Bang, hari di luar hujan lebat dan
berkepanjagan. Tidak ada matahari di luar sana, mendung sudah menguasai alam
tapi masih ada slide wajahmu di sana. Hujan yang turun mengantar senyummu,
ingin kurangkai mimpi bersama gumpalan anggan tapi sekeranjang ideku sirna
sudah untuk kutuliskan. Aku menulis ini hanya untukmu, bukan untuk yang lain.
Bang, aku dan kamu tidak saling tau
ketika akad belum mempertemukan kita atau mungkin saja kita saling mengenal
hanya tidak saling tau jika kita diciptakan untuk bersama sesuai dengan tulisan
yang ditulis-Nya.
Bang, sebelum ini aku mengirimkan surat
untuk ibumu mengatakan aku ini hanya orang yang memasak air saja hagus rasanya
dan segala kekuranganku untuk mendampingimu, putranya. Kali ini surat yang
kutulis untukmu di hari hujan ini supaya kita saling tidak kemana-mana supaya
bertemu di masa yang ditentukan.
Bang, jika kau masih lalai dengan
kegiatanmu melintas dunia Tuhan yang sebegitu luasnya tapi ingatlah aku masih
di sini menunggumu menghampiriku lalu menunjukkanku jalan menuju akhirat Tuhan
dengan surga-Nya yang tiada bandingnya dari segala tanah yang kau pijak di bumi
ini.
Bang, menjadi nakal adalah biasa di
dunia masa lajang kita tapi kau tidak mungkin membanggakan betapa kelamnya masa
lajangmu pada anak-anakmu kelak kan? Seperti seberapa banyak perempuan yang kau
buat menangis, berapa bungkus rokok yang kau hisap atau berapa kali kau
kebut-kebutan di jalanan? Sebagai ayah, ada dongeng tentang betapa perkasanya
dirimu menahan diri dari melihat perempuan yang bukan muhrimmu, tentang kisah
kau menjuarai mengaji dan bagusnya akhlakmu masa sekolah tidak mesti kau pintar
sekali di sekolah.
Bang, ceritakan suatu hari pada
anak-anakmu bahwa hafalanmu membuatku jatuh terduduk tak sadarkan diri sangking
terharunya meski yang kau hafal hanya “an-naba” sehingga membuatku jatuh hati
berkali-kali padaku.
Bang, anak-anak mewarisi karakter hebat
dari ayahnya maka jadilah kuat sehingga anak-anak akan tumbuh menjadi orang
yang dicintai akhirat.
Bang, perkuatkan ajaran agama supaya kau
bisa mendidikku sebagai madrasah pertama anak-anakmu dan aku bisa belajar
banyak untuk menjadi madrasah terbaik bagi anak-anak kita. Aku belajar darimu
segala tentang agama kita kemudian mengajari anak-anak kita tentang yang kau
ajarkan padaku supaya ketika kita meninggal, anak-anak masih mengangkat
tangannya dan berdoa “ampunilah dosa Ayah dan Ibuku”.
Bang, jika kita sudah menikah nanti aku
mohon bimbinglah aku dan luruskan aku sebab hakikatku tulang rusuk yang bengkok
hanya kaulah yang akan meluruskannya.
Bang, jika aku benar maka terimalah
pendapatku karena kita harus selalu menjadi sepasang sayap yang saling
melengkapi agar bisa terbang bersama menuju surga ilahi membawa anak-anak kita
bersama.
Terakhir… kujaga kau dalam doaku maka
jagalah aku dalam sujud panjangmu.
Aku dan kau bukan orang baik tapi kita
masih punya kesempatan menjadi orang baik dan menjadi orang yang diinginkan
Tuhan.
NJ
Komentar
Posting Komentar