Langsung ke konten utama

pocut meurah intan,inten dan beuheu :D

Tak bisa terbantahkan lagi, Aceh menjadi gudang penghasil pahlawan perempuan. Tentu saja sebutan itu bukan asal sebut. Mari kita buka lembar sejarah bumi jeumpa ini, maka sederet nama-nama pejuang atau pemimpin perempuan Aceh tersuguhkan. Kisah pun tak kalah heroik dengan kaum agam alias pria.
Ini adalah sebuah kisah yang dituliskan oleh Zentgraft, mantan serdadu Belanda di masa penjajahan yang beralih profesi menjadi wartawan. Ia meliput perang antara Aceh dan Belanda. Suatu ketika, pada 11 November 1902, di Gampong Biheu antara Kota Sigli danPadang Tiji, pasukan Marsose Belanda berpatroli rutin mencari pejuang Aceh. Di bawah komando Letkol T.J. Veltman, pasukan itu menelusuri jalan-jalan di Biheu. Senjatanya lengkap, ada karabin dan kelewang. Jumlahnya 18 orang.

Tiba di sebuah persimpangan jalan, Marsose berpaspasan dengan seorang perempuan. Seorang Marsose menaruh curiga ada sesuatu yang menyembul dari balik sarungnya. Perempuan itu disuruh berhenti. Marsose ingin memeriksanya. Sewaktu hendak digeledah, perempuan itu mengeluarkan sebilah rencong dari balik sarungnya.







Zentgraf melukiskan keberanian Pocut Meurah Intan. Veltman yang terkenal dengan sebutan tuan pedoman tetapi juga seorang yang baik hati menaruh hormat kepada seorang wanita Aceh. Pocut meneriakkan lebih baik mati daripada disentuh oleh pasukan Marsose. Ia pun menyerbu brigade Belanda. Namun Marsose kurang bernafsu bertempur dengan seorang wanita. Demikian tulis Zentgraf.







Pocut Meurah Intan bersuamikan Tuanku Abdul Majid, Putera Tuanku Abbas bin Sultan Alaidin Jauhar Alam Syah. Tuanku Abdul Majid adalah salah seorang anggota keluarga Sultan Aceh yang pada mulanya tidak mau berdamai dengan Belanda. Karena keteguhan pendiriannya dalam menentang Belanda, ia disebut oleh beberapa penulis Belanda sebagai perompak laut, pengganggu keamanan bagi kapal-kapal yang lewat di perairan wilayahnya, sebutan ini berkaitan dengan profesi Tuanku Abdul Majid sebagai pejabat kesultanan yang ditugaskan untuk mengutip bea cukai di pelabuhan Kuala Batee.







Dalam tulisan itu, Zentgraf sangat kagum pada keberanian Pocut Biheu. Bagaimana tidak, dengan seorang diri, ia menyerbu sebuah brigade yang terdiri 18 pucuk karaben dan kelewang-kelewang tajam.






Tentu saja, ini perlawanan yang tidak seimbang yang akibatnya pocut mengalami luka-luka parah. Dua tatakan parang di kepalanya, dua di bahunya dan satu di otot tumitnya putus. Tak terpikir untuk menyerah. Semangatnya tak pernah mundur walaupun ia rubuh bersimbah darah dengan rencong yang masih tergenggam erat di tangan kanannya.







Seorang sersan diantara pasukan Veltman merasa iba kepada Pocut. Ia bermaksud mengakhiri penderitaaan Pocut. "Bolehkah saya melepaskan tembakan pelepas nyawanya?" Veltman menjawab dengan membentak, "Apa kau sudah gila!" sebagaimana yang dituliskan Zentgraf.







Lalu pasukan Belanda meneruskan patroli, membiarkan Pocut terkapar sebelum akhirnya ditemukan oleh sanak keluaganya untuk diobati. Berkat perawatan itu akhirnya Pocut berhasil melewati masa kirtis. Beberapa hari kemudian, Letnan Veltman yang juga bisa berbahasa Aceh berjalan-jalan di Keude Biheu. Dia kaget mendengar Pocut Meurah masih hidup bahkan berencana membunuh penduduk yang berkhianat kepadanya dalam mukim itu. Velmant seakan-akan tidak percaya Pocut masih hidup. Untuk mendapatkan kepastian, ia membawa pasukannya mengepung desa dan merazia satu-satu persatu rumah penduduk, akhirnya menemukan Pocut dalam sebuah rumah penduduk di balik tumpukan kain-kain tua.







Diburu Untuk Dihormati






Atas kejadian Itu Zentgraf menukilkan sungguh suatu hal yang dungu sekali bahwa dalam sosok tubuh yang begitu rusak masih bersemi semangat yang agung sekali. Pada luka-lukanya itu disapukan setumpuk kotoran sapi. Keadaannya lemah akibat banyak kehilangan darah, dan tubuhnya menggigil, ia mengerang kesakitan. Walaupun begitu ia tetap menolak bantuan dokter. "Lebih baik mati daripada tubuhku dijamah oleh seorang kaphe,"katanya. Kemudian Velmant dengan bahasa Aceh yang fasih mencoba membujuk Pocut agar mau diobati dan akhirnya Pocut menerima bantuan dari serdadu itu.







"Orang Aceh sangat sportif, serdadu-serdadu dari semua negara dan keturunan dapat sama-sama menghargai. Wanita itu membiarkan dirinya dirawat olehnya, ia membersihkan luka-luka yang berulat, kemudian membalutnya dengan baik." Catat Zengraft dengan sempurna.






Kabar keberanian Pocut tersebar ke seluruh Nusantara. Adalah Kolonel Scheur, komandan militer dari Jawa yang baru saja menaklukkan puri cakra negara di Pulau Lombok sengaja datang ke Biheu untuk berjumpa dengan Pocut Biheu pada masa ia belum sembuh sepenuhnya. "Dihadapan wanita itu, ia mengambil sikap sebagai seorang prajurit dan memberi hormat dengan meletakkan jari-jarinya di pinggir topi petnya. Sesampainya ia di depan Pocut Biheu ia berkata kepada Veltman "katakan kepadanya bahwa saya merasa sangat kagum kepadanya"Veltman pun menyampaikan hal itu kepada Pocut. "Pada wajah wanita itu terkulum sebuah senyum, "kaphe ini boleh juga"pikirnya" Zentgraf (1989:128-130).


Beberapa waktu lamanya akhirnya Pocut Biheu sembuh dengan tetap cacat. Kakinya pincang ia tetap melakukan perlawanan-perlawanan bahkan menjadi pemimpin perlawanan, walaupun akhirnya ia berhasil ditangkap dan dibuang ke Blora Pulau Jawa. Akhirnya, ia syahid pada 19 September 1937 dan dimakamkan di sana. Hingga saat ini, Nama Pocut Meurah Intan di tabalkan pada salah satu Taman Hutan Raya (TAHURA) di kawasan Puncak Gunung Selawah.


Begitulah Pocut Biheu, Wanita yang sangat dimusuhi sekaligus sangat dikagumi oleh Belanda. Bahkan Veltman menggelarinya Heldhafting ( Yang Gagah Berani). Sejarah kegigihan Pocut setidaknya menepis anggapan bahwa adat Aceh mengukung atau mengekang peran perempuan. Pocut membuktikan Inoeng Aceh mampu berperang seperti layaknya teungku-teungku dan ulama-ulama, Yang pada masa itu tidak pernah memfatwakan bahwa perempuan haram menjadi seorang pemimpin. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J