Banda Aceh – Seminar Potret Kebebasan Pers di Aceh diadakan oleh
Dewan Pers dalam rangka evaluasi mengetahui sejauh mana kebebasan pers sudah
dirasakan di Aceh. Seminar
tersebut berlangsung di Hotel Hermes
Palace, Rabu (11/11/2015).
“ Indeks
Kemerdekaan Pers dibutuhkan sebagai alat ukur, data yang menjadi data
tunggal dan fenomena yang diukur melalui perbandingan serta perbaikan dalam
pers.” Ujar Imam Wahyudi pada pembukaan Seminar.
Lebih
lanjut, Imam menjelaskan IKP (Indeks
Kemerdekaan Pers) dibutuhkan sebagai gapaia kebebasan pers, usaha
negara menjalankan HAM dan gambaran perwilayah bagaimana kebebasan pers
tersebut diterapkan. Tujuan dari IKP sendiri adalah untuk merekam kondisi
kebebasan Pers, peran aktor dalam pembuatan kebijakan, alat moniroting serta
tempat intropeksi. IKP dibutuhkan untuk melihat sejauh mana kebebasan pers sudah
berjalan.
Pemateri
kedua Yarmen Dinamika (Redaktur Pelaksana Harian Serambi
Indonesia) memaparkan
Masalah dan Tantangan Kemerdekaan Pers di
Aceh).
“Ada banyak pasang surut kebebasan pers yang terjadi
di Aceh dari tahun 1990 sampai saat ini. Kekerasan pers terjadi pada beberapa
kasus namun yang pernah disidang hanya
kejadian 20 januari 2011 yaitu kasus seorang perwira TNI di Seumeulu yang
melakukan tindak kekerasan terhadap wartawan.” Papar Yarmen dalam materinya.
Prof Dr Samsul Rizal MEng (Rektor
Unsyiah) menyatakan bahwa “kebebasan
pers menjamin negara lebih maju” ketika menyampaikan materi
tentang Kondisi Kemerdekaan Pers di
Aceh.
Komentar
Posting Komentar