Langsung ke konten utama

Puisi


Aku ingin menyebutmu hujan. 
Di setiap dahaga kemarau masa lalu, kau turun melampaui harapanku, basah kuyup oleh ketabahanmu. 

Sebentar saat hujan berhenti, kasih menjadi subur pada tanah kerinduan. 

Dipupuki nya harapan harapan, tumbuh mengakar pada jalinan perasaan. 

Kepala kita ibarat rumah yang menyimpan ingatan pertemuan, dilindunginya dari hujan yang sebentar sebentar bisa membekukan masa lampau. 

Matahari cemburu membakar, menguapkan kenangan, setelah kemudian menjadikannya awan kenangan. Sebentar sebentar angin datang menghembuskan doa doa yang kau panjatkan saban waktu, lalu kembali menjadi hujan, menjelma wujudmu kasih. 

Kamar karantina studio kopi. 28 maret 2020

Jam sudah menunjukkan pukul 01.07 WIB ketika puisi ini dikirim, tentu di tempatnysudah pukul 02.07 WITA. Menyenangkan sekali, ia sudah lama sekali tidak mengirimiku puisi. Aku ingat, kali pertama aku jatuh cinta padanya karena puisi Jangkar. Setelah itu, puluhan malamku diisi oleh puisinya hingga ia hilang, aku hilang, kami saling menghilang. Perjalanan, entah bagaimana mempertemukan kami. Akhir tahun 2019, kami mencoba sebuah hubungan, hubungan yang bukan sekedar kenalan. Saling mengabari orangtua, bercerita banyak hal. Ada yang tidak biasa? Jelas, aku pribadi tidak bisa lagi semberono mengabarinya, menelepon sesuka hati atau mengatakan aku rindu. Aku membangun jarak, jarak yang takut kehilangan. Jarak yang kubuat bahwa aku tidak ingin mengurungnya dalam hubungan ini, ingin membebaskannya. Terkadang setengah mati menahan rindu, berkali-kali kulihat dia online, aku ingin menyapa lalu gagal. Jika rindu sedemikian kejam menyerangku selain mendoakan kebaikannya aku memutuskan menelepon Umi, bertanya kabar dan bercerita sampai Umi memutuskan mengakhirinya. Kufikir, perasaan itu selesai oleh waktu, aku salah. Semakin hari, perasaan itu mengengkangku, membuatku sering marah-marah, membuatku cemburu tidak jelas. Aku dikuasai oleh obsesi dan ambisi memiliki, ia untukku. 
Hey kau,
Berjanjilah untuk pamit
Bisakah aku memintamu untuk tidak menyerah pada jarak?
Aku merindukanmu, berharap bertemu

Banda Aceh. 08 April 2020

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Strategi yang digunakan Nabi Muhammad dalam Perang Uhud

Oleh : Nita Juniarti * Abstrak        Artikel ini memberikan gambaran tentang peristiwa perang Uhud. Perang Uhud adalah perang kedua setelah Badar yang diikuti oleh Nabi Muhamad S.A.W.   Dinamakan Perang Uhud karena Perang ini terjadi di gunung Uhud. Dalam sebuah peperangan tentu saja ada strategi yang digunakan, dalam banyak buku di tulis bahwa pada Perang ini Umat Islam menderita kekalahan dengan strategi bertahan di Kota Madinah namun pada dasarnya Perang ini adalah perang pembersihan umat Islam dari orang-orang Munafik. Perang ini merupakan strategi pembersihan dan memurnikan orang-orang Islam dari orang yang berpura-pura sekaligus membersihkan kota Madinah dari golongan yang mengancam keutuhan Negara Madinah. Keyword : Strategi, Perang , Uhud. Pendahuluan Dalam kamus Bahasa Indonesia, Perang bearti ilmu siasat perang, siasat perang, akal atau tipu muslihat untuk mencapai sesuatu maksud dan tujuan yang telah direncankan. [1] Perang...

makalah ISBD : masyarakat Kota dan Desa

MASYARAKAT DESA DAN KOTA D I S U S U N Oleh : Kelompok III KHAIRINA                 (511102479) PARDI                                     (511102485) NURHASANAH         (511002209) FAKULTAS ADAB JURUSAN ASK INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY 201 2 KATA PENGANTAR              Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah. Shalawat serta salam tidak lupa kami limpahkan kepada baginda alam kita           Nabi             Muhammad ...

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan s...