Langsung ke konten utama

Catatan Tentang Kota


"sampai torang baku dapat lagi" begitu kata seseorang diakhir perpisahan saat kembali ke Jakarta 2017 lalu. Kota kecil itu telah menjadi bagian dari kenangan.
Kota Luwuk namanya, sebab datang sebagai tamu dan guru bantu di sekolah rasanya momen di kota tersebut adalah momen di mana ada hal yang disadari akan berbeda bila datangnya bukan sebagai guru.
Ah iya, saya tidak akan menceritakan tentang kerjaan saya di sana. Saya ceritakan tentang kota itu saja.
Kota Luwuk, menurut saya "ngana ke laut bagulengpun sampai, nga pigi ke gunungpun sambil merangkak bisa ka sana, ka aer terjun? Sambil hoyot di atas motor nga so sampai nah" gambaran alam begitulah.

Malam di Lalong

Orang-orang di Luwuk yang kami kenal sangat ramah, mereka rela menyedihkan rumah untuk kami menginap pun memasak makanan untuk di makan. Saya suka "milu siram" dekat alun-alun, suka juga milu siram di jalanan menuju Sabua, enak sekali rasanya.
Kota ini kecil memang, tapi di sana pelabuhan maju dan juga ada bandara yang menghadap ke laut. Mereka juga punya Chanel TV "Luwuk" isinya tentang kota itu. Selain itu mereka juga punya beberapa radio. Tapi, kalau saya paling suka dengerin radio Blasmaone FM. Sejak bulan pertama di Luwuk, saya suka itu radio terutama pada saat acara "Lalampa" semua orang bebas meminta lagu dan menitip salam rasanya seperti di kota sendiri. Selain itu, penyiar di blasmaone FM lucu sekali, kadangkala mereka nyerocos ngak jelas dalam bahasa saluan kemudian tertawa sendiri. Mengherankan. Namun, di bulan ke-10 di sana, saya tau di mana kantor radio itu dan kenal dengan semua penyiarnya. Wajar sih, ternyata mereka mungkin mantan stand up comedy yang tidak tampil di Tv hehehe.
Jendela di Sabua, Blasmaone Fm (Koleksi Si empunya bukan saya) 

Terus, kota Luwuk juga menyimpan banyak kisah sepertinya. Segala kisah seperti dibangkitkan dari teluk lalong yang terlihat indah dengan kerlip lampu pada malam hari dan tenang seperti tidak ada isi kehidupan di dalamnya pada siang hari.
Serpih-serpih kenangan itu saya sebut dengan catatan sebuah kota.
"saya tau, Aceh majoon hondo dari luwuk tapi kalo nga percaya torang baku dapat lagi di kilo 5, te ada yang te mungkin toh itu juga masih bumi Allah"

.
.
.
Sebuah catatan isenk malam hari yang amburadur dan ga ada pangkal ujung. Dari seseorang yang pernah di Luwuk.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal