Boat nelayan, apa yang menarik dari boat? Selalu ada banyak hal yang menarik di dunia ini asal tau bagaimana caranya menciptakan hal menarik itu. Boat Nelayan Lampulo akhirnya menarik setelah perjalanan pertama ini. Saya bersama tujuh teman perempuan dari komunitas Aceh Let’s Do it akan pergi ke Pulau Aceh tepatnya Pulau Breuh Desa Melingge (Sabtu, 29/8). Jam 12 siang kami sudah mencari dan bertanya-tanya soal kapal kepada beberapa masyarakat yang akan ke sana.
Ternyata, boat nelayan dari Lampulo ke Pulau Aceh akan berangkat jam 14.00 wib artinya kami mempunyai waktu untuk shalat berjama’ah di Mesjid terdekat dan makan siang. Tepat jam 14.00 Wib perahu dihidupkan, kami bergembira sampai sangking gembiranya malah ditegur oleh ibu-ibu gara-gara terlalu ribut. Namun, setelah melewati gunung sampah, kampung jawa, boat yang kami tumpangi malah berputar karena cuaca sedikit buruk dan air laut sedang surut sehingga tidak bisa berlayar. Akhirnya setelah beberapa jam ditunda, kami berangkat pada jam 18.00 wib. Perjalanan berlangsung aman, meski padat orang tidak ada satupun dari anggota Aceh let’s do it untuk perjalanan perdana merasa takut terlebih lagi ketika di tengah laut hujan turun karena kapalnya hanya kapal nelayan beberapa orang selamat dari basah kuyup sisanya harus basah.
“Beginilah kami setiap hari nak” ujar Naumiyah(60 tahun) Desa Kampung Terapung yang duduk di sebelah saya.
Saya Cuma angguk-angguk kepala, mengigat diri yang tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka, guru-guru yang saya temui diperjalanan.
Kami tiba di Gugop, pelabuhan pemberhentian terakhir boat pada jam 20.00 Wib. Empat motor diturunkan, perjalanan panjang dilanjutkan. Bisik-bisik Ibu-ibu di kapal perjalanan kami bakal jauh dan menegangkan, jalanan licin dan terjal apalagi sehabis hujan, malah ada yang menakuti dengan beberapa majas yang mengerikan. Jarak antara Gugop dan Melingge sejauh satu jam perjalanan.
Untungnya, dalam perjalanan empat motor dan jarak yang jauh ini pak Geucik Melingge yang baru datang ke Banda Aceh berangkat bersama Kami. Pak Yakub namanya, sedang mengurus masalah dana Desa. Bahu-membahu, nanti-menanti, berhenti lalu melanjutkan perjalan lagi. Suasana malam antara Gugop-Melingge benar-benar menakjubkan. Beberapa anak jalan dialiri air bekas hujan lalu di langit sedikit cahaya bulan setelah hujan ditambah lagi sebagai sebuah tempat wisata dengan spot laut yang menakjubkan, pulau breh mempunyai pantai yang menawan di malam hari, suasana sepi mencekam.
Ketika sampai di rumah pak Geucik, kami diberi nasi dengan lauk pauk yang enak sehingga jangan tanya berapa banyak nasi yang harus tandas malam itu. Begitulah cerita para perempuan pembawa ransel untuk Aceh Let’s do It dalam agenda pustaka ransel menumbuhkan minat baca anak pulau aceh Desa Melingge.
Minggu (30/8) 7 perempuan pembawa ransel sudah siap dengan perlengkapan mereka menuju tepi jalan menarik minat anak untuk bergabung. Sebuah notebook dihidupkan dengan musik senam Pingguin, beberapa anak datang begitu banyak anak yang datang lokasi senam dipindahkan ke Sekolah Dasar Desa Melingge sampai jam 09.00 Wib senam selesai.
Program inti dimulai, beberapa orang sibuk mengatur buku-buku di “Book Bank” supaya siap diambil oleh anak-anak yang antusias. Kemudian, beberapa anak malah berebutan ingin mengambil buku, terlihat sangat antusias. Beberapa relawan mengatur untuk antri dan mereka menurut. Setelah itu, beberapa anak yang tidak bisa membaca memilih siapapun relawan yang disukai untuk membacakan buku cerita. Hasilnya, menakjubkan beberapa anak malah membaca sepuluh buku dalam satu jam, entah benar-benar membaca atau hanya melihat gambar saja yang terpenting mereka terlihat antusias dengan buku-buku. satu jam bersama buku hingga akhirnya berakhir.
Setelah itu, semuanya selesai dibungkus. Teman-teman relawan mencoba melihat tentang kebenaran “Pulau Aceh, Surga yang terabaikan” dan ternyata hasilnya menakjubkan.Pulau Aceh meski cuma di dermaga Rinon atau Dermaga Melingge benar-benar sangat indah, tidak terbantahkan apalagi jika air sedang surut beberapa karang terlihat dengan sangat jelas dan hewan laut yang kecil-kecil berenang-renang dengan sangat antusias di sisa-sisa air.
Program lain setelah pustaka ransel, sesuai dengan slogan Aceh Let’s Do It berbagi dan menginspirasi. Pada jam 16.30 Wib, kami berusaha memperlihatkan sebuah vidio motivasi tentang seorang anak kecil yang membawa sebuah perubahan besar di India meski ia lemah namun ia sudah memberikan kesadaran kepada orang banyak bahwa kita harus berbuat sesuatu meski yang ia buktikan hanya mencoba memindahkan sebuah pohon kayu tumbang menghalangi jalan yang teramat besar berpuluh kilo melebihi bobot tubuhnya supaya orang bisa melewati jalan tersebut. Setelah itu berusaha menginspirasi anak pulau Aceh bahwa mereka bisa seperti itu, beberapa orang teramat antusias sampai memberitahukan cita-cita mereka. Setelah itu ditutup dengan belajar menulis surat sebagai ucapan terima kasih.
Perjalanan itu belum berakhir, tidur di Bale-Bale Rinon sebelum berangkat kembali ke Banda Aceh. Pasalnya, boat nelayan yang akan berangkat ke Banda Aceh hanya ada sekitar jam 4.00 wib pagi sangat beresiko jika harus berangkat dari Melingge yang membutuhkan waktu 30 menit dengan keadaan jalan yang terjan dan berkelok-kelok dengan simpang yang sangat mesra. Suasana laut jam 4.00 wib jauh lebih menarik ketimbang siang dengan bintang-bintang yang membentuk rasi. Pulau sabang jelas terlihat seperti buaya, luar biasa pemandangan pulau Aceh saat kami kembali ke Banda Aceh hari itu, Senin (31/8). Akhir bulan yang menyenangkan untuk menorehkan sebuah kisah. Saat ini, Aceh Let’s Do it bersarang di sebuah ruang lantai 2 kantor BFLF belakang Zakir Kuphi Lamprit, Banda Aceh. (Nita Juniarti)
*Tulisan ini di dedikasi untuk semua perempuan beransel dan https://www.facebook.com/profile.php?id=100010109887996&fref=ufi semoga terus berjaya dalam berbagi dan menginspirasi :)
dari catatan duluan posting di https://www.facebook.com/notes/aceh-letsdoit/memoir-perjalanan-perempuan-perempuan-beransel/134769773536685?pnref=story
Komentar
Posting Komentar