Langsung ke konten utama

Lamreh layak dijadikan Cagar Budaya


          Banda Aceh,  PPISB bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh telah melakukan penelitian jejak kerajaan Lamuri di kawasan Lamreh, Aceh Besar. Hasil dari penelitian ini ditemukan tembikar, pecahan keramik sebanyak 200 jenis, mata uang asing, benteng-benteng dan batu-batu nisan tertua berangka 1007 M. hasil penelitian itu di persentasikan pada  hari Kamis (12/11) Aula FKIP Unsyiah.
“Banyak fakta yang menunjukkan bahwa lamuri ini mempunyai peranan penting dalam peradaban di Asia Tenggara. Di seluruh Asia Tenggara terdapat berbagai jenis batu nisan misalnya pipih, kotak dan lain-lain namun ketika ke Lamreh, semua jenis batu nisan terhimpun di sini hal ini menunjukkan betapa pentingnya arti lamuri bagi keberlangsungan sejarah” ujar Prof Dr Mokhtar bin Saidin, Pengarah Pusat Penyelidikan Arkelogi Global Universiti Sains Malaysia (USM) dalam persentasinya.
Kegiatan ini dihadiri oleh banyak pihak yang ingin mengetahui nasib Lamreh setelah kasus pembangunan lapangan Golf 2012 lalu.  Dra. R. Widiati, M.Hum, Kasubbid Pelestarian Cagar Budaya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI dalam makalahnya berjudul Mekanisme Penetapan Kawasan Cagar Budaya menyatakan bahwa “Kawasan Lamuri harus didaftarkan sebagai situs dilindungi undang-undang. Untuk mendaftarkannya dibutuhkan tiga orang paling minimal untuk ikut terlibat dalam masa kerja 5 tahun. Melihat hasil persentasi tadi, kawasan ini memang layak dijadikan sebagai situs cagar budaya”

Seminar ini diharapkan menemukan titik terang yang akan menjadikan lamreh sebagai pusat laboratorium penelitian arkeologi di Aceh. Semoga segera terwujud, allahumma aamin. (Nita Juniarti)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal