Langsung ke konten utama

Aku, Istriku dan Istri pertamaku (si Langsing nan Sexy)

 
Kuhirup dalam-dalam rokok merk terbaru yang baru saja kubeli di kedai sebelah.ada rasa nyaman dalam hati meski setelah itu terbatuk-batuk. Aku tak peduli dengan vonis dokter yang mengatakan bahwa Aku akan mati bila terus merokok dikarenakan menderita kanker paru-paru, apa peduliku? Toh dokter itu manusia, bukannya Tuhan. Kehidupan ini adalah milikku dan Tuhan yang bebas menentukan kapan Aku akan kembali, bukan dokter.
“Ayah, berhentilah” Anakku Syifa menegur mendengarku terbatuk.
“Tidak apa-apa, ini rokok mentol hanya dingin saja tidak banyak mengandung nikotin dan tidak akan mengantarkan Ayahmu ini pada kematian, jadi tenang sajalah.” Aku menjelaskan padanya santai.
            Aku sangat yakin, sebentar lagi Istriku akan datang dan mengomeliku tentang “benda jahanan” setidaknya itulah gelar istriku untuk rokok yang selalu kudewakan. Padahal bagiku, rokok istri pertama dan tanpa rokok Aku merasakan hidup seakan hampa.
“Jika sayang rokok buang saja anak dulu namun jika lebih memilih anak buang rokok jahanam itu.” Itu suara Istriku, Dia sudah berdiri dihadapanku dan tentu dengan gaya Bossynya.
“Sudahlah sayang, Aku akan jauh-jauh dari anak kita”
“Engkau tidak tau Abang? Perokok pasif itu lebih besar resikonya”
“Tentu saja Aku tau, setiap hari ha itu selalu engkau omeli padaku”
“Benar-benar keras kepala”
“Aku yang merokok kenapa pula Engkau yang susah sangat?”
“Engkau suamiku, Aku tidak ingin kehilanganmu gara-gara si Langsing yang kau sebut sexy itu”
            Aku tersenyum, memang Aku menyebut rokok sebagai Istriku yang langsing dan sexy namun sering kudengar komentar teman-temanku itu adalah si Langsing yang berbahaya bukan sexy yah itu komentar temenku yang tidak merokok.
“Engkau terlalu cemburu padanya Dinda” kataku mengedipkan mata.
            Jika sudah begitu, biasanya Istriku langsung kabur takut kugombali lebih lanjut dan Aku dapat bercumbu dengan rokokku dengan mesranya hingga habis sebungkus.
            Hari ini, batukku semakin menjadi-jadi sampai-sampai Aku mengeluarkan darah dari mulutku dan ini darah yang sangat banyak yang pernah kulihat. Mungkin ini peringatan keras dari Tuhan. Kutatap si langsing yang sexy penuh dengan bercak darah, rasanya Aku ingin mencumbuinya sekali lagi namun batukku kambuh lagi.
“huk.. huk…huk” semakin keras sampai terkencing-kencing.
“Ayah…” Syifa yang baru datang kaget bukan main, Dia berlari keluar mungkin memanggil Istriku.
“Ya Tuhan, Apa yang terjadi Abang” Istriku masuk ke kamar beberapa saat kemudian.
“Aku tidak apa-apa, si Sexy itu hanya ingin bermain sebentar denganku”
            Istriku tidak peduli dengan gumamanku, Ia mengambil handuk dan air lalu membersihkan bercak darahku kemudian menarik tanganku, pasti pergi ke dokter. Aku menurut saja, Ia membawaku ke klinik yang tidak jauh dari rumah, badanku lemas semua. Aku berjalan seperti zombie dan sengaja kujulurkan tangan kedepan layaknya zombie agar Syifa, anak kami merasa takut sehingga Ia tidak mengomel tentang bahayanya merokok, setidaknya Aku belajar dari pengalaman itulah yang sering dilakukan oleh Syifa jika sudah melihatku dibawa ke dokter.
“Bapak benar-benar harus berhenti Bu, ini tidak bisa dibiarkan. Paru-parunya sudah sangat parah!” Sayup-sayup kudengar dokter berbicara dengan Istriku.
            Berhenti merokok? Yang benar saja, Aku tidak sudi menceraikan istri pertamaku yang selalu ada untukku jika Aku sedang stres dengan istriku, suntuk dengan pekerjaan yang menumpuk, galau karena tungakan sekolah Syifa dan masalah yang lainnya.
            Istriku masuk, menatapku dengan rasa kasihan dan Aku tau Dia sangat menyanyangiku bahkan sejak awal Kami menikah, ketika Dia tau Aku adalah perokok berat.
“Dinda, jangan menyuruhku bercerai dengan istri pertamaku. Kata orang yang merokok itu akan mati bukan? Yang tidak merokok setauku juga mati karena kita semua adalah camat(calon mayat) maka Aku memilih merokok sampai mati” Aku memegang erat tanganya, Aku mencintai istriku tapi Aku juga mencintai rokokku, si langsing nan sexy itu.
            Kulihat Istriku menangis, Dia memelukku erat sekali dan Aku kembali terbatuk masih mengeluarkan darah hingga membuat baju istriku basah oleh darah, Aku cinta istriku dan rokok.

*penulis adalah mahasisiwi UIN ar-raniry jurusan Sejarah kebudayaan Islam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal