Oleh : Nita Juniarti*
Abstrak
Artikel ini memberikan
gambaran tentang peristiwa perang Uhud. Perang Uhud adalah perang kedua setelah Badar yang diikuti oleh
Nabi Muhamad S.A.W. Dinamakan Perang Uhud karena Perang ini terjadi di gunung
Uhud. Dalam sebuah peperangan tentu saja ada strategi yang digunakan, dalam
banyak buku di tulis bahwa pada Perang ini Umat Islam menderita kekalahan
dengan strategi bertahan di Kota Madinah namun pada dasarnya Perang ini adalah
perang pembersihan umat Islam dari orang-orang Munafik. Perang ini merupakan
strategi pembersihan dan memurnikan orang-orang Islam dari orang yang
berpura-pura sekaligus membersihkan kota Madinah dari golongan yang mengancam
keutuhan Negara Madinah.
Keyword : Strategi, Perang, Uhud.
Pendahuluan
Dalam kamus Bahasa
Indonesia, Perang bearti
ilmu siasat perang, siasat perang, akal atau tipu muslihat untuk mencapai
sesuatu maksud dan tujuan yang telah direncankan.[1] Perang adalah
permusuhan, pertempuran dan sebagainya bersenjata antar negara, bangsa,
perjuangan, perkelahian, mengadu tenaga dan sebagainya[2]. Uhud
adalah sebuah gunung yang menguasai sebagian besar kota Madinah, sekitar 5 km
sebelah utara Madinah.[3]
Kronologi Perang Uhud
Pada tahun ketiga Hijriyah pasukan Quraisy menyiapkan sejumlah 3000
tentara, diantaranya terdapat 200 pasukan berkuda dengan persenjataan lengkap
dan pasukan berkendaraan unta serta memakai baju besi. Pasukan perang kaum
Quraisy dipimpin oleh Abu Sofyan[4].
Budak – budak orang Quraisy pun disuruh ikut andil oleh majikannya masing –
masing menjadi anggota pasukan perang yang dipimpin oleh Abu Amir ar-Rahib.
Selain itu, kaum wanita juga diikut sertakan untuk menyulut api peperangan,
diantaranya adalah Hindun (istri Abu Sofyan) sebagai
pemimpinnya, Ummu Hakim (Istri Ikhrimah), Barzah binti Munabbih
(Istri Amr bin Asb) dan lain-lain. Sementara
itu kaum muslim di Madinah tidak sedikit pun mengetahui persiapan yang
dilakukan oleh kaum Quraisy. Nabi Muhamad baru menerima berita tersebut tiga
hari sebelum pasukan Quraisy Mekkah tiba di Uhud dari paman beliau yang berada
di Mekkah. Setelah menerima berita tersebut, Nabi segera mengirim beberapa
utusan mata – mata yaitu Anas, Munis, dan Hubab untuk mencari informasi tentang
pasukan Quraisy Mekkah. Setelah itu,
Nabi Muhammad SAW mengadakan musyawarah, yang akhirnya menghasilkan keputusan
untuk menghadapi musuh di luar kota Madinah. Pasukan Islam yang berkekuatan
1000 orang berangkat dari Madinah setelah selesai sholat Jum’at. Di tengah
jalan pasukan Islam dihasut oleh Abdullah bin Ubay, seorang tokoh munafik yang
membuat pasukan Islam berkurang sebanyak 300 orang. Sesampainya di Uhud, Rasulullah mengatur siasat perang dengan pasukan pemanah
50 orang dipimpin oleh Abdullah bin Jabir yang ditempatkan diatas bukit guna
memantau musuh. Sedangkan pasukan lainnya disiagakan dibawah bukit Uhud.
Pasukan Quraisy dibagi menjadi tiga, yaitu pasukan sayap kanan dipimpin
Khalid bin Al Walid, sayap kiri Ikrimah bin Abu Jahal, dan pasukan lain
dipimpin oleh Sofwan bin Umayah. Sementara itu, Rasulullah
juga mengatur barisan pasukan muslim, Beliau menempatkan Abu Bakar ash-Shidiq,
Umar bin Khatab, Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Awwam, Abu Dujanah Sammak bin
Kharsyah, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Ubadah, Usaid bin Hudhair, dan
Habbab bin al-Mundzir dibarisan pertama. Kemudian Nabi Muhammad SAW
menginstruksikan kepada pasukan Muslimin yang telah berada pada posisi mereka
masing–masing agar tidak melakukan peperangan sebelum Nabi Muhammad SAW
mengijinkan mereka untuk berperang dan memerintahkan pasukan pemanah agar tidak
meninggalkan posisi mereka dalam kondisi apapun.
Sebelum perang secara besar-besaran berlangsung, terlebih dahulu diadakan
perang tanding. Dari pasukan Islam diwakili oleh Ali bin Abi Thlib dapat
mengalahkan Thalhah bin Abu Thalhah, pemegang bendera Quraisy. Bendera perang
Quraisy pun berpindah ke tangan Usman bin Thalhah yang dapat dirobohkan oleh
Hamzah bin Abdul Muthalib. Selanjutnya bendera kaum Quraisy diambil oleh
saudaranya Abu Sa’id bin Abu Thalhah yang berhadapan dengan Sa’ad bin Abi
Waqash, dan berhasil dibunuhnya juga dengan panah. Selanjutnya panji perang
diambil oleh Musafi’ bin Thalhah bin Abu Thalhah dan berhasil dibunuh
oleh Ashim bin Tsabit bin Abu Alfah. Setelah Musafi’ tewas, panji kemudian
diambil alih oleh Abdu Dar yang behasil dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib. Hingga
akhirnya panji tergeletak kotor di tanah hingga diambil alih oleh Amrah binti
Alqamah al-Haritsiyah lalu mengangkatnya kepada pasukan Quraisy dan mereka
mengerumuninya. Demikianlah para pahlawan kaum Muslimin berhasil menumbangkan
para tokoh dan pembawa panji Quraisy dan tidak ada lagi yang sanggup membawa
panji tersebut hingga dipungut oleh seorang wanita. Setelah para pembawa panji
tersebut terbunuh kemudian kaum Quraisy terpecah belah, semangat mereka merosot
dan kekuatan mereka pun hancur. Pecah perang sudah tidak bias terelakan,
semangat yang berkobar dan iman di dalam jiwa muslimin membuat mereka tak
gentar melawan pasukan Quraisy. Kaum muslimin yang jumlahnya tidak sebanyak
kaum Quraisy bias menguasai keadaan. Hal tersebut menunjukan kepiawaian Nabi
Muhammad SAW dalam bidang militer karena mampu melemahkan kemampuan perang
pasukan Quraisy sehingga mendesak pasukan Quraisy mundur dan lalai meninggalkan
harta dan wanita-wanita Quraisy.
Para pemanah yang menyaksikan hal tersebut dari atas bukit mereka mengira
bahwa pertempuran sudah usai. Mereka bergegas mengumpulkan harta yang
ditinggalkan oleh kaum Quraisy. Menyaksikan hal tersebut Abdullah bin Jubair mengingatkan akan perintah Nabi agar tidak
meninggalkan bukit dalam kondisi apapun. Sebagaian kecil pasukan mentaati
perintah Nabi, namun sebagian pasukan yang berjumlah kira – kira 40 orang
mengabaikan perintah Nabi Muhammad SAW.
Tentara berkuda dari sayap kanan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid
menyaksikan jelas bahwa sebagian besar pasukan pemanah Muslimin yang berjaga di
bukit Uhud sudah meniggalkan posisi. Oleh karena itu secara diam – diam Khalid
bin Walid mengarahkan pasukannya untuk menyerang kaum Muslimin yang sedang
sibuk mengumpulkan harta rampasan. Pasukan muslim yang dikejutkan oleh
serangkaian serangan pedang dan anak panah dari arah belakang membuat
terbunuhnya sebagian dari mereka. Serangan secara mendadak itu membuat kaum
muslimin terguncang dan ketakutan, sehingga membuat mereka terpencar dan
tercerai – berai.
Mush’ab bin Umair yang saat itu memegang bendera tentara islam, selalu
melindungi Nabi Muhammad SAW dari ancaman tentara kaum Quraisy yang
menginginkan Nabi untuk dibunuh. Sampai suatu hal, karena ingin sekali
melindungi Nabi Muhammad SAW Mush’ab terbunuh oleh Ibnu Qam’ah karena
disangkanya adalah Nabi Muhammad. Dikarenakan Mush’ab bin Umair memeiliki wajah
yang mirip dengan Nabi Muhammad. Ibnu Qam’ah berteriak mengatakan bahwa Nabi
Muhammad telah terbunuh.
Pasukan kaum Quraisy merasa tidak puas apabila belum membunuh Nabi Muhammad
pada saat perang Uhud. Pasukan kaum Quraisy beranggapan dengan membunuh Nabi
Muhammad maka kaum Mulsim akan hancur. Kemudian datang Ubay bin Khalaf dari
kaum Quraisy dengan menunggangi kuda bernama Ud menuju ke arah Rasulullah dengan pedang terhunus untuk mencoba membunuh
beliau tetapi gagal bahkan Rosulullah berhasil membunuhnya. Dalam sejarah
dialah orang yang pertama dan terakhir tewas di tangan Rosulullah. Semangat
para kaum Muslim masih tetap menggelora dalam menumpas kaum Quraisy. Meskipun
kaum Muslim banyak mengalami penderitaan yang sangat berat. Ketika Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya tengah beristirahat di atas bukit sambil mengobati
luka – luka, tiba – tiba Khalid bin Walid dan pasukannya datang untuk kembali
menyerang kaum Muslimin. Umar bin Khathab menghadang pasukan tersebut, dan
akhirnya membuat Khalid bin Walid mengurungkan niatnya untuk menyerang kaum
Muslimin. Dengan pertimbangan itu, Khalid bin Walid mulai mengatur pasukannya
untuk mudur. Mundurnya pasukannya Khalid bin Walid menandai bahwa perang Uhud
telah berakhir.
Strategi Perang yang digunakan oleh Nabi
Setiap peperangan pasti punya strategi, baik pihak sendiri ataupun pihak
lawan. Sebuah perang tak akan pernah berhasil tanpa adanya hal tersebut. Rasul
Muhammad SAW juga sudah merencanakan segala sesuatunya untuk menghadapi kaum
kafir Quraisy.
Setelah perang Badar, satu strategi yang digunakan Rasulullah SAW adalah
menempatkan para inteligennya di Mekah untuk memberikan informasi-informasi
yang terkait tentang pasukan Quraisy. Al-Abbas Bin
Abdul Muttalib yang masih menetap di Mekkah melakukan tugas tersebut.[5]
Setelah mendapatkan kabar dari para intelegensi segera nabi bermusyawarah
dengan para sahabatnya.
Salah satu kelebihan Rasulullah sebagai seorang pemimpin adalah
mendengarkan jajak pendapat dari para sahabatnya. Sekalipun posisi beliau
sebagai seorang nabi, beliau mampu mengatur sendiri jalannya strategi yang akan
digunakan dan tentunya mendapat arahan dan wahyu dari langit, beliau masih
memusyawarahkannya dengan para sahabat. Pada saat itu, mayoritas suara sahabat
jatuh pada upaya melakukan penyerangan kafir Quraisy di Bukit Uhud.[6]
Setibanya Rasulullah dan pasukannya di Syaikhani, beliau selaku komandan
tertinggi memeriksa pasukan. Ternyata, di dalam pasukan
terdapat anak-anak yang usianya sangat belia. Beliau menolak keikutsertaan
mereka, kecuali yang mempunyai spesialisasi dalam peperangan, seperti Rafi’ bin
Khudaij yang mahir memanah dan Samurah yang ahli beladiri. Hari itu adalah hari
Jumat. Karena hari sudah petang, mereka menginap di tempat itu dan
memerintahkan lima puluh orang pasukan mengadakan hirasah, yakni menjaga di sekitar
pasukan.
Tidak Meminta Pertolongan Orang-orang Kafir, Rasulullah
melakukan hal itu ketika berangkat dari Madinah ke Uhud. Ia mendapati
sekelompok Yahudi, sekutu Abdullah bin Ubay yang ingin turut serta membantu
Rasulullah. Namun, Rasulullah menolaknya dengan mengatakan “Jangan minta
pertolongan orang-orang musyrik dalam melawan orang musyrik sebelum mereka
masuk Islam.”
Munir Muhammad Al-Ghadhban dalam Fiqh As-Sirah An-Nabawiyahnya mengatakan
bahwa Perang Uhud ini merupakan pembeda antara orang-orang mukmin dan
orang-orang munafik, seperti dalam firman Allah : “Dan apa
yang menimpa kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan itu
adalah dengan izin Allah, dan agar Allah menguji siapa orang yang benar-benar
beriman, dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka dikatakan,
‘Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankan dirimu.’ Mereka berkata,
‘Sekiranya kami tahu bagaimana cara berperang, tentu kami akan bersamamu.’
Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka
mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Dan Allah lebih
mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (QS Ali Imran
[3]:166-167).
Salah satu penentu kemenangan seorang komandan adalah penentuan tempat yang
strategis. Barangsiapa yang menempati posisi strategis, kemungkinan besar akan
menang dalam pertempuran. Rasulullah merupakan salah satu panglima yang ahli
dalam pengaturan strategi militer. Hingga ketika itu, pasukannya dibawa ke kaki
Bukit Uhud. Pasukan muslim mengambil tempat dengan proses menghadap ke arah
Madinah dan memunggungi Uhud. Dengan posisi ini, pasukan musuh berada di tengah
antara mereka dan Madinah.
Pasukan kaum muslimin ini dibagi menjadi tiga batalion, yaitu:
a. Batalyon Muhajirin, benderanya diserahkan
kepada Mush’ab bin Umair
b. Batalyon Aus, benderanya diserahkan kepada
Usaid bin Hudhair.
c. Batalyon Khazraj, benderanya diserahkan kepada
Al-Hubab bin Al-Mundzir Al-Jamuh.
Rasulullah
membagi pos militer para prajuritnya, prajurit dakwah, serta prajurit yang siap
mengorbankan harta, waktu, tenaga dan bahkan jiwa untuk mendapatkan keridhaan
Allah SWT. Beliau menempatkan satuan pasukan khusus yang dipimpin oleh Abdullah
bin Jubair. Anggotanya terdiri dari 50 pemanah ulung di bukit Uhud, tepatnya
150 meter dari pasukan kaum muslim. Tujuannya jelas, yakni melindungi pasukan
di bawah yang sedang bertempur dari laju serangan depan yang menggelombang,
juga menahan pasukan Khalid bin Walid yang sangat membahayakan.
Rasulullah
membagi pasukannya menjadi dua sayap atau dua bagian, yaitu sayap kanan dan
kiri. Sayap kanan beliau posisikan di kaki Bukit Uhud dan sayap kiri
ditempatkan di Bukit Ainain. Posisi pasukan sayap kanan sendiri merupakan
posisi yang aman karena dilindungi oleh bukit Uhud. Sedangkan pasukan sayap
kiri posisinya tidak aman lantaran musuh bisa memutari Bukit Ainain dan
menyerang mereka dari arah belakang.
Untuk
menanggulangi hal itu, Rasulullah pun berpikir cerdas dengan menempatkan regu
pemanah sebanyak 50 orang yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair di belakang
pasukan sayap kiri. Rasulullah sendiri berada di dalam sayap kiri.
Rasulullah
memerintahkan pasukan pemanah tersebut untuk tetap berada di posisinya semula.
Mau pasukan muslim menang atau kalah, mereka harus tetap di sana. Karena
merekalah yang mengamankan posisi pasukan sayap kiri. Dan pastinya, untuk
mengantisipasi kalau-kalau pasukan kafir spontan datang kembali dari arah lain.
Ini tentu disebabkan jumlah mereka yang jauh lebih banyak dari pasukan muslim.
Selain itu,
Rasulullah juga menambahkan beberapa kaum wanita di belakang pasukan muslim
untuk memberikan bantuan air minum kepada para pasukan. Juga, untuk membawa
para pasukan yang terluka keluar dari medan tempur. Salah satu dari
wanita tersebut adalah Fatimah, anak Rasulullah sekaligus istri dari Ali bin
Abi Thalib.
Di lain
sisi, yaitu pihak pasukan kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sofyan,
mendirikan perkemahan dan melakukan persiapan di selatan bukit Uhud, radius 1
mil. Abu Sofyan mengelompokkan pasukannya menjadi barisan infantri. Yaitu, satu
barisan di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di bagian samping kanan dan
kiri. Kedua belah pihak sudah siap bertempur dan mengerahkan pasukannya. Yang
selalu diingat oleh Quraisy ialah peristiwa Badar dan korban-korbannya,
sedangkan yang selalu diingat oleh kaum muslim ialah Allah dengan
pertolongan-Nya.
Dampak Perang Uhud terhadap Umat
Islam
Perang Uhud
telah memberikan banyak pelajaran bagi kaum Muslimin. Dalam perang Uhud, pihak
Muhammad mengalami kekalahan[7], Allah
ingin menguji keimanan mereka. Perang Uhud telah memberikan pelajaran agar
tidak meninggalkan perintah Nabi Muhammad dalam situasi apapun. Selain itu, perang Uhud juga merupakan pembeda
antara orang Kafir.
Setelah
perang Uhud selesai, Nabi membuat pembaruan di bidang pemerintahan dengan
membentuk suatu pemerintahan yang terpusat di Madinah untuk menghindari
pembelotan yang pernah terjadi di perang Uhud oleh kaum Yahudi di Madinah.
Dampak lain yang terlihat di dalam perang Uhud adalah naiknya martabat wanita
yang terlihat di dalam pertempuran wanita menjadi bagian dalam pasukan sebagai
perawat prajurit kaum Muslimin yang terluka dan menjadi bagian perbekalan.
Kesimpulan
Strategi jejaring intelegen yang digunakan
nabi pada masa dulu belum pernah digunakan sebelumnya saat ini sudah banyak
yang menggunakan jejaring intelegen ini untuk mempercepat sampainkan informasi
kepada komandan.
Jejaring intelegen yang dibuat oleh Rasullulah
mampu menempuh jarak yang jauh dengan waktu yang singkat dan informasi yang
diperoleh tidak sampai bocor kepada Musuh. Selain itu nabi juga tidak
bekerjasama dengan orang Musyrik.
Zaman saat ini Jaringan Intelegen sudah
digunakan diberbagai negara untuk menjaga daerah geopolitik masing-masih Negara
meski saat ini lebih canggih lagi, namun yang perlu dipelajari adalah
orang-orang yang berada di jaringan intelegen haruslah orang yang jujur dan
bukan seorang munafik sehingga segala rahasia bisa terjaga. Untuk menghadapi
jaman ini harus mempunyai orang-orang yang bisa dipercaya dan bukan orang-orang
dari golongan yang ingin merusak agama.
Daftar Pustaka
Al-Mubarakfury, Shafiyyur Rahman, Sirah Nabawiyah, terj. Katsul Suhardi, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2013
Arsmstrong, Karen, Muhammad Sang
Nabi, terj. Sirikit Syah, Surabaya: Risalah Gusti, 2006
Aprilia Kumala, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya: Ikhtiar, 2006
Gullen, Muhammad Fethullah, Cahaya Abadi, terj. Fuad Saefuddin, (Jakarta: Republika, 2013
Haekal, Muhammad Husain , Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, Jakarta: Litera AntarNusa, 2005
M.Lapidus, Ira, Sejarah
Sosial Ummat Islam, terj. Gufron A.Mas’adi, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999
*Nita
Juniarti (511102502) mahasiswa Ski semester VII
[6] Muhammad Fethullah Gullen , Cahaya Abadi, terj. Fuad Saefuddin, (Jakarta: Republika, 20013), hlm, 216.
Komentar
Posting Komentar