Langsung ke konten utama

SAKSI SEKAT WAKTU



Oleh Nita juniarti

Jalan yang kita lalui tak selamanya mulus seperti jalan tol tapi hidup itu seperti aliran air yang terhalang batu, namun yakinlah selalu ada celah untuk di lewati. Namaku Nita anak sulung dari tiga bersaudara, saat aku duduk di kelas enam SD, ayahku menyuruhku berhenti sekolah, alasannya masih  klasik karena tak ada biaya untuk melanjutkan ke SMP. Namun aku tak mau, Aku pulang ke kampung halaman ibuku, Blang pidie dan di sini aku tinggal bersama nenek pihak ibuku yang sangat menyayangiku sebagai cucu perempuan satu-satunya. Bermodal dengan sebuah kenekatan aku mencoba mengikuti test di MTSN Unggul Susoh setelah tamat dari Sd 1 Rawa. Ayah tak mengurus sedikitpun tentang sekolahku karena Ia tidak mengiginkan aku sekolah tahun ini, sedangkan ibuku, apa yang bisa di perbuat wanita itu tanpa uang di tangan? meski diam, ibuku tetap memberi dukungan moril "mimpi,cita-cita bukan hanya milik orang kaya nak, jika engkau berusaha dan berdoa dunia berada di genggamanmu". Saat itu aku hanya tersenyum tak ada setitik air matapun yang ku keluarkan, entah air mata kering bersama luka di hatiku, entah tidak ada lagi air mata yang tersisa. aku tak tau kenapa. Aku tidak menangis, sedikitpun tidak. Menjelang tes, ayahku tak juga kunjung memberi uang sepeserpun.Aku yang cuma bermodal tekat dan semangat, tak henti-hentinya berdoa kepada Allah agar aku bisa tetap sekolah.
Terkadang kehidupan membuat kita terpuruk tergantung pada kita ingin tetap bangkit atau ingin tetap terpuruk dan aku memilih untuk bangkit karena cita-cita, harapan, dan cinta bukan punya orang kaya tapi milik semua orang yang teguh dan berusaha sungguh-sungguh untuk hal yang ingin di capai itu.
Dengan segala tekat dan semangat akhirnya aku berhasil sekolah di MTSN UNGGUL SUSOH hingga tamat. Kemudian diterima di SMA HARAPAN PERSADA yang lagi-lagi ayahku tidak memperdulikan keadaanku dan itu tak pernah di perhitungkan. Ibuku yang memaksaku melanjutkan ke SMA UNGGUL ABDYA itu dan aku pesimis, tapi ibuku selalu berkata "semua bisa dengan doa dan usaha serta semangat tanpa putus asa",  Saat Aku merasa pesimis dan putus asa selalu ku ingat kata-kata itu.
Dunia terlalu meresahkan apalagi bagiku yang sedang gebar-gebor menghadapi peliknya masalah dunia remaja yang merongrong setiap langkahku, ibu selalu menjadi permata, sahabat yang paling setia dan paling beharga. Ketika Aku berumur 17 tahun saat itu sedang menempuh studi di SMA Harapan banyak kisah bersama Ibu yang membuatku tertegun dalam tangis bila mengigatnya. Ibuku  adalah sosok wanita yang tak mau mengugkapkan segalanya dalam konsep yang sebenarnya, Ia hanya menjelaskan dalam kata yang perlu di beri makna.

           Saat itu sekolah mengadakan meeting class dan event yang sangat ingin ku ikuti adalah lomba penulisan karya ilmiah, yang sejak beberapa tahun terakhirpun selalu ku tunggu. Entah kenapa, Aku sangat ingin menaklukkan semua lomba kepenulisan meski Aku tau tak sedikitpun Aku ada bakat untuk hal ini, namun kata-kata ibu adalah cambukan yang membuatku selalu merasa di tantang untuk setiap event penulisan.
“jika memang Nita hebat, kenapa tidak memenangkan satu event pun di lomba tulisan?”Kata Ibuku sinis. Aku tau dan sangat hapal, ibuku adalah tipe orang kebalikan. Menyindir demi kesuksesan dan jika Aku sukses tidak sedikitpun Ia menampakkan rasa bangga agar Aku tidak merasa cepat puas dengan hasil yang sudah ku peroleh. Saat event tersebut di adakan tak sepeserpun uang nongrong di kantongku, semua hal memang membutuhkan uang namun tak bearti uang penentu kesuksesan. Ketika Aku merasa di puing-puing pilihan yang benar-benar sulit dan terancam tidak bisa mengikuti lomba itu, Ibu menjelma menjadi sosok pahlawan di subuh kelam saat malam masih malas beranjak dan matahari masih enggan hadir menyinari kemalasan manusia.
 “ini ada uang, ikut lomba itu dan taklukan rasa takut Nita gagal dalam lomba itu “Katanya menyodorkan selembar uang dengan senyum lembut menenangkan hati.
Aku terdiam tak mampu berkata apapun, Ibu tak memupuskan keinginanku, tak melarang aku berkarya,tak sekalipun namun Ia mendukung dengan caranya sendiri, cara yang terkadang tersirat di suruh berfikir untuk memahami.
Kemudian bulan juni 2011 lalu aku sukses lulus dari SMA itu dan melanjutkan ke IAIN AR-RANIRY Banda aceh melalui jalur usmu. Dengan keadaan ekonomi yang menceklik dan di kejar deadline pendaftaran ulang mahasiswa undangan bila tak mendaftar akan gugur sebelum bertempur, maka saat pendaftaran ulang mahasiswa undangan tiba, lagi-lagi  ibuku menyuruhku berangkat ke Banda Aceh.
“kejarlah mimpimu nak, apapun yang terjadi cita-cita tetaplah cita-cita harus di wujudkan meski keterbatasan ekonomi melilit kita”  kata Ibuku membuat Aku meneteskan air mata, entah karena bahagia atau karena yang lainnya.
Akhirnya Aku berangkat ke Banda Aceh bersama Fitri, Dian, Rudy, Ulfa, dan beberapa teman lain dari SMAN 1 Blangpidie. Entah apa yang bisa ku lakukan dengan uang tujuh ratus ribu yang di berikan oleh ibuku, namun dengan keberanian Aku pergi ke sana, neraka terindah, kota propinsi Aceh, pusat kampus.
 Sekarang itulah aku yang masih berjuang untuk pendidikan tidak peduli darah menetes saat berangkat ke kampus dari Lampenerut ke Pante kulu yang bukan interval yang pendek untuk di tempuh namun aku tetap berusaha dengan segala upaya untuk bertahan demi pendidikan demi cita-cita ibu yang ingin melihat setidaknya ada satu dari keluarga kami yang akan menjadi sarjana kelak.
Belum lagi persoalan kuliah di jurusan sejarah kebudayaan islam yang  Sering sekali mendapat hinaan dari orang di sekitarku.
 you late to work if you goes to the department” kata seorang teman MTSN yang kuliah di jurusan bahasa Inggris dalam bahasa yang tidak ku pahami, bukan karena tidak bisa bahasa Inggris setidaknya Aku mengerti Ia menghinaku akan lama bekerja bila kuliah di jurusan itu.
Aku hanya tersenyum, it make me strong. Setidaknya Aku tau, ini jalanku, ini yang Aku pilih terserah Anda menilai bagaimana,  Aku yang menjalani bukan Anda.
Di tambah lagi persoalan saat-saat Aku telat masuk ke ruang kelas karena jarak yang ku tempuh tidaklah dekat hingga saat masuk kelas Aku harus selalu menunduk malu, teman-teman menatapku tajam, Aku tak tau apa yang ada di fikiran mereka.
Namun disinilah letak tantangannya, Aku tak hanya di hadang oleh persoalan tak sanggup bayar uang kuliah namun juga tak sanggup beradaptasi dengan petinggi lingkungan yang angkuh, namun bila ombak itu menerjang akan ku coba menerjang kembali semampuku, dan Aku harus bertahan, Aku bertekat, apapun yang terjadi, sebodoh dan semiskin apapun Aku, Aku harus mejadi seorang yang di banggakan oleh Ibuku dan menjadi seseorang yang selalu menjadi sejarah meski tak ada yang mengabadikan namaku di sejarah Nasional, tegar dan sabar meski badai menerjang malah menerjang balik ombak itu hehhehe demi ibuku yang telah berjuang untuk menyekolahkanku setinggi ini  yang membuat Aku yang tak pernah bisa di katakan pintar ini, hari ini berdiri di depan lapangan tugu, berada di altar kampus IAIN dengan dukungan yang sangat beharga, orang yang sangat ku cintai hingga sisa nafas tak betah lagi nongkrong di paru-paru, beliau ialah ibuku Nurbaiti binti Hasby yang selalu ada dengan sejuta surprise atas doa-doanya meski terkadang beliau tidak sanggup memberiku materi namun deting cinta ibu selalu ada di setiap langkah sayu yang ku lewati dan beliau yang telah menyita hati untuk merindu maka tak akan ku sia-siakan kesempatan pendidikan yang ada di hadapanku, apapun yang terjadi.
Tak habis waktu untuk mengungkapkan betapa berutungnya aku punya ibu sekuat dirimu, sesayang dirimu padaku, tak putus harapan hari ini, esok dan seterusnya biarlah sekat waktu yang menjadi saksi kasih sayangmu, aku berjuang untukmu akan membawa dunia dalam gengamaku unnntukmu, haya untukmu ibu.


Biodata

Nama yang di berikan oleh orang tua ketika bayi adalah  Nita Juniarti dan sampai sekarang nama itu selalu menjadi kebanggaan saya selalu sampai kapanpun, meski orang-orang berkata apalah arti sebuah nama. Di lahirkan pada hari rabu tanggal 9 Juni 1993 di sebuah desa yang hiruk-pikuk dengan lalu lalang kenderaan dari jenis apapun pada jam 9 pagi begitu lah cerita ibu saya. Sekarang saya kuliah di IAIN AR-RANIRY BANDA ACEH jurusan Adab Sejarah Kebudayaan (ASK) konsetrasi Sejarah Arkeologi Islam Fakultas Adab. Adapun contact persone yang bisa di hubungi yaitu 085260069856, sejak di ciptakan surat elektronik saya mempunyai alamat email nitajuniarti@rocketmail.com


Sekian dan terima kasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Strategi yang digunakan Nabi Muhammad dalam Perang Uhud

Oleh : Nita Juniarti * Abstrak        Artikel ini memberikan gambaran tentang peristiwa perang Uhud. Perang Uhud adalah perang kedua setelah Badar yang diikuti oleh Nabi Muhamad S.A.W.   Dinamakan Perang Uhud karena Perang ini terjadi di gunung Uhud. Dalam sebuah peperangan tentu saja ada strategi yang digunakan, dalam banyak buku di tulis bahwa pada Perang ini Umat Islam menderita kekalahan dengan strategi bertahan di Kota Madinah namun pada dasarnya Perang ini adalah perang pembersihan umat Islam dari orang-orang Munafik. Perang ini merupakan strategi pembersihan dan memurnikan orang-orang Islam dari orang yang berpura-pura sekaligus membersihkan kota Madinah dari golongan yang mengancam keutuhan Negara Madinah. Keyword : Strategi, Perang , Uhud. Pendahuluan Dalam kamus Bahasa Indonesia, Perang bearti ilmu siasat perang, siasat perang, akal atau tipu muslihat untuk mencapai sesuatu maksud dan tujuan yang telah direncankan. [1] Perang...

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga...

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan s...