskipun dia menggunakan simbol-simbol agama. Haqiqat perlawanan Imam
Husain as. adalah menolak segala bentuk kedzaliman dan penyimpangan agama.
Kemudian pada perkembangan berikutnya, menyusul gugurnya
Imam Husain as. di padang Karbala, bermunculan gerakan-gerakan yang melawan
para penguasa yang dzalim di tengah masyarakat Islam sendiri, seperti,
kebangkitan Tawwâbîn, perlawanan penduduk Madinah, kebangkitan Mukhtar al
Tsaqafi, gerakan Muthrif bin al Mughîrah, gerakan Zaid bin Ali bin al Husain
as. dan kebangkitan Abu al Sarâyâ. Meskipun gerakan-gerakan dan kebangkitan-kebangkitan
ini kecil, namun muncul secara bersusulan hingga tumbangnya dinasti Bani
Umayyah. Dan gerakan-gerakan itu sebagai reaksi atas kedzaliman dan
penyimpangan kekuasaan. Dengan cara itu, masyarakat yang mempunyai kesadaran
agama yang tinggi tidak segan memprotes dan melawan para penguasa mereka
sendiri, dan pada gilirannya semangat jihad akan terus berkobar dalam dada dan
jiwa orang-orang yang mulia dan orang-orang yang mempunyai harga diri.
Resonansi kebangkitan Imam Husain as. yang abadi ini, telah diungkapkan oleh
Nabi saww. dalam sabdanya,
" Sesungguhnya pembunuhan putraku al Husain akan meninggalkan gejolak semangat dalam dada orang-orang yang beriman, yang tidak akan pernah padam selamanya".
" Sesungguhnya pembunuhan putraku al Husain akan meninggalkan gejolak semangat dalam dada orang-orang yang beriman, yang tidak akan pernah padam selamanya".
Harga diri dan jiwa mulia yang membedakan seseorang dari
yang lainnya. Imam Husain as. dan para pengikutnya di Karbala adalah
orang-orang yang berjiwa mulia dan mempunyai harga diri sehingga tidak akan
tunduk pada kehendak orang-orang pandir dan licik. Pada detik-detik
kesyahidannya, beliau melantukan bait-bait,
Kematian lebih baik dari menanggung kehinaan
Menanggung kehinaan lebih utama dari masuk neraka
Aku lah al Husain putra Ali
Aku bersumpah tidak akan mundur
kan kubela keluarga ayahku
kan kuberjalan di atas agama Nabi
Kematian lebih baik dari menanggung kehinaan
Menanggung kehinaan lebih utama dari masuk neraka
Aku lah al Husain putra Ali
Aku bersumpah tidak akan mundur
kan kubela keluarga ayahku
kan kuberjalan di atas agama Nabi
Komentar
Posting Komentar