cerpen
Oleh Nita juniarti
Seandainya waktu bisa di bebaskan dari
detakan jam dan tumpukan kalender dipojok-pojok usia yang kian hari kian
tersisa aku yakin lidya mungkin memilih untuk tidak terbaring di ruang pucat
karena tubuhnya di grogoti dua tumor ganas(abdomen dan adneya) yang dari hari
ke hari terus kurus dan melemah.Perutnya terus membuncit,seperti sedang hamil
tua mengandung dua anak kembar.
"keadaannya memburuk beberapa hari ini" kata ibunya lesu.
Meski dua tumor mendera tubuhnya,gurat
wajahnya tetap tegar,dia memakai baju daster di hari-harinya.Fatamorgana terus
berdatangan,menjaga jarak dan pandangan.Lidya adalah sahabat kecilku yang
dulunya ceria,pinter dan baik.Tapi kini dia lebih banyak diam bahkan kata
makcik suryani,ibunya sejak setahun terakhir dia terasingdari teman-teman
sekolah.
Masih jelas dalam ingatanku tentang sosok
lidya,saat itu guru bahasa indonesia kami menugaskan membuat sebuah karangan
tentang masa depan,tentang cita-cita dan target hidup kami dan ketika itu karangan
lidya terpilih sebagai karangan yang mendapatkan nilai yang cukup
tinggi,cita-citanya ingin menjadi seorang dokter.
"lidya
naksu jet keudoto yang bisa peubat gop Nita,ntek menyo Nita saket jak meubat
bak lidya mantong gratis"katanya saat itu.Terasa masih kemarindan masih
tergiang merdu ditelingaku kata-kata itu.Cerianya,bola mata nakal itu,pintar
otak itu,berdebat masalah benua australia,menyusuri lembah sungai Nil dalam
pelajaran ips semua membuat rindu hingga hari ini setelah delapan tahun berpisah
aku berkynjung kerumahnya namun kenyataan berkata lain,meski usia kami
sama-sama 18 tahun lidya terlihat lebih tua dengan keadaannya itu.
"Setahun
terakhir dia tidak bersekolah lagi karena perutnya yang kian membuncit dan
sering sakit-sakitan" ungkat ibunya sedih
"tak ada pengobatan makcik?"tanyaku
hati-hati
"ada,ketika tumornya semakin besar kami membawanya ke RSU Cut Nyaj
din meulaboh untuk berobat dan dirujuk ke RSU Adam malik di Medan melalui
Askekin,maklum kami bukan orang yang berada.Namun hal ini tidak dapat
menolong,operasi yang dijanjikan tak kunjung dilaksanakan"cerita ibunya
sedih.
Aku hanya
menatap hampa,bagaimana tidak di Negri ini uang adalah raja yang menyelesaikan
segala-galanya.
"operasinya slalu ditunda,diulur-ulur
waktunya hingga uang kami habis untuk menyewa kamar sebab kami hanya diberi
penginapan selama tiga hari selanjutnya bayar namun operasi itu tak pernah
ada"keluh makcik suryani,air matanya berlinang menjadi saksi bahwa semua
itu hukum rimba yang banyak uang adalah raja.Aku hanya diam,lalu menghampiri
lidya
"mantong
turi dengan lon sahabiyah?" kataku pelan
"Nita?" tanyanya antusias.Aku tersenyum getir.
"Hidup
adalah perjuangan dan aku gagal dalam hidup ini nita,lanjutkan hidupmu jangan
sia-siakan kesempatan sob!"katanya tegar.
"jangan berkata begitu Lid"kataku
pahit,dia tersenyum samar.
Ditetesan waktu,aku merasa sangat bodoh dan
lemah karena tidak bisa menolong sahabatku untuk operasi.Ya Allah,kenapa sih
Negri ini?kaya namun sengsara.Diselembar kisahku ku tulis suatu kebenaran
pernyataan Guru SDku tercinta "yang kaya menjadi raja"dan sekarang
aku sadar tanpa uang lidya tidak akan pernah bisa operasi.
Mawar yang dulu merekah merah,juara
kelas,bintang terang,calon dokter,kini cahayanya meredup karna keterbatasan
yang dimiliki di Negri bertitel ini.
Ada satu hal lagi yang tak terlupa
dengan wanita ini, ketika musim-musimnya demam korea, atau K-pop dia paling
doyan mengejar apapun yang berhubungan dengan korea, tak pedulu kanker yang
mengorotinya, tak peduli penyakitnya melanda sendi hati, yah harus ku akui dia
memang orang yang gigih memperjuangkan apapun yang di inginkannya.
Mulanya super junior sangat di sukai,
bersama Ezar salah satu dari teman SMAnya mereka “berburu” setiap hits yang di
keluarkannya, lalu di sisi lain juga
Ezar adalah teman yang baik yang selalu membawakan poster-poster atau
meminjamkan kaset-kaset korea pada lydya yang kini terbaring lemah.
Entahlah, Negeri bertitle ini
menciptakan karakter yang berbeda dari tiap orang.
“ Nita, lia pengen ke korea. Disana bisa
operasi entar, kalau Lia uda sembuh Lia pulanfg lagi Ke Aceh, Lia bawa pulang
oleh-oleh bagus buat Nita” katanya gemetar
“ Lia, foto bareng sama big bang ya”
ucap Ezar mencoba tersenyum
Perasaan sedih mengelayuti Kami,
perasaan terbata oleh keadaan Lia dan keterbatasan yang kami miliki. Cita-cita
lidya amat sederhana sesederhana sinar embun pagi yang membasahi bumi.
Komentar
Posting Komentar