Belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.-Seno Gumira Ajidarma
Ranti, perempuan penyair dari ranah minang. 2018 lalu aku pertama sekali bertemu dengannya di SKB Muara Enim. Kisahnya untuk sampai di sana, tidak mudah. Ingin tertawa takut dosa, namun kisah itulah yang akhirnya membuat aku dan tim percaya, ia akan bisa beradabtasi di Talang. Ketika di Talang, ia menjadi baik dan terus baik. Cukup seru ketika aku tau ia, rima dan mbak Sulis menjelajah Jawa seberes tugas, menarik.
Gadis manis pecinta langit biru ini, suka hilang-hilang membuat susah banyak orang. Namun, menurutku dia bukan orang yang suka hilang pas lagi sayang-sayangnya kok hehehe. Selama pelatihan, aku mengamati perkembangannya. Ia semakin baik dalam beradabtasi dengan orang lain sehari-harinya. Idenya yang absurt, beberapa diterima baik oleh temannya, beberapa membuat yang mendengar berkerut kening memikirkannya.
Asalnya dari Sumatera Barat, ranah minang adalah faktor utama kenapa aku agak sedikit dekat dengan gadis ini ketimbang yang lain. Darah monyang minang yang sisa beberapa tetes dalam pembuluh darahku suka mendidih setiap kali bertemu orang berasal dari minang. Perempuan ini, suka lupa diri jika sudah memegang microfon, ia amat baik dalam bernyanyi.
Keras kepala? Yes, salah satu hal yang kuingat tentang Ranti ya itu, kepalanya dari batok terbaik sepertinya. Setelah membuatku khawatir dan takut saat ia demam tinggi ketika Sosio Survival di Semende, ia menolak menginap di kamar kami yang lumayan hangat dari pada harus tidur di rumah mereka, berjejeran, bertumpuk.
Aku sering mendapatkan cerita tentangnya melalui email. Ia menulis dengan baik di sana. Kami sudah berkirim email selama 2 tahun. Memutuskan berkomitmen berkirim email ternyata menarik. Awalnya karena pembahasan sahabat pena. Ranti, unik sekali mengabadikan orang-orang yang dianggap teman di blognya setiap mereka ulang tahun.
Aku mungkin bisa jadi punya janji padanya. Janji memetik stroberry karena terakhir kali ingin kekebun stroberry tidak diijinkan karena ia peserta, tidak bebas. Ah, entah kenapa status itu bisa jadi sebuah jurang. Selain itu, janji tulisan tentang Umi hahaha. Moodku kurang baik akhir-akhir ini sehingga aku tidak menulisnya.
Pembicaraan kami sering tidak jelas, receh, serius, curhat hingga ghibah. Kami pernah membicarakan tentang cerita pendek yang kami sambung tiap sore hari, membuat heri kepo ketika kami tertawa setelah bercerita, membuat Juju merasa yang dibicarakan adalah dia. Padahal, cerita itu absurt lahir dari fikiran yang nyeleneh.
2019 lalu, kami berjanji akan berjumpa. Ah, ternyata janji itu tidak sesuai dengan rencana semesta, aku sedang tidak ada kesepatan ke muara enim ketika itu. Hingga ia pulang ke Padang, kami tidak bertemu.
Convid 19 menyerang bumi. Otak sudah beku untuk diajak berfikir, bosan, rebahan, sudah berteman akrab. Akhirnya, entah dari mana awalnya, kami memutuskan untuk konsisten menulis blog dan saling bertukar link. Ternyata, hal ini membuat aku mengetahui beberapa hal tentang Ranti, tentang press mahasiswa, kegiatan kampus dan puisi. Tulisannya kaya akan diksi, entah hal ini efek dari kesukaan pada sapardi. Sudah beberapa kali kami komitmen dan ramadan ini yang terlama, 30 hari. Ini hari terakhir untuk tantangan 30 hari, aku sampai tertawa saat membaca WA dan dia mengatakan bahwa ia memimpikanku karena deadline tulisan hahaha.
Ran, kita tidak pernah disuruh sampai ke ujung jalan hanya saja kita disuruh untuk tetap berada di jalan itu. Jadi, jika kau merasa tidak bisa sampai, tidak masalah toh kita punya batas waktu yang penting niat aja dulu. Namun Ran, jika kau sama denganku punya hobi rebahan ingatlah selalu bahwa kita punya batas waktu untuk tinggal di dunia ini dan kita akan dipanggil Tuhan suatu hari, maka mari berbuat sesuatu yang kekal sebelum batas waktu itu sampai pada kita.
Ran, terima kasih sudah menulis bersama di blog masing-masing. Bagiku, kau penyair. Sungguh, kau hanya perlu menulis lebih rajin dan mengirimkannya ke penerbit jika kau serius tentang itu. Tulisan-tulisan satu paragraf itu punya makna, kau ingin mengekalkan sesuatu di sana, kadang aku menangkap beberapa emosi di sana, mungkin aku salah karena aku amat amatir, namun aku percaya kau penyair.
Ran, jika kau lelah dengan segala hal yang ada disekelilingmu sekarang, ingatlah bahwa suatu hari dulu, kau dan teman-temanmu pernah menaklukkan dinginnya semende dengan jalan yang tidak cukup baik serta derasnya hujan membuat sendal putus karena beceknya. Jika kau ingin menyerah, ingatlah ada anak-anak sekolah laskar Talang yang berjuang lebih keras dari kita, tidakkah kabar baik itu harusnya kau bagikan dalam cerita-cerita di tulisanmu? Agar mereka kekal. Otak kita terbatas, setahun ini mungkin kita bisa ingat segala peristiwa tapi kita lupa detailnya, tahun depan ingatan itu akan terus berkurang dan terus terjadi setiap tahun.
Ran, terus menulis agar aku bisa terus membacanya. Ehm, bisa jadi beberapa orang di luar sana terinspirasi oleh tulisan itu atau minimal jangan-jangan di masa depan kita malah terinspirasi oleh tulisan kita sendiri.
Jika suatu hari ingin mengenang ramadan, ingatlah kita pernah membuat tantangan ingin berkomitmen menulis selama 30 hari. Hari terlama dari semua tantangan kita.
Ah iya, aku percaya bahwa suatu hari kita akan bertemu lagi. Lalu, ketika kita bertemu bisakah kau memberitahukanku sudut bumi minang yang mana tempat kau menghabiskan waktu menatap birunya langit? Kepercayaanku belum luntur sejak perjalanan ke Semende itu, bahwa kita akan bertemu di Padang. Tuhan maha baik, tidak ada yang sederhana dalam doa. Sampai berjumpa kembali, suatu hari.
Aceh Barat Daya, 30 Ramadan 1441
Keren kalπππ
BalasHapusTerima kasih
HapusSeperti biasa, insomnia melanda, aku membaca ulang ini bukan karena narsistik hehe tapi lebih kepada pesan-pesan dalam setiap kalimatnya rasanya nampar yaa Kak seperti biasa. Terima kasih banyak, Kak Fasil ter- *piiip* wkwkwk. Mari bertemu bila saatnya tiba :")))
BalasHapusGpp, kadang butuh dibaca ulang2 soalnya yg nulis suka amburadur wkwkwk
Hapus