Langsung ke konten utama

Pertayaan dan Perjalanan

"apa yang sudah kamu berikan untuk tanah yang airnya kamu minum dan hasil buminya kamu makan?" pertayaan itu nyatanya mengantarkan aku ke Malang.

Setelah setahun di rumah, akhirnya sebuah pesan lowongan pekerjaan hitungan bulan masuk. Aku meminta izin pada ibu, awalnya keberatan namun beberapa kali aku minta akhirnya ibu mengizinkan. Aku menempuh segala drama demi tes itu, perjalanan via malaysia. kemudian, galau cara pulang ke Aceh hingga benar-benar berangkat dan ditempatkan di Malang. 

Aku, awalnya mengira pekerjaan ini menjadi kesempatan belajar dan bertemu anak-anak kembali, nyatanya aku salah besar. Pekerjaan ini kompleks sekali. Aku ingin mencatat garis besar, apa sih yang sebenarnya aku kerjakan di Malang?

1. Sudah bekerja begitu pesawat mendarat

Buru-buru bangun jam 3 pagi, jam 4 sudah di Bandara Halim kemudian berangkat jam 7 pagi lalu sampai di Malang jam 11 siang. Begitu di jemput, kami di bawa ke unit perusahaan lantas diantar ke Bululawang, kecamatan bertugas. Belum meletakkan tas, melihat kosan langsung dibawa keliling ke sekolah-sekolah yang akan didampingi selama 9 bulan. Emejing, hari itu 11 juli 2019.


2. Mendampingi 10 sekolah

Awalnya, aku kira (berdasarkan poster yang dishared). Aku akan berinteraksi langsung dengan anak-anak. Memikirkan pembelajaran kreatif apa, memikirkan hari libur akan kemana bersama siswa. Ups... Aku salah 100% kali ini. 10 sekolah, 2 kecamatan, 4 desa dengan 1000 lebih siswa dan 100 lebih guru jika semua berkumpul. Merekalah yang akan didampingi selama 9 bulan. 

3. Bertemu duta

Pekerjaan ini, meski sangat sedikit berinteraksi dengan anak-anak. Ada anak yang disebut dengan duta yang meski tidak hafal semua nama mereka adalah anak-anak yang membuat bahagia. Bertemu mereka anugerah bagiku setelah hancur lebur semua ekspetasi tentang pekerjaan ini. Namun, anak-anak duta ini jenis anak terbaik yang dipilih sehingga sangat minim konflik. Mereka adalah sebuah api yang harus dinyalakan di sekolah-sekolah agar menjadi sebuah pemantik sekolah lebih baik.

4. Hal yang menyenangkan selama bekerja

Ada seorang ibu guru di sebuah sekolah pendampingan tiba-tiba datang mengucapkan terima kasih, sekolah mereka banyak berubah setelah pendampingan. Aku terharu ketika itu, soalnya aku merasa tidak pernah mengotori tanganku untuk bekerja di sekolah, bersih-bersih khususnya. Kerjaanku hanya memberi saran.

"kak nita, nanti kami main ke rumah ya"  kata seorang anak di sekolah dampingan teman saat itu kami masih tinggal di Kasri. Ia datang ke rumah dan membantu menyiram bayam yang stunting, hadew. 

"kak, ini untuk kakak" seorang anak memberikan jeruk, diikuti temannya memberikan roti saat hari bekal. Aku selalu terharu untuk hal kecil begitu.

"mbak Nit, kita panen dan masak sekarang tah?" aku baru digerbang ketika sebuah sekolah mengajak panen bayam yang tidak seberapa, karena sekolah ini kecil namun banyak program yang jalan. Aku senang sekali dengan sekolah ini.


"kak, ayo ke rumahs saja" siswa itu namanya Haidar, MI Mambaul Ulum. Satu-satunya rumah siswa yang saya datangi saat bekerja di Malang hanya untuk main, bercakap dan silaturahim dengan ibunya.

"Nit, kalau sudah mau pulang. Makan dulu! Kalau tidak makan, tidak usah pulang". Dua sekolah favorite saya soal makan, selalu dipaksa makan dan jarang saya tolak. 

5. Bertemu guru-guru

Saya berjanji dalam diri saya sendiri. Jika saya punya kesempatan bekerja di luar daerah dan mempunyai rekan kerja, maka mereka bukan rekan kerja namun mereka adalah keluarga, saudara dan sahabat selama di sana. Jika saya dikirim ber-3 dari jakarta maka saat pulang jumlah itu harus bertambah dengan kenalan-kenalan di Malang. Guru-guru di Malang, beberapa orang saya kunjungi secara pribadi ke rumahnya, saya main atau sekedar ngopi di rumah mereka. Senang sekali, mereka juga mengangap saya teman. 

"nanti, waktu program ini selesai yang diingat mbak Nita, dari aceh bukan programnya" ujar pak Zainuri, dipanggil pak Zai, penyuka India.

Bersama guru, saya pernah nongkrong, diskusi, makan, gosip tipis-tipis, berwisata dan lain-lain. Saya senang bertemu mereka. Sungguh.

Maka, sejatinya menjadi fasilitator sebenarnya bukan kebanggaan karena bisa bekerja di perusahaan ternama, bekerja sebagai fashion namun semua kesempatan belajar, berinteraksi, melihat mereka bertumbuh, agar bisa pulang dan berbuat untuk daerah sendiri setelah dipercayakan menjadi "Fasilitator". Pertayaannya, setelah sekarang saya di rumah apa yang akan saya lakukan untuk daerah saya? Tunggu saja, yang pasti wajib melakukan sesuatu karena saya sudah diberi kesempatan belajar dan saya harus menunaikan janji pada tanah yang airnya saya minum dan buminya tempat pertama sekali darah tertumpah!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J