IKHLAS BERAMAL
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA :
NITA JUNIARTI
NIM : 511102502
DOSEN
PEMBIMBING : LISMIJAR M.A
FAKULTAS ADAB INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
IAIN AR-RANIRY
BANDA ACEH
2012
PENDAHULUAN
Niat secara bahasa adalah maksud dan keinginan hati untuk
melakukan sesuatu. Niat menurut syariat
adalah keinginan hati untuk menjalankan ibadah baik yang wajib atau yang sunnah1.
Tempat niat adalah didalam hati. Jika seseorang berniat wudhu dalam hati kemudian dia berwudhu maka sah wudhunya walaupun dia tidak melafadzkan niat tersebut. Dalam niat tidak diharuskan mengucapkan dengan lisan, akan tetapi cukup dalam hati. jika seseorang berniat dalam hati dan mengucapkannya dengan lisan maka lebih sempurna. karena niat adalah sebuah keikhlasan maka tempatnya adalah dalam hati.
Secara
bahasa, Riya’ adalah
memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah
yaitu: melakukan ibadah dengan niat dalam hati
karena demi manusia, dunia
yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT2.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan
tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”. Imam
Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan
memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Sementara Imam Habib
Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan
atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk
akhirat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya’ adalah
melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi
manusia dengan cara memperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya
mendapat pujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan
penghormatan padanya.
Syirik adalah menyamakan selain
Allah dengan Allah pada perkara yang merupakan hak istimewa-Nya. Hak istimewa
Allah seperti: Ibadah, mencipta, mengatur, memberi manfaat dan mudharat,
membuat hukum dan syariat dan lain-lainnya.
[1]PEMBAHASAN
A Niat/motivasi
beramal
1. Teks
ayat :
عَنْ أَمِيْرِ
الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّمَا
اْلأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (رواه البخاري مسلم)
2. Terjemahan hadits
Dari amirul mu’minin, abi hafs umar bin al
khattab radiallahuanhu, dia berkata: saya mendengar rasulullah saw bersabda : sesungguhnya
setiap perbuatantergantung
niatnya dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas)berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena
(ingin mendapatkan keridhaan) allah dan rasul-nya, maka hijrahnya kepada
(keridhaan) allah dan rasul-nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang
dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan
bernilai sebagai mana) yang dia niatkan.1 (HR.
Bukhari dan muslim)
3. Penjelasan hadits
Sebab keluarnya hadits ini adalah tentang seorang lelaki yang
berhijrah hanya untuk menikahi seorang wanita yang bernama ummu qois maka diapun
dipanggil dengan sebutan muhajir ummu qois (orang yang berhijrah karena ummu
qois)”. Wanita itu sudah berniat untuk hijrah sedangkan lelaki tersebut awalnya
memilih tinggal di mekkah tapi karena ingin menikahi ummu qois juga maka
ikutlah ia berhijrah bersama nabi.
Ketika nabi di tanya di terima atau tidak niat pemuda tersebut maka keluarlah
hadits di atas.
Menurut hasbi
as-shidiqi, niat itu terbagi 3 (tiga), yaitu :
1.
niat ibadah, yaitu tunduk dan patuh
melaksanakan yang di perintahkan.
2.
niat ta’at, yaitu melaksanakan apa yang
allah kehendaki.
3.
niat qurbah, yaitu melaksanakan ibadah
dengan maksud memperoleh pahala.
Allah swt.
Menggambarkan keikhlasan dalam beramal ini seperti dimuat keikhlasan dalam
beramal ini seperti dimuat dalam al-qur an surat al-baqarah (2) ayat 265 yang artinya sebagai berikut :
“dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya karena mencari keridaan allah dan untuk keteguhan jiwa
mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh
hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan
lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan allah maha
melihat apa yang kamu perbuat.” (Qs. Al-baqarah : 265)2
[1]
Nita, , web…, Diakses pada tanggal 6
November 2012.
Syirik adalah mensejajarkan selain Allah
dengan Allah dalam hal–hal yang merupakan kekhususan bagi Allah. Kekhususan
Allah meliputi tiga hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ dan sifat.
Yaitu kalau seseorang
menyakini bahwa ada tuhan selain Allah yang berhak untuk disembah (berhak
mendapatkan sifat-sifat ubudiyyah).
Syirik Di Dalam Ar Rububiyyah
Yaitu
jika seseorang meyakini bahwa ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi
rezeki, menghidupkan atau mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat ar
rububiyyah. Orang-orang seperti ini keadaannya lebih sesat dan lebih jelek
daripada orang-orang kafir terdahulu.
Syirik Di Dalam Al Asma’ wa Ash
Shifat
Yaitu
kalau seseorang mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat
Allah yang khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang
mengetahui perkara-perkara ghaib.
4. Kesimpulan
Niat
merupakan syarat diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak
akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala) bukan
karena yang lain. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya
di hati. Ikhlas niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua
amal shaleh dan ibadah. Seorang mu’min akan diberi pahala
berdasarkan niatnya. Semua pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh)
jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka akan bernilai ibadah. Hadits
diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan
pekerjaan hati, dan iman menurut konsepnya adalah membenarkan dalam hati, diucapkan
dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
B. Menjauhi
perbuatan Riya/ Syirik Kecil
1. Teks
Hadits
Riya’
adalah syirik kecil; demikianlah ungkapan yang dikemukakan Rasulullah SAW dalam
salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam
musnadnya. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ،
قَالُوْا وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟
قَالَ الرِّيَاءُ، يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اذْهَبُوْا إِلَى الَّذِيْ تُرَاءُوْنَ فِي
الدُّنْيَا هَلْ
تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمُ الْجَزَاءَ (رواه أحمد)1
2. Terjemahan hadits
“Sesungguhnya sesuatu yang paling
aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya,
“Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah SAW?”, Beliau menjawab, “Riya.! Dan
Allah akan berkata pada hari kiamat, terhadap mereka-meeka yang riya, ‘pergilah
kalian kepada orang-orang yang dahulu di dunia kalian riya’, apakah kalian
mendapatkan ganjaran dari mereka?” (HR. Ahmad)
”Dari
Mahmud bin Lubaid bahwa Rasulullah S.A.W bersabda : sesungguhnya yang paling
Aku khawatirkan di antara kamu adalah syirik kecil yaitu ria” (H.R. Ahmad
dengan sanad Hasan)
3.
Penjelasan hadits
Syirik adalah mensejajarkan Allah dengan
yang lain dalam hal–hal yang merupakan kekhususan bagi Allah. Kekhususan Allah
meliputi tiga hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’. Syirik Di dalam Ar Rububiyyah Yaitu jika seseorang meyakini bahwa
ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan atau
mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat ar rububiyyah. Orang-orang seperti
ini keadaannya lebih sesat dan lebih jelek daripada orang-orang kafir
terdahulu. Syirik Di dalam Al Asma’ wa Ash Shifat Yaitu kalau seseorang
mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat Allah yang
khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang mengetahui
perkara-perkara ghaib.
Riya
adalah amalan yang dilakukan seseorang guna mendapatkan keridhoan manusia, baik
berupa pujian, ketenaran, atau sesuatu yang diinginkannya selain Allah SWT. Dr.
Sayid Muhammad Nuh, menggambarkan adanya tiga sebab yang memotori timbulnya
riya: Pertama karena ingin mendapatkan pujian dan nama baik di masyarakat.
Kedua, kekhawatiran mendapat celaan manusia, dan ketiga, menginginkan sesuatu
yang dimiliki orang lain (tamak). Ketiga hal ini didasari dari hadits, yang
diriwayatkan Imam Bukhari:
“Dari Abu Musa al-Asyari ra, mengatakan bahwa seorang
Badui bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah SAW, seseorang
berperang karena kekesatriaaan, seseorang berperang supaya posisinya dilihat
oleh orang, dan seseorang berperang karena ingin mendapatkan pujian? Rasulullah
SAW menjawab “Barang siapa yang berperang karena ingin menegakkan kalimatullah,
maka dia fi sabilillah.” (HR. Bukhari)
Terdapat sebuah ungkapan yang
dikemukakan oleh seorang sahabat Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib tentang
ciri-ciri riya’ yang terdapat dalam jiwa seseorang:
قَالَ عَلِيٌّ كَرَّمَ اللهُ
وَجْهَهُ، لِلْمُرَائِيْ عَلاَمَاتٌ، يَكْسُلُ إِذَا كَانَ وَحْدَهُ، وَيَنْشَطُ
إِذَا كَانَ فِي النَّاسِ، وَيَزِيْدُ فِي الْعَمَلِ إِذَا أُثْنَى، وَيَنْقُصُ
إِذَا ذُمَّ
“Orang yang riya, terdapat
beberapa ciri, (1) malas, jika seorang diri, (2) giat jika di tengah-tengah
orang banyak, (3) bertambah semangat beramal jika mendapatkan pujian, (4)
berkurang frekwensi amalnya jika mendapatkan celaan.”
cara-
cara menghindari ria dan memupuk keikhlasan
a) Menghadirkan
sikap muraqabatullah, yaitu sikap yang menghayati
bahwa Allah senantiasa mengetahui segala gerak-gerik kita hingga yang
sekecil-kecilnya, bahkan yang tergores dan terlintas dalam hati sekalipun yang
tidak pernah diketahui oleh siapapun. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
mengungkapkan, “..dan sempurnakanlah amal, karena Sang Pengawas (Allah) Maha
Melihat.
b) Seseorang
perlu menyadari dan meyakini, bahwa dengan riya, seluruh amalannya akan tidak
memiliki arti sama sekali. Amalannya akan hilang sia-sia dan akan musnah. Serta
dirinya tidak akan pernah mendapatkan apapun dari usahanya sendiri.
c) Dirinya pun perlu menyadari,
bahwa lambat launpun manusia akan mengetahui apa yang terdapat di balik
amalan-amalan baik yang dilakukannya, baik di dunia apalagi di akhirat kelak.
d) Dirinya juga perlu meyadari
pula bahwa dengan riya, seseorang dapat diharamkan dari surga Allah. Dalam
hadits digambarkan, bahwa Rasulullah SAW menangis, karena takut umatnya berbuat
riya’. Kemudian beliau berkata, “Barang siapa yang belajar ilmu pengetahuan
bukan kerena mencari keridhoan Allah tapi karena keinginan duniawi, maka dia
tidak akan mencium baunya surga.”
e) Banyak berdzikir kapada Allah
SWT, terutama manakala sedang menjalankan suatu amalan, yang tiba-tiba muncul
pula niatan riya. Hal ini sebaiknya segera diterapi dengan dzikir.
4. Kesimpulan
keikhlasan sangat di butuhkan sehingga semua
orang akan berbuat hanya karena Allah bukan karena yang lain sehingga akan
melahirkan masyarakat yang benar-benar berada di jalan-Nya tanpa ada unsur
keriyaan. Berbuat
Syirik adalah tercela dan harus ditinggalkan, Riya’ yaitu melaksanakan
suatu perbuatan (amal) tidak untuk mengharapkan ridha Allah, melainkan untuk
tujuan yang lain. Setiap mukmin harus senantiasa menjauhi sikap riya’,
karena riya’ dapat membatalkan sebuah amal kebaikan dan memalingkannya kepada
keburukan. Dari segi jenisnya, syirik itu terdapat 2
bagian, yaitu syirik kecil (riya’) dan syirik besar. Kedua syirik tersebut
berbahaya karena dapat menghanguskan keimanan kita kepada Allah Swt.
DAFTAR
PUSTAKA
shalih
al-‘utsaimin, syaikh Muhammad.2003. Syarah
Hadist Arbain. Bogor : Pustaka Ibnu Katsir
syafe’i,
Rachmat.2000. Al-Hadits.
Bandungr: Setia Pustaka
Al-qur’an
Jus 30, 29, 28, Hadits Arba’in dan Al-matsurat penerbit Indiva : Surakarta
Al-qur’an
dan terjemahannya oleh Departemen agama 2004
Komentar
Posting Komentar