Perempuan itu berdiri di sana, menatap perahu yang sedang menepi.
"Apakah kamu sehat?" tanyaku
"Aku baik-baik saja"
Lalu ruang diam kami hanya di isi oleh desauan angin, perempuan itu masih menatap perahu, kali ini dia menatap kekosongan.
"Aku minta maaf"
"Tidak apa-apa"
"Mengertilah"
"Aku sudah mengerti sejak awal kita menikah bukan? Saat kau mengutarakan ingin menjadikanku yang terakhir, saat kau mengikat akad di depan penghulu itu"
Aku terdiam, aku tau tidak seharusnya bagiku yang sudah menikah menemui perempuan lain, memikirkan perempuan lain.
"Kau tau? Aku percaya sekali padamu. Tidak pernah sekalipun meragukanmu. Tidak sekalipun mencegahmu kemanapun kamu pergi. Kau tau? Aku meninggalkan semua yang telah kubangun sebelum aku menikah hanya karena kau tidak menyetujui aku mendekati teman-teman lamaku. Aku menyimpan rapat-rapat semuanya, aku membangun tembok yang tidak tertembus dengan teman-temanku sejak menikah denganmu"
Perempuan itu terisak. Ia adalah perempuan yang sama dengan perempuan lain, tidak terpisahkan dengan air mata.
"Aku, hanya merasa terbuai karena ia begitu perhatian padaku" kilahku
"Apa aku kurang perhatian padamu? Mungkin aku jarang menanyakan apakah kamu sudah makan atau belum tapi bukankah saban hari kusiapkan makanan tanpa telat? Seharusnya kamu tau, itu caraku memperhatikanmu"
Aku ternganga, tidak seharusnya aku melakukan ini padanya.
"Apa yang kau akan lakukan padaku sekarang?"
"Aku tidak ingin melakukan apapun"
"Apa kita harus bercerai?"
"Terserah padamu bukan?"
Aku hanya terdiam, rasa bersalah menumpuk-numpuk dalam dadaku.
Luwuk, 9 November 2017
"Aku tidak ingin melakukan apapun"
"Apa kita harus bercerai?"
"Terserah padamu bukan?"
Aku hanya terdiam, rasa bersalah menumpuk-numpuk dalam dadaku.
Luwuk, 9 November 2017
Komentar
Posting Komentar