Kepada yang terhormat,
Gebernur Aceh
Di Tempat
Assalamualaikum, wr.wb
Dengan segala hormat
Halo bapak Gebernur, Apa kabar nya? (asek, sok akrab ini)
Saya harap bapak selalu dalam keadaan baik saja, meski banyak yang
tau termaksud saya kalau bapak lagi banyak pikiran tentang bagaimana
Aceh kedepan pada masa kepemimpinan Bapak. Tapi harus jaga makanan ya pak,
jangan makan yang berminyak sama bersantan nanti bisa kolesterol, jantung
koroner atau asam urat hehehe.
Jadi penguasa memang suatu tantangan berat, tapi bapak harus tetap
semangat J rakyat Aceh
memilih Bapak karena punya keyakinan 99% bapak bisa memimpin Aceh dengan
baik(1% lagi nanti ya jika sudah mangkat hehehe)
Sebelumnya saya minta maaf pak karena lancang mengirimkan surat
ini untuk Anda, tidak ada maksud apa-apa selain sedikit permintaan hati yang
perlu di sampaikan kepada Bapak yang sedang beruntung jadi pemimpin. Saya
adalah mahasiswi Sejarah Islam di Iain Ar-raniry Cuma mau sedikit curhat sama
bapak hehehe tentang bukti peninggalan pernah di terapkan syariat islam di Aceh
pada masa Iskandar Muda. Lagi pula saya lihat bapak adalah orang yang mencintai
sejarah kalau bahasa soekarno sih “jas merah” buktinya ketika kampanye dulu
saya melihat gambar Hasan Tiro berada di sisi Anda.
Jadi perihal yang ingin saya adukan adalah adat di Aceh dulu
adalah penerapan syariat islam secara Kaffah dalam semboyannya “adat lage zet
dengan sifet”, sebagai mahasiswi sejarah saya sangat sedih melihat makam meurah
pupok yang berada di kawasan perkuburan Kerkof tidak ada perawatan seperti yang
lain. Artinya apa, menurut saya minimnya perhatian pemerintah terhadap
pasilitas pembelajaran sejarah. Padahal setiap manusia yang hidup di suruh
belajar peristiwa masa lalu dalam al-qur’an bahkan banyak kisah tentang
sejarahnya. Menurut saya pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang belajar
sejarah sehingga Ia tidak melakukan kesalahan yang di lakukan oleh penguasa
sebelumnya sehingga pencapaian menuju Aceh lebih baik insya Allah akan bisa
tercapai dengan menghargai pelajaran yang di tinggalkan sejarah.
Bapak saya punya cerita ini tentang yang saya ingin ungkapkan :
Komplek Makam Kerkhoff(yang bearti halaman depan gereja) berukuran 150 x 200 m berlokasi di Jalan
Teuku Umar, Kampung Sukaramai, Blower (samping Blang Padang), berbatasan dengan
museum tsunami dan SMA Budi Darma Katolik, Banda Aceh tampak lenggang saat saya dan beberapa
teman-teman dari Adab Sejarah Kebudayaan IAIN Ar-raniry dan mahasiswa sejarah
Fkip Universitas Syiah Kuala memasuki arena pemakaman yang di sebut juga
perkuburan pjocut tepat pada jam 2 siang pada tanggal 17 Mei 2012.
Diantara
makam kuburan serdadu belanda yang tewas
dalam perang aceh kawasan kerkhoff ini jika kita sedikit jeli ternyata terdapat
tiga makam dari kerajaan Aceh tepatnya pada masa pemerintahan sultan iskandar
muda dan salah satu dari kuburan ini
merupakan saksi bisu bahwa Iskandar Muda adalah seorang Raja yang benar-benar
adil dalam memerintah serta tidak pandang bulu dalam memberi hukuman, serta seorang raja yang benar-benar
kaffah dalam menengakkan syariat islam Jauh sebelum berlakunya landasan yuridis UU Nomor 11
Tahun 2006 yang memberi ruang cukup luas bagi penerapan Syari’at Islam di Serambi Makkah makam tersebut tenyata
adalah makam anaknya bernama Meurah pupok.
Meski
sangat di sayangkan makam peninggalan sejarah tentang syariat islam pernah di
terapkan sedemikian ketatnya di Aceh pada masa iskandar muda ( yang berkuasa dari tahun
1607 sampai 1636 dan berhasil
mengantarkan Aceh pada masa kejayaannya, serta mampu menempatkan
kerajaan Islam Aceh di peringkat kelima di antara kerajaan terbesar Islam di
dunia) kurang terawat di bandingkan makam-makam di sekitarnya yang berdiri
megah dan bagus perawatannya.
Kisah sang meurah pupok
Meurah adalah gelar raja-raja di Aceh sebelum datangnya agama Islam.
Dalam bahasa Gayo, Meurah disebut Marah, Meurah Pupok adalah
putra kesayangan Sultan Iskandar Muda yang hidupnya harus berakhir tragis. Menurut sebuah riwayat
Sultan Iskandar Muda memiliki dua anak, yang pertama adalah Meurah Pupok yang
berasal dari istrinya seorang Putri Gayo(jadi bukan hal aneh jika di Gayo ada
pemakaman yang di beri nama ‘meurah pupok’). Yang kedua adalah wanita yang
bernama Safiatuddin yang berasaal dari istrinya Putri Pedir/Pidie. Meurah Pupok
dikenal sebagai seorang Pangeran yang terampil menunggang kuda. Meurah Pupok
menjadi harapan Sultan Iskandar Muda untuk menggantikannya.
Dalam banyak kisah di ceritakan bahwa Sang Putra Mahkota, Meurah Pupok, harus mengakhiri hidupnya di
ujung pedang Sultan Iskandar Muda. Meurah Pupok dituduh telah berbuat zina maka
berdasarkan hukum yang di tegakkan si pelaku sekalipun dia anak raja, harus
dihukum sebagai ganjaran atas perbuatannya. Peristiwa penghukuman oleh Sultan
terhadap Putra Mahkota merupakan latar lahirnya ungkapan filosofis “Mate aneuk
meupat jeurat, gadoh adat hana pat tamita”.
Adat harus ditegakkan meski anak harus dikorbankan karena pada masa itu
syariat islam benar-benar di jalankan tanpa pandang bulu. Dan adat harus
bersumber pada syariat islam yang sumber utamanya adalah Al-qur’an dan Hadist
sehingga menegakkan adat dapat identik juga dengan menegakkan hukum Islam
seperti yang tertuang dalam filosofi “ Hukom ngen adat lage zat ngen sifheut”.
Namun dalam kisah lain di sebutkan bahwa tragedi Meurah Pupok ini sebetulnya memang telah dirancang
sedemikian rupa oleh kelompok politisi istana yang berkhianat. Mereka dengan
licik memanfaatkan Meurah Pupok yang tengah terjerat cinta. Konon ini merupakan
permainan kelas tinggi. Meurah yang menjadi target, masih teramat lugu dengan
kemudaannya sehingga tidak menyadari jebakan tersebut. Maka akhirnya
pengkondisian itu berjalan sukses. Pupok terbukti berzina. Memang ia merupakan
anak raja, tapi hukum syariah tidak boleh dinodai. Dugaan ini muncul di
sebabkan oleh hipotesa Meurah Pupok adalah putra mahkota yang akan menggantikan
posisi ayahandanya sebagai Sultan di kemudian hari, sehingga ada dari politisi
istana yang tidak mengiginkan hal ini.
Sultan
dirundung kesedihan mendalam yang terus menerus ini membuat Sultan jatuh sakit.
Sakitnya berlangsung terus dan semakin parah. Dalam beberapa waktu kemudian
Sultan Iskandar Muda yang perkasa ini akhirnya mangkat tepatnya pada tanggal 27
Desember 1636. Dan di gantikan oleh Sultan Iskandar Tsani.
Setelah
Sultan Iskandar Tsani mangkat ditunjuklah istrinya yang juga anak Sultan
Iskandar Muda dan adik Meurah Pupok yaitu Ratu Tajul Alam Syafiatuddin menjadi
Ratu Penguasa Kesultanan Aceh. Dalam masa kepemimpinan Ratu Tajul Alam
Syafiatuddin ia mencoba memulihkan kembali nama baik abangnya Meurah Pupok,
karena sesungguhnya abangnya tersebut tidak sepenuhnya salah. Abangnya dijebak
oleh politisi yang jahat. Ratu kemudian membangun makam untuk abangnya Meurah
Pupok yaitu suatu bangunan yang indah yang menjadi kenang-kenangan bagi
peristiwa masa lalu untuk dijadikan pelajaran agar para penguasa dan
keluarganya harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak. Bangunan makam
ini disebut dengan Kandang Poteu Cut. Kandang ini terletak pada lokasi
strategis yaitu disisi barat Kandang Perak dan Taman Sari pada tepi jalan masuk
ke Medan Khayali(sekarang di antara SMA Budi Darma katolik dan Museum Tsunami).
Namun, makam Meurah Pupok yang disebut Peucut ini sempat dihancurkan
Belanda(Peucut berasal dari Pocut yang berarti putra kesayangan).
Meurah pupok dan Penegakan Syariat saat ini
Demi menegakan hukum Sultan Iskandar Muda rela menghukum mati
anaknya sendiri yang di ketahui merupakan putra kesayangannya sekaligus penerus
kekuasaannya. Meskipun kemudian diketahui kesalahan anaknya tersebut akibat
fitnah tetap saja Sejarah telah memberikan pelajaran yang luar biasa buat kita,
hukum memang harus ditegakan, namun kekuasaan itu pun sarat dengan penuh tipu
daya sehingga kita harus berhati-hati dalam mengambil keputusan saat menjadi
seorang penguasa.
Makam meurah pupok memang telah memberikan pelajaran secara
tidak langsung dalam penerapan sariat islam di Aceh, namun alangkah di
sayangkan kisah ini tidak terlalu popular dan banyak di antara rakyat Aceh
tidak tau menahu tentang peristiwa penegakan syariat pada masa iskandar muda
serta peniggalan purbakala ini tidak di rawat seperti makam-makam yang ada di
sekitarnya.
Semoga sedikit ulasan sejarah, akan mampu mengajari kita menata hari esok yang lebih
baik serta meraih peradaban yang lebih tinggi, sebab sejarah adalah pengalaman
beharga untuk masa yang akan datang. Salam Jas Merah ( dari berbagai sumber ).
Maaf ya Bapak, jadi bosan baca Surat saya. Harapan saya, Bapak
bisa mengerti apa yang saya bicarakan hehehe kalau di respon itu lebih baik
lagi karena Kami para penuntut ilmu di jurusan sejarah sangat mengharapkan itu,
terima kasih.
Wassalam
Banda Aceh, 22 Mei 2012
Nita juniarti
Komentar
Posting Komentar