BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Pada tahun 1930 kereta api yang ada di
Aceh beroperasi dengan titik pemberangkatan dari kota Medan dan biasanya
dimulai pada pagi hari, kereta akan berjalan ke arah utara melalui tempat
pengilangan minyak BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) Pangkalan Brandan.
Di perbatasan Aceh, yaitu di Besitang, jenis kereta api diganti dari kereta api
DSM dengan kereta api Atjeh Tram yang mempunyai jalur lebih sempit dan gerbong
lebih kecil.
Perjalanan hingga Langsa melalui daerah-daerah perkebunan karet. Pemandangan kampung-kampung dengan pohon-pohon kelapa dan pisang, rumpun bambu yang rimbun dan persawahan menjadi hiburan tersendiri bagi pengguna kereta api.
Di sepanjang perjalanan banyak dijumpai stasion-stasion kecil. Pada pukul 18.00 sore kereta api sampai di Lhokseumawe, selanjutnya keesokan harinya pada pukul 13.00 siang tiba di stasion Sigli. Di Padang Tiji kereta api berhenti sekitar 10 menit untuk ganti lokomotif yang lebih kuat, sebab jalan mulai menanjak melalui batas air antara Gunung Seulawah Agam dan Gunung Seulawah Inong yaitu melewati krueng Empat Puluh Empat.
Perjalanan hingga Langsa melalui daerah-daerah perkebunan karet. Pemandangan kampung-kampung dengan pohon-pohon kelapa dan pisang, rumpun bambu yang rimbun dan persawahan menjadi hiburan tersendiri bagi pengguna kereta api.
Di sepanjang perjalanan banyak dijumpai stasion-stasion kecil. Pada pukul 18.00 sore kereta api sampai di Lhokseumawe, selanjutnya keesokan harinya pada pukul 13.00 siang tiba di stasion Sigli. Di Padang Tiji kereta api berhenti sekitar 10 menit untuk ganti lokomotif yang lebih kuat, sebab jalan mulai menanjak melalui batas air antara Gunung Seulawah Agam dan Gunung Seulawah Inong yaitu melewati krueng Empat Puluh Empat.
Pukul 15.00 kereta api berangkat dari
Seulimum melalui Indrapuri menuju Lambaro, di Lambaro kondektur kembali
memeriksa karcis penumpang. Pada pukul 18.00 sore kereta api baru tiba di
stasion Kutaradja. Jadi perjalanan dengan memakai kereta api untuk lintas Medan
– Kutaradja memakan waktu selama dua hari.
Pemberhentian terakhir Atjeh Tram
melalui sebuah tanggal kecil yang berujung dekat jembatan kereta api yang
terbentang di atas kuala, muara Krueng Aceh. Tempat itu berada dekat hutan
bakau. Di tempat itu sekarang sudah berdiri dengan kokoh pertokoan Barata
Department Store. Jadi, dengan kehadiran kereta api yang diramalkan akan segera
beroperasi di Aceh, diharapakan suasana perjalanan seperti tempoe doeloe yang
menyenangkan terhidang di depan mata.
BAB
II
PEMBAHASAN
A
ASPEK HISTORIS
Awalnya kereta Api di bangun oleh
pemerintahan Belanda dengan tujuan Ekonomi yaitu untuk memudahkan mengangkut
hasil rempah-rempah Aceh ke Batavia dan tujuan Politik untuk mengirim para
Pejabat tinggi Belanda dari Batavia ke Kuta raja.
Pada
tanggal 26 Juni 1874 Gubernur Aceh dan daerah taklukannya memerintahkan untuk
menghubungkan tempat demarkasi pelabuhan Ulee.
Kemudian Tanggal 12 Agustus 1876 jalan kereta api Ulee Lheue resmi dibuka untuk
umum dengan menghabiskan biaya 540.000 golden. Pada
tahun Tahun 1885 Jalur kereta api diteruskan hingga Gle Kameng-Indrapuri, namun hanya mampu
mencapai Lambaro dengan alasan
keamanan. Tahun 1886, Dibuka jalur dari Kutaraja
- Lamnyong, sebuah jalur dari
Tongah ke Pekan Kr. Cut dan rumah sakit militer Pante Pirak. Jalur ini
digunakan untuk membawa orang luka dan sakit dari pos militer ke luar Aceh. Bulan Januari 1898 jalur kereta api diperpanjang hingga
mencapai Seulimuem sepanjang 18 km
dan dimanfaatkan untuk lalu lintas umum.
Perkembangan selanjutnya pada Tahun 1900,
Gubernur Van Heutzs merencanakan perluasan jalur kereta api
Seulimuem-Sigli-Lhokseumawe. Biaya ditaksir untuk membangun jalur ini sebesar 3
juta golden, biaya terbesar untuk membuat lintasan di pegunungan yang sangat
berat. Tanggal 15 September 1903 jalur Beureneuen - Lameulo sepanjang 5 km
siap dikerjakan dan dibuka untuk umum. Pertemuan jalur
kereta api lintasan Deli Pangkalan Berandan - Aceh dimulai tahun 1912 Jalur
kereta api Langsa - Kuala Simpang resmi dibuka
untuk umum. Tanggal 29 Desember 1919 Persambungan
kereta api Deli Spoorweg Maatschappij dengan lintas Aceh diresmikan
pemakaiannya. Total panjang jalur kereta api Aceh 450 km dengan total biaya 23
juta Golden.
Banda Aceh resmi
sudah tidak memiliki hubungan kereta api lagi pada tahun 1982. Hal ini
dikarenakan tidak mampu bersaing dengan sarana transportasi jalan raya yang
sudah semakin baik dan onderdil yang semakin sulit dicari.
B ASPEK
ARKEOLOGIS
Secara Arkeologis perkembangan kereta Api di Aceh di tinjau
dari pembangunan relnya pada Tahun 1885 Lebar spoor dikurangi
menjadi 0,75 m dengan panjang 16 km. Kemudian 29 Desember 1919 Total panjang
jalur kereta api Aceh 450 km dengan total biaya 23 juta Golden namun saat ini
rel tersebut tidak dapat di temukan lagi, sehingga tidak bisa di tinjau aspek
arkeologisnya. Yang ada hanya Lokomotif yang masih tersisa sehingga dapat
membuktikan bahwa di Aceh pernah ada kereta Api.
Pemberhentian terakhir Atjeh Tram melalui sebuah tangga kecil
yang berujung dekat jembatan kereta api yang terbentang di atas kuala, muara
Krueng Aceh. Tempat itu berada dekat hutan bakau. Di tempat itu sekarang sudah
berdiri dengan kokoh pertokoan Barata Department
Store. Dan disana terdapat sebuah
lokomotif kereta api berlokomotif BB 84 berat siapnya 31.1 ton dan berat kosong
24.8 ton, telah berumur lebih kurang 2012-1874 yaitu 138 tahun.
Jenis Variasi
Lokomotif di Aceh :
Dipo Lokomotif di Banda Aceh :
BB 74, BB 81, BB 84, c47, C60
Dipo Lokomotif Langsa :
C42, C 54, C 56, C 71, C 72, C 73, C 75,
C 76, C 77
Dipo Lokomotif Lhokseumawe :
C 61, D1-09
Komentar
Posting Komentar