Saksi
Syariat Islam yang di sia-siakan
Oleh
Nita juniarti
Komplek Makam Kerkhoff(yang bearti halaman depan gereja) berukuran 150 x 200 m berlokasi di Jalan Teuku
Umar, Kampung Sukaramai, Blower (samping Blang Padang), berbatasan dengan
museum tsunami dan SMA Budi Darma Katolik, Banda Aceh tampak
lenggang saat saya dan beberapa teman-teman dari Adab Sejarah Kebudayaan IAIN
Ar-raniry dan mahasiswa sejarah Fkip Universitas Syiah Kuala memasuki arena
pemakaman yang di sebut juga perkuburan pjocut tepat pada jam 2 siang pada
tanggal 17 Mei 2012.
Diantara makam kuburan serdadu belanda yang tewas dalam
perang aceh kawasan kerkhoff ini jika kita sedikit jeli ternyata terdapat tiga
makam dari kerajaan Aceh tepatnya pada masa pemerintahan sultan iskandar muda dan
salah satu dari kuburan ini merupakan
saksi bisu bahwa Iskandar Muda adalah seorang Raja yang benar-benar adil dalam
memerintah serta tidak pandang bulu dalam memberi hukuman, serta seorang raja yang benar-benar
kaffah dalam menengakkan syariat islam Jauh sebelum berlakunya landasan yuridis UU Nomor 11
Tahun 2006 yang memberi ruang cukup luas bagi penerapan Syari’at Islam di Serambi Makkah makam tersebut tenyata adalah
makam anaknya bernama Meurah pupok.
Meski sangat di sayangkan makam
peninggalan sejarah tentang syariat islam pernah di terapkan sedemikian
ketatnya di Aceh pada masa iskandar muda ( yang berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636 dan
berhasil mengantarkan Aceh pada masa
kejayaannya, serta mampu menempatkan kerajaan Islam Aceh di peringkat kelima di
antara kerajaan terbesar Islam di dunia) kurang terawat di bandingkan
makam-makam di sekitarnya yang berdiri megah dan bagus perawatannya.
Kisah sang meurah pupok
Meurah adalah gelar raja-raja di
Aceh sebelum datangnya agama Islam. Dalam bahasa Gayo, Meurah disebut Marah, Meurah Pupok adalah putra
kesayangan Sultan Iskandar Muda yang hidupnya harus berakhir tragis. Menurut sebuah riwayat
Sultan Iskandar Muda memiliki dua anak, yang pertama adalah Meurah Pupok yang
berasal dari istrinya seorang Putri Gayo(jadi bukan hal aneh jika di Gayo ada
pemakaman yang di beri nama ‘meurah pupok’). Yang kedua adalah wanita yang
bernama Safiatuddin yang berasaal dari istrinya Putri Pedir/Pidie. Meurah Pupok
dikenal sebagai seorang Pangeran yang terampil menunggang kuda. Meurah Pupok
menjadi harapan Sultan Iskandar Muda untuk menggantikannya.
Dalam banyak kisah di
ceritakan bahwa Sang Putra Mahkota, Meurah Pupok, harus mengakhiri hidupnya di
ujung pedang Sultan Iskandar Muda. Meurah Pupok dituduh telah berbuat zina maka
berdasarkan hukum yang di tegakkan si pelaku sekalipun dia anak raja, harus
dihukum sebagai ganjaran atas perbuatannya. Peristiwa penghukuman oleh Sultan
terhadap Putra Mahkota merupakan latar lahirnya ungkapan filosofis “Mate aneuk
meupat jeurat, gadoh adat hana pat tamita”.
Adat harus ditegakkan meski anak harus dikorbankan karena pada masa itu
syariat islam benar-benar di jalankan tanpa pandang bulu. Dan adat harus
bersumber pada syariat islam yang sumber utamanya adalah Al-qur’an dan Hadist
sehingga menegakkan adat dapat identik juga dengan menegakkan hukum Islam
seperti yang tertuang dalam filosofi “ Hukom ngen adat lage zat ngen sifheut”.
Namun dalam kisah lain
di sebutkan bahwa tragedi Meurah Pupok ini sebetulnya memang telah dirancang sedemikian
rupa oleh kelompok politisi istana yang berkhianat. Mereka dengan licik
memanfaatkan Meurah Pupok yang tengah terjerat cinta. Konon ini merupakan
permainan kelas tinggi. Meurah yang menjadi target, masih teramat lugu dengan
kemudaannya sehingga tidak menyadari jebakan tersebut. Maka akhirnya
pengkondisian itu berjalan sukses. Pupok terbukti berzina. Memang ia merupakan
anak raja, tapi hukum syariah tidak boleh dinodai. Dugaan ini muncul di
sebabkan oleh hipotesa Meurah Pupok adalah putra mahkota yang akan menggantikan
posisi ayahandanya sebagai Sultan di kemudian hari, sehingga ada dari politisi
istana yang tidak mengiginkan hal ini.
Sultan dirundung kesedihan mendalam yang terus
menerus ini membuat Sultan jatuh sakit. Sakitnya berlangsung terus dan semakin
parah. Dalam beberapa waktu kemudian Sultan Iskandar Muda yang perkasa ini
akhirnya mangkat tepatnya pada tanggal 27 Desember 1636. Dan di gantikan oleh Sultan
Iskandar Tsani.
Setelah Sultan Iskandar Tsani mangkat
ditunjuklah istrinya yang juga anak Sultan Iskandar Muda dan adik Meurah Pupok
yaitu Ratu Tajul Alam Syafiatuddin menjadi Ratu Penguasa Kesultanan Aceh. Dalam
masa kepemimpinan Ratu Tajul Alam Syafiatuddin ia mencoba memulihkan kembali
nama baik abangnya Meurah Pupok, karena sesungguhnya abangnya tersebut tidak
sepenuhnya salah. Abangnya dijebak oleh politisi yang jahat. Ratu kemudian
membangun makam untuk abangnya Meurah Pupok yaitu suatu bangunan yang indah
yang menjadi kenang-kenangan bagi peristiwa masa lalu untuk dijadikan pelajaran
agar para penguasa dan keluarganya harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan
bertindak. Bangunan makam ini disebut dengan Kandang Poteu Cut. Kandang ini
terletak pada lokasi strategis yaitu disisi barat Kandang Perak dan Taman Sari
pada tepi jalan masuk ke Medan Khayali(sekarang di antara SMA Budi Darma
katolik dan Museum Tsunami). Namun, makam Meurah Pupok yang disebut Peucut ini
sempat dihancurkan Belanda(Peucut berasal dari Pocut yang berarti putra
kesayangan).
Meurah pupok dan
Penegakan Syariat saat ini
Demi menegakan hukum
Sultan Iskandar Muda rela menghukum mati anaknya sendiri yang di ketahui merupakan
putra kesayangannya sekaligus penerus kekuasaannya. Meskipun kemudian diketahui
kesalahan anaknya tersebut akibat fitnah tetap saja Sejarah telah memberikan
pelajaran yang luar biasa buat kita, hukum memang harus ditegakan, namun
kekuasaan itu pun sarat dengan penuh tipu daya sehingga kita harus berhati-hati
dalam mengambil keputusan saat menjadi seorang penguasa.
Makam meurah pupok
memang telah memberikan pelajaran secara tidak langsung dalam penerapan sariat
islam di Aceh, namun alangkah di sayangkan kisah ini tidak terlalu popular dan
banyak di antara rakyat Aceh tidak tau menahu tentang peristiwa penegakan
syariat pada masa iskandar muda serta peniggalan purbakala ini tidak di rawat
seperti makam-makam yang ada di sekitarnya.
Semoga
sedikit ulasan sejarah, akan mampu mengajari kita menata hari esok yang lebih
baik serta meraih peradaban yang lebih tinggi, sebab sejarah adalah pengalaman
beharga untuk masa yang akan datang. Salam Jas Merah ( dari berbagai sumber ).
Komentar
Posting Komentar