Di sisi jembatan beton yang panjangnya 25 meter dengan lebar tiga meter melintasi sungai dengan air yang tidak bisa dibilang jernih. Seorang anak duduk terpaku sambil memengang perutnya, dari penampilan yang lusuh, kulit tidak terawat, serta tidak memakai sandal kadang kala otak kerdirku akan berfikir ia adalah satu dari seribuan pengemis yang bertebaran di negeri ini. Aku mendekat, gadis jalanan yang mulai beranjak dewasa itu mendongkakkan kepalanya dan menatapku, matanya membulat. Raut wajahnya kusut, kepedihan dan kesedihan terpatri tanpa sengaja dari wajahnya. “Kak, maukah kau membeli ini?” ia menyodorkan sebuah tas rajut padaku. “Eh… “ aku kaget bukan kepalang. Ah… aku terlalu terbiasa dengan nada sumbang “beri sedekah sedikit, saya belum makan” dari beberapa pengemis yang sering kutemui. “Kak… beli? Murah kok” Apa yang bisa kulakukan? Aku juga tidak punya uang sepeserpun. Setelah berfikir sejenak tanpa membiarkannya bertanya, aku menarik tangannya, ia k
Zijjue El Syifa : Tetap menjadi pengobat dimanapun