cerpen Oleh Nita juniarti Seandainya waktu bisa di bebaskan dari detakan jam dan tumpukan kalender dipojok-pojok usia yang kian hari kian tersisa aku yakin lidya mungkin memilih untuk tidak terbaring di ruang pucat karena tubuhnya di grogoti dua tumor ganas(abdomen dan adneya) yang dari hari ke hari terus kurus dan melemah.Perutnya terus membuncit,seperti sedang hamil tua mengandung dua anak kembar. "keadaannya memburuk beberapa hari ini" kata ibunya lesu. Meski dua tumor mendera tubuhnya,gurat wajahnya tetap tegar,dia memakai baju daster di hari-harinya.Fatamorgana terus berdatangan,menjaga jarak dan pandangan.Lidya adalah sahabat kecilku yang dulunya ceria,pinter dan baik.Tapi kini dia lebih banyak diam bahkan kata makcik suryani,ibunya sejak setahun terakhir dia terasingdari teman-teman sekolah. Masih jelas dalam ingatanku tentang sosok lidya,saat itu guru bahasa indonesia kami menugaskan membuat sebuah karangan tentang masa depan,tentang cita-cita dan
Zijjue El Syifa : Tetap menjadi pengobat dimanapun