Sejak
kasus penjualan tanah bukit Lamreh seharga 17.000,00 rupiah untuk pembangunan lapangan golf tahun 2012
lalu mencuap kepermukaan, membuat Lamreh menjadi sasaran untuk di kunjungi.
Awalnya lamreh yang berjarak 1 jam dari Darussalam jika membawa sepeda motor
kisaran sekitar 50-60 km/jam hanya di kunjungi oleh mahasiswa sejarah baik dari
UIN Ar-raniry, Unsyiah dan Universitas Serambi Mekkah.
Saat
ini, tempat wisata baru yang sedang menjadi berita hangat di media sosial
adalah tebing lamreh, banyak anak muda yang datang kesana setelah melihat foto
profil temannya di facebook atau sekedar foto yang diganti di BBM. Tebing
Lamreh terletak sebelum pante lhokme atau disebut juga pasir putih.
Tebing
Lamreh saat ini sudah menjadi wacana nasional untuk pariwisata yang menurut
berita di metro TV mirip pantai uluwatu, Bali. Untuk menuju tebing harus
melewati jalan yang sangat memprihatinkan, hanya tanah yang di baru di buka
layaknya jalan setapak, masih ada batu-batu besar jika tidak hati-hati maka
jurang menunggu. Tidak mudah sampai ke tebing ini, selain dari pintu masuk
sudah dipanggil untuk masuk kesana, biasanya di jalan menuju tebing akan ada
sepuluh atau lima orang dewasa yang memanggil-manggil “Tebing dek... Tebing”.
Jika sudah demikian akan diminta uang 10 ribu rupiah yang katanya untuk uang
gampong. Setelah melewati jalan terjal, sebelum sampai ke Bukit Lamreh maka
akan di berhentikan lagi oleh penjaga pintu pagar, dan lagi-lagi uang lima ribu
rupiah sebagai ongkos jalan.
“ini jalan pribadi, kami membuka jalan ini
dengan menyewa beko kenapa tidak mau membayar” kata penjaga yang enggan
menyebutkan namanya, ketika Kami menolak untuk membayar.
Setelah
melewati kebun yang berpagar itu, biasanya mobil hanya sampai disini
selanjutnya harus jalan kaki sedangkan sepeda motor bisa sampai ke tempat
pemberhentian terakhir di tebing Lamreh. Begitu masuk ke Tebing, pagar sudah
terlihat di pagar itu sudah di tempel parkir 5000 rupiah dan jalan kaki 2500
rupiah.
“seharusnya yang diluar sana tidak usah di kasih
uang dek, mereka hanya mengambil uang untuk diri sendiri sedangkan saya memang
ini kebun saya dan saya menjaga sepeda motor pengunjung disini serta menjaga
kebersihan tebing, mereka hanya berdiri disana tidak dititip honda hanya
numpang lewat” cerita Azhar, penjaga tebing.
Menurut
Azhar, dulu tidak dikutip dana ketika masuk ke tebing karena pengunjung tebing
makin ramai dari hari ke hari maka pengutip dana liar itu muncul dengan
sendirinya, menurut Azhar juga jika sudah mengambil uang maka orang tersebut
akan pergi.
“Berbeda dengan pantai Lhok Me yang memang sudah
ada tiketnya sedangkan disini belum ada apa-apa. Akhir-akhir ini ramai di
kunjungi, seenak hati saja mereka mengutip uang”
Memang
keindahan tebing luar biasa apalagi jika hari sedang cerah maka pemandangan
minggu(25/1) itu lengkap dengan gaya selfie dengan menggunakan tongsis
disepanjang tebing. Banyak anak muda yang mengunjungi tempat ini, mungkin
karena masih terjal dan jalan belum bagus sehingga orang tua kurang berminat
untuk mengunjungi tempat ini. Bukit-bukit
tebing memantulkan keindahan alam Lamreh dari salah satu tebing tersebut, pula melihat pulau Amat Ramayang yang terletak
mungkin sekitar 1 atau 2 mil dari arah tebing.
“Kesel saat dijalan yang tidak karuan dengan banyak
uang yang diminta. Total uang 20 ribu untuk masuk kesini meskipun begitu sampai
ke teing semuanya jadi terbayar karena keindahan tebing Lamreh ini, apalagi
saya baru kali ini pergi dan jika ingat jalannya rasanya cukup sekali saja”
Cerita Jovial Pally Taran, Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Ar-raniry.
“Meski sempat kesal karena terlalu banyak bayar
sana-sini tapi akhirnya merasa senang sudah sampai ke Lamreh yang biasanya Cuma
lihat di dp temen-temen. Yah, resiko lain motor harus diservis besok nih
hehehe” ujar Syarifah Wadiana sambil tertawa, guru diniah SMA 5 Banda Aceh.
Komentar
Posting Komentar