Langsung ke konten utama

Berwisata Ke Lamreh, kenapa tidak?

   



Oleh Nita Juniarti*
Sejarah merupakan hasil dari proses dari peradaban manusia yang unik, abadi, dan hanya terjadi sekali saja, dengan adanya sejarah kita bisa menguak tabir masa lalu, namun sejarah juga bisa melahirkan kontroversi dan perdebatan panjang. Pada dasarnya, sejarah merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang benar terjadi dimasa yang telah lalu. Peristiwa yang telah terjadi ribuan tahun silam itu dipelajari kembali yang kemudian melahirkan interpretasi yang berbeda. Hal inilah yang kemudian melahirkan beragam perdebatan dan kontroversi. Maka dari itu Sejarah yang sudah ada harus rela direkonstruksi begitu ditemukan bukti baru. Maka tidak heran hingga detik ini telah muncul banyak versi sejarah.
            Lalu bagaimana dengan tempat-tempat bersejarah yang masih tersisa? Apakah harus di pertahankan atau hanya sekedar menjadi sejarah ? Hampir semua situs bersejarah di Aceh menjadi tempat kumuh, tidak terawat, dan sama sekali tidak menarik untuk di kunjungi.  Aceh yang seharusnya menjadi kebanggaan rakyat Aceh ternyata hanya di jadikan pelengkap saja tak ada pengelolaan serius untuk memperlihatkan betapa eskotisnya daerah ini ratusan tahun yang lalu. Salah satu situs yang menjadi perdebatan dari tahun 2012 hingga saat ini adalah Lamreh.
Lamreh yang kaya akan peninggalan arkeologi
     Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, terletak di koordinat  N5.61234 E95.53163 yang berada di wilayah krueng Raya dengan luas 300 hektar. Lamreh merupakan daerah perbukitan yang tersusun dari batuan karst. Bukit di sebelah timur teluk terlihat menjulur ke laut membentuk tanjung. Masyarakat setempat menyebutnya dengan Ujoeng Batee Kapai (ujung karang kapal). Batee kapai (karang kapal) yang dimaksud ialah sebuah bukit karang menyerupai badan kapal yang berada tepat di depan tanjung. Dongeng rakyat, bukit karang itu merupakan jelmaan kapal Amat Ramanyang yang dikutuk karena durhaka kepada ibunya-semacam dongeng Malin Kundang di Sumatera Barat. Bukit karang tersebut, akhirnya, juga dikenal dengan sebutan Pulau Amat Ramanyang.
Tidak jauh dari bibir pantai Lhok Lubhok juga terdapat makam tua, selain Benteng Kuta Lubhok juga terdapat Benteng Malahayati, dibangun pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Riayat Syah Almukammil (1589-1604 M). Bangunan ini merupakan benteng pertahanan sekaligus asrama penampungan janda-janda yang suaminya gugur dalam pertempuran. Selain itu juga digunakan sebagai sarana pemenuhan konsumsi laskar angkatan perang pimpinan Laksamana Malahayati.
Bukit Lamreh memiliki kekayaan arkeologi yang sangat besar. Dilihat dari kondisi bentang  alamnya kemungkinan besar dari masa prasejarah sudah menjadi tempat  hunian atau paling tidak tempat untuk mencari makanan. Namun sampai saat ini belum banyak bukti-bukti arkeologis yang ditemukan untuk mengungkap tinggalan dari prasejarah.
     Pada sisi lain, bukti Lamreh terdapat tinggalan nisan-nisan Islam yang bercirikan budaya peralihan yang kemungkinan mendapat pengaruh budaya sebelumnya. Yang paling banyak menarik perhatian adalah tinggalan-tinggalan berupa nisan-nisan model Plakpling. Sebaran Batu Nisan di Situs Lamreh ini cenderung berserakan dan tidak bertata dengan baik. Titik-titik sebaran batu Nisan tersebut mempunyai beberapa jenis Nisan dengan berbagai bentuk ornamen.
     Sebaran nisan yang paling banyak terdapat di Kaki Bukit Lamreh dekat dengan Benteng Kuta Lubok dan sebaran nisannya tidak beraturan. Ada beberapa Nisan sudah tidak lagi di tempatnya, ada yang sudah patah. Dan situs Lamreh ini sebaran nisannya dari kaki bukit hingga ke pinggir laut.
       Nisan yang paling banyak ditemukan di situs Lamreh adalah jenis Plakpling. Batu nisan tersebut secara umum berbentuk batu tegak atau tugu persegi empat yang makin keatas makin meruncing, membentuk piramida.
       Selain itu, sisa-sisa peralatan rumah tangga seperti mangkok keramik tersebar luas di bukit Lamreh dan tidak beraturan bahkan di jalan-jalan kecil yang di lalui untuk naik ke puncak bukit lamreh, menghadap ke laut juga terdapat banyak pecahan keramik yang tersebar tidak beraturan.
Lamreh sebagai situs wisata sejarah
       Melihat peninggalan nisan-nisan di Lamreh dan juga benteng serta lingkungan alam yang sangat mendukung maka patut kiranya kawasan ini di tinjauan untuk menjadi salah satu dari wisata sejarah. Jika adanya usaha merekontruksi kembali sejarah melalui peninggalannya tentu hal ini akan terwujud.
            Salah satu dari mamfaat belajar sejarah adalah rekreatif yaitu untuk hiburan dan kesenangan, Lamreh bisa menjadi salah satu tujuan rekreasi sejarah, meskipun saat ini seperti banyak situs sejarah di Aceh yang tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Jika dikelola dengan baik, situs tersebut dapat menjadi tempat edukasi sejarah sekaligus tempat yang menjadi tujuan wisata karena pemandangan alam yang bagus dan tempat snokling yang hampir mirip dengan sabang, hal ini terlihat dari airnya yang jernih di dekat benteng Inong Balee. Keadaan yang saat ini sangat miris dan memprihatinkan, benteng yang terdapat di tepi pantai tidak terawat sama sekali, nisan-nisan patah dan keadaan jalannya yang curam sehingga di musim hujan rentan membuat orang terpeleset dan bisa mendapat kecelakaan yang serius.
Menurut hasil penelitian terbaru dari beberapa ahli dari beberapa Universitas yang mengatakan bahwa kemungkinan yang sangat besar bahwa Lamreh adalah Lamuri, Bandar dan kota metropolitan yang hilang dan setelah melihat banyaknya potensi arkeologi di bukit Lamreh ini maka sudah sepatutnya Lamreh diselamatkan dari tangan-tangan jahil dan tak bertanggung jawab, dan upaya penyelamatan ini menjadi tanggung jawab bersama, baik masyarakat maupun pemerintah.
            Banyak tempat wisata yang menyajiakan berbagai daya tarik yang patut dikunjungi oleh para wisatawan, tak terkecuali apabila berkesempatan mengunjungi bukit Lamreh, selain wisata Sejarah dengan pemandangan batu-batu nisan berbentuk menhir dan benteng-benteng lengkap dengan pemandangan laut yang luar biasa jernih hingga karang dari laut itu tampak transparan.
            Meski saat ini akses ke bukit Lamreh masih menaiki jalan terjal yang tidak beraspal dan hanya pohon-pohon yang membatasi bukit Lamreh ini dengan laut serta untuk menuju pada pemandangan yang paling eskotik di Bukit ini dibutuhkan tenaga ekstra dan kehati-hatian, pasalnya untuk mencapai tempat yang dimaksud kita harus menelusuri sebuah bukit yang terjal dari sebelah kiri bukit dengan latar laut disisinya. Jalur yang tersedia hanya jalan setapak tanpa aspal atau semen hanya pembukaan jalan saja sehingga menunjukkan bahwaitu adalah jalan. Saat hampir mencapai lokasi tertinggi di bukit lamreh jalan setapak tidak akan tersedia lagi, dan harus menaiki susunan batu-batu dengan pepohonan yang dipangkas tidak rapi disisi kiri dan kananya, sehingga ketika mendaki keatas bukit harus lebih ekstra hati-hati karena bisa saja batu tempat kaki anda berpijak itu licin bisa menyebabkan kecelakaan serius. Tidak ada navigasi penunjuk tanda disini.  Ketika sampai di lokasi atas bukit yang tingginya beberapa mil dari permukaan laut maka pemandangan Lamreh dapat dinikmati dengan sempurna dengan latar nisan-nisan plakpling, dijamin ketika sampai disini maka semua perjuangan dan kepenatan akan terbayar dengan menyaksikan nisan-nisan tua serta pemandangan indah disekitarnya.
Potensi Wisata Lamreh perlu di Promosi
            Tidak banyak yang tau dimana bukit Lamreh dan sedikit yang tau apa saja yang ada di Lamreh. Meskipun beberapa orang mungkin tertarik untuk melihat batu Ramanyang seperti yang di tulis dalam buku dongeng nasional yang berjudul “amad ramanyang” sebuah dogeng yang berasal dari Aceh. Dari bukit Lamreh, batu seperti orang sujud ini terlihat dengan sangat jelas, apalagi di Bastion benteng kuta lubok terdapat banyak pohon cemara yang sangat cocok untuk di jadikan tempat piknik dengan latar belakang pertemuan sungai dan laut, benar-benar tempat yang sangat menjanjikan jika di jadikan tempat wisata.
            Di sekitar Inong Balee jika di sediakan alat-alat untuk snokling untuk melihat dasar laut yang jernih itu dan tempat duduk yang terdapat di pohon menghadap kearah laut jika di buat menjadi rumah-rumah pohon akan sangat menarik peminat wisatawan untuk mengunjungi Lamreh. Sambil wisata juga mempelajari sejarah dengan melihat peninggalannya.



*Penulis adalah mahasiwi Sejarah Kebudayaan Islam UIN Ar-raniry, Banda Aceh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal