Langsung ke konten utama

Kayu menang : Sebuah cerita kebaikan kecil


50 Kepala keluarga menghuni desa Kayu Menang. Nama Desanya di ambil dari kisah sebatang kayu yang sangat panjang mengalahkan semua pohon kayu di desa tersebut saat dilihat dari jauh. Orangtua desa menyebutnya "memang kayu ko meunang" dalam bahasa singkil. Akhirnya di namakanlah desa kayu menang (pohon menang). Naik robin 45 menit dari Desa Kilangan baru bisa sampai di Kayu Menang ini. Desa ini mempunyai sekolah dengan jumlah Gurunya 10 orang dengan rincian
4 honor dan 6 orang pns. Siswa 33 orang, yang paling ramai kelas 1 jumlahnya 8 orang. Kelas yang digunakan masih ada yang kelas rangkap.
Kegiatan belajar bermain bersama Pengajar Muda Aceh Singkil

Ketika saya di desa ini, saya hanya belajar berbicara dengan ibu-ibu, mereka tertawa dengan celetukan saya yang garing, saya bahagia. Pulangnya saya diberi 2 potong belacan singkil oleh dua orang ibu, padahal saya hanya mendengar cerita mereka tentang kampungnya, tentang anak mereka yang kuliah di lhoksemawe dan sesekali tertawa ngakak saat mereka melucu. Selain itu, anak dari ibu yang rumahnya saya tumpangi untuk shalat dengan senang hati menceritakan proses pembuatan kasap.

Hal yang selalu saya syukuri saat berpergian adalah bertemu orang-orang baik yang memacu saya untuk jadi lebih baik dari diri saya sebelumnya.
Nenek yang sedang menganyam tudung saji

Setelah makan bersama di kantor Desa dengan bapak camat dan kepala desa serta beberapa perangkat, selesai shalat Jumat kami bertolak pulang ke Singkil.
Pelabuhan orang Desa yang mau ke Kayu menang. Jalan yang harus ditempuh setelah ini adalah berjalan kaki sekitar 10 menit. Biasanya penduduk naik robin yang ke kuala baru


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal