Langsung ke konten utama

Keluarga Angkat


Kak Nina. Vina. Nita





Sejak jaman KPM (Kuliah Pengabdian Masyarakat) saya kebelet sekali ingin punya keluarga Angkat. Namun, takdir Allah kami berlima hanya punya Kakak Angkat. Meski sudah berusaha keras agar bu Guru Agama jadi ibu Angkat namun sepertinya tidak mendapat respon serupa sehingga gagal total dapat keluarga angkat ini.
2016, setelah diperebutkan oleh 3 Keluarga saat menjalani Program Indonesia Mengajar, akhirnya cita-cita ingin punya keluarga Angkat terwujud juga. Allah maha baik, keinginan di tunda malah diberikan lebih kompleks. Keluarga angkatku ini berjumlah 4 bersaudara. Jadi kata mamak (ibu angkat) aku adalah anak ke-2 secara umur.

1. Kak Nina

Kakak angkatku ini sudah menikah, sudah ada anak bernama Qeenar berusia 2.5 tahun saat aku bergabung dalam keluarga ini. Ipar (suami kak Nina) pekerja jauh dan jarang pulang. Aku senang, kak Nina pandai sekali memasak kue yang lezat. Aku suka kue bolu jagung dan Milu siram buatan kak Nina. Waktu aku pulang, ia menangis dan anaknya ikut menangis sekeras yang mereka bisa.  Setelah 3 tahun tidak di Sulawesi, biasanya aku menelepon rumah melalui kak Nina. 

2. Vina
Aku sering memanggilnya Vinvin. Kami pernah berkendara jauh sampai bampres, konon ia belum pernah ke sana tapi sok-sokan ajak aku jalan-jalan hahaha. Paling genks kalau lagi motoran. Masakan Vina enak, kebetulan Vina biasanya mengantikan mamak memasak. Aku dan Vina beda usianya sekitar 3 tahun. Meski aku tidak segaul vina dan fasionis, kami berteman hahaha. Waktu aku pulang, belum lagi mobil melewati gang rumah kami, dia masih menangis di telepon. 

3. Fahri
Si nomor Tiga, adik Angkat di Desa yang sekarang mau masuk kelas X SMA saat aku di sana. Paling suka usil (diantara saudara angkat lainnya), pendiam juga tapi jika sudah bercerita, banyak hal yang diceritakannya. Paling anti jika sedang mendengar sepupu kami bercerita pasti langsung nyeletuk "Lekos itu". Fahri ini juga menjadi penunjuk jalan dan sudah direbutin sama duo cewek PJN (Pelajar Jelajah Nusa) yang menjadi tamu di Baya juga. Fahri hanya sesegukan ketika aku pulang, ia berlari ke belakang agar tak ketahuan menangis. 

4. Putra
Adik angkatku sekaligus Muridku, namanya Putra Djanun bungsu di rumah. Dia yang ngak banyak bicara, segan mungkin apalagi di rumah. Terus dia yang lari-lari keluar kamar mandi kalau aku lagi di rumah, takut ketahuan ke kamar mandi tidak bawa handuk.  Membanggakan! Dia patner Angga yang hebat dan cepat belajar. Patner angga sebagai wakil ketua kelas, pengaruhnya luar biasa di kelas lima setelah angga, bisa batal segala sesuatu kalau dia ajak teman-temannya tidak ikut itu kegiatan. Cepat belajar? Tentu saja, beberapa foto yang dia ambil cukup oke ketika aku mengajarinya pegang kamera pinjaman dari Kak In bahkan dia cepat hafal cara gunainnya. Apa cita-citanya? Katanya Pembalap nanti dia tukar jadi karateka. Ketika aku pamit pulang, ia tidak keluar. Menangis sesegukan di kamar hingga bantalnya basah.


Ah, punya keluarga angkat memang menarik. Bayangkan, usiamu 22 tahun dan mereka belum pernah bertemu denganmu, tidak kenal keluargamu siapa namun mereka menerimamu menjadi adik, kakak dan anak seperti sudah dilahirkan dari rahim yang sama. Punya keluarga angkat itu tentang belajar, belajar memahami bahwa arti keluarga bukan urusan darah saja, belajar paham bahwa keluarga adalah satu-satunya tempat terbaik untuk pulang di dunia penuh carut marut ini. Meski sering kali mengangungkan bahwa rumah itu di mana hatiku berada namun percayalah saat tinggal dengan keluarga angkat menjadi pukulan bahwa keluarga inti yang tertinggal jauh berpal-pal itu adalah keluarga terbaik yang Tuhan utus untuk menjadi bagian dari diri kita semenjak masih dalam kandungan. Meski sering bertengkar dengan adik kandung, tetap saja mereka menggemaskan untuk dirindukan. Saat berada di keluarga angkat, rasa syukur dianggap ada dalam keluarga itu adalah hal yang tidak bisa digantikan dengan apapun. Saya percaya, ketika saya diutus Tuhan menjadi bagian dari keluarga mereka sesungguhnya, Tuhan mengajari saya banyak hal. Salah satunya adalah "arti keluarga"


NB : Tulisan ini tidak sempurna namun ini adalah satu-satunya cara agar mereka abadi dalam ruang yang bisa diakses kembali, suatu hari. Terima kasih untuk setahun yang baik di Baya, Sulawesi Tengah. Maaf juga karena baru ditulis.

Aceh Barat Daya, 24 April 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J