Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Catatan Tentang Bunga

Kebun di Wisata petik Apel Malang, Kota Batu "Aku cuma penikmat anggrek, suka lihat, tidak memikirkan Filosofinya. Kalau bunga suka semua. Yang  aneh-anehpun juga suka. Apa lg anggrek hutan..mantap..." ujarnya ketika kutanya tentang Anggrek Aku suka memperhatikan bunga-bunga, mengambil foto cantik mereka. Akhir-akhir ini terlibat pada pemikiran filosofi bunga-bunga. Ah, nyatanya aku tertarik dengan bunga matahari yang warnanya sangat mencolok, menunduk saat penuh kuaci dan malam hari. Ia, lelaki itu menyukai angrek, pesona warna-warna anggrek yang  sederhana memang menjadi daya tarik tersendiri pula.  Ketika bercakap dengan Ibu kak Pram, saat menginap di rumahnya untuk agenda Kelas Inspirasi Lumajang. Ibunya berpesan "angrek ini rawatnya harus hati-hati Nit, disemai dulu bibitnya di tempat terpisah, di rawat terus. Merawatnya harus seperti anak sendiri, kasih sayang agar tidak mati. Kadang Anggrek membalas dengan bunga, kadang hanya daun tumbuh lebat saj

Aku Tak suka maka kumenghindar!

Ada yang tidak aku suka dari pola mendekati yang dilakukan oleh seseorang lelaki. Sejujurnya sejak berkenalan Agustus 2017 lalu, aku senang berteman dengannya. Aku bebas bercerita, videocall dan membahas hal penting hingga tidak penting. Namun, ketika 2018 untuk pertama sekali dia mengatakan menyukaiku dan ingin ke Aceh, aku menghindarinya. Aku membatasi diri untuk mengobrol bahkan chatting dengannya. Apakah dia kurang ganteng? Tidak. Kurang baik? Tidak. Kurang umur? Iya, dia jelas adik sekali bagiku. Mahasiswa kelahiran 1998, apa yang diinginkan? Meski terlihat dewasa tetap saja dia anak-anak bagiku, aku tak bisa menerimanya, sungguh.  2018 itu, dia mulai mengirimiku video-video yang dieditnya, mulai menyukai bunga dan menfotonya seperti yang kulakukan, semua storiesku dipantau dan dikomen, sungguh tak nyaman. Lalu, ia mengambarku dan mengirimkan kepadaku. Aku suka gambarnya tapi tidak bersimpati padanya. Apakah hanya masalah umur? Tidak, tentu saja. Aku mulai malas kar

Penghuni Malang Melintang

Jangan berdiri di depanku Karena 'ku bukan pengikut yang baik Jangan berdiri di belakangku Karena 'ku bukan pemimpin yang baik Berdirilah di sampingku Sebagai kawan Pernah Ke Bromo Lirik lagu Banda Neira "sebagai kawan" adalah hal-hal yang kusukai dalam berteman. Sembilan bulan sejak 11 April 2020, saya bekerja di Malang. Saya tinggal di sana, bisa cek tulisan :  https://miftahul-syifa.blogspot.com/2020/04/catatan-sebuah-kota-malang-kata-kembali.html?m=1 S embilan bulan di Malang? konon Jawa dan bersama orang Jawa? Apa rasanya? Dari bangun tidur sampai tidur lagi ketemu mereka terus?, jika boleh jujur tidak ingin tinggal dengan mereka. Tapi, bhinneka itu artinya bukan perbedaan tapi keberagaman. Tuhan, mengirim saya untuk terlibat langsung dengan sesuatu yang dulu pernah saya tidak suka. Jika ingin berziarah ingatan, ada ingatan tidak menyenangkan tentang sebuah suku di negeri ini pada diriku. Namun, Tuhan menyuruhku melihat lebih jauh dan l

Loinang : Refleksi Perjalanan

Salah satu Sungai yang dilewati saat ke Loinang Pada bulan Juli 2017 lalu, lupa tanggal berapa, ada sebuah perjalanan mengesankan bagi saya. Perjalanan menuju dusun suku Loinang di Desa Maleo Jaya, Kecamatan Batui Selatan Kab. Banggai.  Jika dari Luwuk, sekitar 3 jam perjalanan naik motor, lalu memarkirkan motor diseberang sungai, kemudian menyelusuri sungai, hutan belantara, kira-kira 2.5 jam perjalanan. Sungai pertama, perbatasan dengan Batui 3 Menurut info, suku Loinang ini adalah suku Saluan juga. Suku pedalaman di Banggai, suku asli. Pengajar Muda angkatan 13 Banggai bersama relawan lainnya diajak oleh kak Rahmat Aziz, mendatangi suku Loinang. Suku ini menarik untuk dilirik, lebih jauh desanya terletak di Batui 3 tapi menyeberang sungai tanpa jembatan. Setelah sunggai untuk masuk desa harus melewati hutan belantara dengan jalan kaki satu jam. Jika lelah, kami beristirahat sejenak.  15 anak sekolah ke bawah dengan menyeberang sungai untuk mendatangi sekolah. Sungai

Dari Ketinggian

Sabua Pada hari Jumat Siang Hampir sebulan di rumah saja, tentu ada rasa rindu pada gesekan aspal oleh ban motor tua. Pada kau yang rindu berjalan, bersabarlah. Semoga bumi kita pulih dan perjalanan bisa dilanjutkan, bukankah kau sudah punya peta harus kemana? Tapi, sementara kau punya waktu untuk merenungi perjalanan, kenapa tak kau lakukan? Bukit Parahlayang, Malang Jarimu membeku, seiring hatimu? Kuharap tidak. Dari ketinggian bukit Parahlayang, Malang, Jawa Timur, kau lihat betapa dirimu kecil di sana apalagi dari tempat kedudukan Tuhan? Bukit Kasih Sayang, Luwuk Banggai Jika kau fikir prestasimu sudah tinggi, coba lihat dirimu saat kau duduk di Bukit Kasih sayang, Luwuk Banggai Sulteng, hari itu, lihatlah rumah-rumah besar hanya serupa kotak-kotak bersusun, lantas bagaimana bisa kau bangga dengan prestasi seupil itu jika dilihat dari Singgasana Tuhan? Depan Mesjid Kubah Mas, Gorontalo Kau fikir perjalananmu sudah jauh? Coba kau lirik dirimu saat berad

Keluarga Angkat

Kak Nina. Vina. Nita Sejak jaman KPM (Kuliah Pengabdian Masyarakat) saya kebelet sekali ingin punya keluarga Angkat. Namun, takdir Allah kami berlima hanya punya Kakak Angkat. Meski sudah berusaha keras agar bu Guru Agama jadi ibu Angkat namun sepertinya tidak mendapat respon serupa sehingga gagal total dapat keluarga angkat ini. 2016, setelah diperebutkan oleh 3 Keluarga saat menjalani Program Indonesia Mengajar, akhirnya cita-cita ingin punya keluarga Angkat terwujud juga. Allah maha baik, keinginan di tunda malah diberikan lebih kompleks. Keluarga angkatku ini berjumlah 4 bersaudara. Jadi kata mamak (ibu angkat) aku adalah anak ke-2 secara umur. 1. Kak Nina Kakak angkatku ini sudah menikah, sudah ada anak bernama Qeenar berusia 2.5 tahun saat aku bergabung dalam keluarga ini. Ipar (suami kak Nina) pekerja jauh dan jarang pulang. Aku senang, kak Nina pandai sekali memasak kue yang lezat. Aku suka kue bolu jagung dan Milu siram buatan kak Nina. Waktu aku

Dewi, Gadis Tanjung Enim

Sungai, langit biru, udara segar dan kamu adalah hal terbaik di hari-hari itu.   November 2018 aku bertemu gadis bernama Dewi itu. Seorang gadis Tanjung Enim yang hampir tidak pernah terlihat marah. Perjalanan kali ini masih soal pekerjaan. Aku bertemu dengannya di Lobi Hotel yang akan kami tempati bersama nantinya. Aku tidak canggung karena pribadinya menawan. Menurutku, kami cepat akrab. Aktivitas mencuci dengan menyumbat wastafel hotel, jemuran diangkat abang-abang hotel, pinjam motol bapak hotel atau berjalan kaki memetik stroberri karena bosan mendekam adalah moment yang kuingat dengan Dewi.  Ada satu moment yang sangat tidak kulupakan dengannya. Aku memberanikan diri mengendarai motor di jalan berlumpur, sepi, hujan dan menanjak pula. Aku bersyukur juga dia tidak rewel kubonceng hahaha. Terima kasih Wi, Semende menjadi kenangan manis saat itu.   Kami pernah juga ikut festival lemang saat keluar dari pelatihan untuk mencari kabel. Kurasa dewi jadi malu pergi denganku,

Menunggu

Aku benar-benar kalut dengan fikiranku sendiri, Februari lalu aku memutuskan untuj menerima ajakan Serius dengannya, ia mengatakan sudah bercerita dengan umi dan mamak. Aku tidak ingin berharap, namun kufikir tidak ada salahnya mencoba, toh bisa jadi salah satu usaha atas doa-doakan? Beberapa hari belakangan, aku jarang berkomunikasi dengannya. Ia bilang, kami menjadi lekat karena komunikasi mungkin aku harus membatasi itu. Sebuah pesan singkat kembaki masuk, semua hanya centang biru, aku tidak menbalas.  [10/4 20:39] 🧑: Baik lah. Kau ingin sendiri [10/4 21:42] 🌺: Aku bukan ingin sendiri. Hanya saja, aku sedang ingin menghentikan rindu pada kau dan mencoba tidak mencintaimu lagi serta berhenti untuk tergantung pada perasaan terhadap kau. Jadi, aku ingin mencoba tdk berkomunikasi denganmu.  [10/4 23:10] 🧑 : Betul itu, cobalah. Aku mendukung mu [11/4 13:50] 🌺 : Setiap aku punya niat ini , selalu ada yg dari masa lalu berkabar. Apakah sesusah itu untuk menghindarimu?

Kopi

Aku menatap hujan Aku tak melihat kau di sana Kopi hampir dingin Kau tak menyapa Percakapan kita bertahun-tahun lalu Aku yang menyimpanmu dalam doa Kau yang mencoba menembus jarak Segelas kopi habis lagi diseruput Kita ini apa? Aku jadi ragu Kaupun minta penjelasan Apakah racikan kopi itu aku sudah boleh tau? Kita yang berjarak Maukah kau tidak menyerah? Aku memintamu, serius Meminta resep racikan kopi Agar tidak cuma umi yang tau Aku, yang kacau Kau, yang ragu Apakah akan jadi kita? Entahlah... Note : yang sebelumnya di link :  https://miftahul-syifa.blogspot.com/2017/05/kau-aku-dan-racikan-kopi.html?m=1

Puisi

Aku ingin menyebutmu hujan.  Di setiap dahaga kemarau masa lalu, kau turun melampaui harapanku, basah kuyup oleh ketabahanmu.  Sebentar saat hujan berhenti, kasih menjadi subur pada tanah kerinduan.  Dipupuki nya harapan harapan, tumbuh mengakar pada jalinan perasaan.  Kepala kita ibarat rumah yang menyimpan ingatan pertemuan, dilindunginya dari hujan yang sebentar sebentar bisa membekukan masa lampau.  Matahari cemburu membakar, menguapkan kenangan, setelah kemudian menjadikannya awan kenangan. Sebentar sebentar angin datang menghembuskan doa doa yang kau panjatkan saban waktu, lalu kembali menjadi hujan, menjelma wujudmu kasih.  Kamar karantina studio kopi. 28 maret 2020 Jam sudah menunjukkan pukul 01.07 WIB ketika puisi ini dikirim, tentu di tempatnysudah pukul 02.07 WITA. Menyenangkan sekali, ia sudah lama sekali tidak mengirimiku puisi. Aku ingat, kali pertama aku jatuh cinta padanya karena puisi Jangkar. Setelah itu, puluhan malamku diisi oleh puisinya hingga ia

Bisakah?

Bisakah kau bertanya padaku? Sekali saja dengan sangat serius? Bisakah kau memintaku? Menjadi pendampingmu? Bukan hanya di dunia tapi juga diakhirat Waktu terlewati, aku sering denganmu Namun, bagimu? Aku siapa? Tidak ada yang tau Hatimu rahasia, seperti kode yang terus terkirim Aku ingin menjadi pendampingmu Jika Tuhan mengizinkan kau milikku Kau, maukah kau menjadi pendampingku? Jika saja boleh menjawab dengan ekspresi Maka, aku akan lari keliling kompleks sambil jungkir balik karena pertayaanmu itu... Setelah cerita patah hati Setelah semua hal yang kita lalui Kau akhirnya bertanya padaku Apakah aku bersedia mengabdi sisa umur untukmu Sejak lama, aku tidak pernah memalingkan wajah selain padamu Namun, aku tau kau tidak akan melirikku Terima kasih sekarang sudah bertanya Mari kita hadapi hari selanjutnya Bersama Aku senang jika malam-malam panjangku ada kamu Aku tau aku bukan yang terbaik untukmu *NB : binggung mau nulis apa

Catatan sebuah Kota : Malang, kata kembali, dan Pamit dengan Layak

Alun-Alun Malang Pesawat mendarat di Bandara Abdurahman shaleh setelah melalui turbelensi dan ada yang sakit di pesawat. Buru-buru antri di pengambilan bagasi, cuma ke kamar mandi kemudian buru-buru menjumpai pak Jupri, salah satu  Pegawai yang menjemput kami. Ini hari kami pertama di Malang, perjalanan kami di mulai. Kami tiba di Malang tanggal 11 Juli 2019, perjalanan di Malang di mulai dengan baik namun pamit dengan tidak biasa.  "sampai ketemu lagi" begitu kata ibu-ibu dan bapak guru. Rupanya 3 April 2020 kami harus pamit, mendadak dan dengan tidak layak. Malang, Kota besar yang tidak terlalu besar telah menjadi bagian dari kenangan. Datang sebagai Fasilitator untuk 10 sekolah. Masya Allah, kami diterima dengan baik di sana. Segmen ini, saya tidak menceritakan tentang kerjaan saya di sana. Saya ceritakan tentang kota itu saja. Kota Malang itu, benar-benar jadi jantungnya Jawa sih.  Mau mendapatkan lokasi instagramable bisa, gunung bisa, laut bisa,

Berawal dari Sendok

Aku bahkan tidak ingat kapan persisnya aku punya cita-cita ingin naik Maskapai Garuda Indonesia. Yang jelas dalam ingatanku, ketika itu adalah ada sebuah sendok yang berlambangkan garuda Indonesia. Lupa juga siapa persisnya yang memberikan sendok itu, namun yang pasti diam-diam dalam hatiku aku ingin sekali melakukan perjalanan menggunakan Garuda Indonesia. Impian itu barangkali aneh bagi sebagian orang, tidak bagiku, itu istimewa. Harusnya, 2018 aku pulang naik Garuda Indonesia yang notabene lebih murah tiketnya namun entah bagaimana akhirnya aku diganti maskapai, kecewa sih tapi ya sudahlah. Aku berfikir, Allah akan mengganti dengan yang lebih baik.  Januari 2020, aku berada di Malang dan tiba-tiba Garuda memberikan diskon 70%. Wah, langsung senang. Aku memesan tiket balik ke Aceh untuk April. Namun, Maret adalah bulan istirahat bagi bumi. Kasus Corona pertama ditemukan di Indonesia, kebijakan lahir dan kami ditarik lebih cepat.  Allah maha baik, ternyata Garuda Indone

Perkara Doa

Doa itu dua sisi bukan cuma permintaan akan keinginan tapi juga memohon petunjuk. Jleb, tiba-tiba aku macam ditimpa oleh aliran listrik ribuan volt karena betapa seringnya dibeberapa keputusan mengabaikan Tuhan lalu ketika dipertengahan jalan aku bermasalah meraung-raung memanggil Tuhan "Ya Allah, salahku apa. Kenapa ini terjadi padaku? Padahal sejak awal aku tidak meminta petunjuk Tuhan saat mengambil keputusan, betapa lucunya.  ------------------------------------------ Aku dipecat dari pekerjaanku, cerita temanku. Aku dipecat tanpa alasan yang jelas, ujarnya. Dua tahun lalu dengan emosi ia menceritakan itu padaku, mungkin dia sudah lupa cerita itu, tapi aku ingat. Beberapa hari yang lalu dia datang padaku "masya Allah Nit, aku engga nyangka loh kita jumpa di sini". Aku dan dia bertemu di kota yang berbeda dari tanah kelahiran kami. Senang sekali rasanya bertemu kembali. Lalu, mulailah ia menceritakan jatuh bangun setelah dia dipecat hingga tiga bulan setelah d

9 Bulan setelah kegalauan : Penerbangan antara Domestik dan Internasional

 Harga tiket turun, setiap harinya turun setelah wabah Corona melanda Indonesia, negara saya. Awalnya, ada wacana tiket diskon 70% di beberapa kota wisata. Saat ini, tiket memang murah tapi gelisah ingin melakukan perjalanan. Saya mau bercerita yang punya 9 bulan lalu.  Tiket melambung tinggi untuk perjalanan domestik, lima hari sebelum keberangkatan email panggilan wawancara kerja tahap dua masuk. Saya, yang konon pengen move on dan pengen merantau untuk belajar lagi akhirnya memutuskan untuk mencari cara agar bisa ke ibu kota. Bukan tidak betah dengan kerjaan sekarang tapi dalam jiwa saya ingin mencari pekerjaan sekaligus yang bisa mengantarkan saya kuliah suatu hari nanti. Tekad sudah ada, niat dipertebal, ibu mengizinkan, bismillah. Tanya sana-sini harga tiket, tetap tidak murah akhirnya memutuskan untuk mengambil perjalanan ke luar negeri dulu baru kembali ke Indonesia. Pasalnya, harga tiket ke luar negeri dulu dengan langsung dalam negeri bedanya sampai 400 ribuan dan wakt