Ayah Ky sudah meninggal
sebuah pesan masuk melalui WA tengah hari tua.
Deg, sudah lama sekali tidak masuk WA dari pemilik nama “Ky” di handphoneku. Aku tidak membalas pesan itu hingga malam tiba, malamnya baru kuputuskan melepon saja. Aku dan Iky, lelaki itu kami seumuran dan berkenalan ketika jaman SMA. Agak lama, baru kemudian diangkat.
“Maaf, telpon malam-malam.”
“Tidak apa-apa, terima kasih.” Lantas tanpa segan ia menangis, lama sekali. Aku hanya mendengar tangisannya, tanpa berkomentar.
“Fa, maafin kesalahan ayah Iky ya”
“Sudahlah, Fa sudah memaafkan ayah ky sejak dulu. Fa bersyukur karena sikap ayah ky kita jadi berjalan lebih jauh dalam beberapa tahun ini, khususnya Fa”
Ia masih sesegukan, tidak pernah segan meski ia lelaki. Aku mengerti yang dimaksud oleh Iky, 10 tahun silam setelah beres dari SMA dan berpacaran 2 tahun dengan Iky, aku berniat hijrah. Ingin menjadi orang lebih baik dengan ikut kajian, salah satu yang dianjurkan dalam grup pengajian adalah tidak punya pacar atau jika enggan putus maka menikahlah. Aku mengutarakan hal itu pada Iky, responnya diluar dugaanku. Ia minta kami menikah, minimal tunangan. Namun, ketika ia membicarakan ini dengan keluarganya, ayahnya menolak mentah-mentah bahkan mengancam mengusir iky jika masih ngotot ingin menikah. Keluargaku? Sama, tidak setujunya karena kami baru akan kuliah semester 1. Hal inilah, yang menyebabkan kami putus, lebih tepatnya aku yang memutuskan Iky secara sepihak.
Bertahun-tahun setelah putus, hubungan kami membaik, ia hanya marah sebentar padaku. Aku dan dia jadi teman, ia berbagi banyak hal padaku terutama tentang pacar-pacar barunya. Sementara aku sendiri tidak berpacaran dengan siapapun, aku tidak akan mengantikannya sebagai pacar satu-satunya yang pernah ada di dunia. Ia juga masih ada untukku ketika aku tidak membawa uang saat menfotocopy bahan kuliah di dekat kampus. Lantas kenapa aku butuh pacar? Ketika upacara kelulusan digelar, aku lulus lebih dulu darinya.
Bertahun-tahun setelah kami putus, dia masih inspirasi pada beberapa tulisanku, ia masih lelaki terbaik yang pernah kuingat bagaimana dia mensupportku agar tulisanku dimuat di koran lokal. Dia memang bukan penulis, anti malah dan tidak mengerti tentang tulisan, tidak pernah membaca karya sastra tapi dia yang terbaik dalam hal mendukungku, menjadi penulis, menjadi sarjana.
"Apakah tanggal 7.7.2017, janji masa SMA itu masih berlaku?" tanyaku suatu hari
"lihat nanti"
Tahun 2017, aku merantau beda pulau dengan Iky dan aku bertanya soal kelanjutan hubungan kami.
"sepertinya, kita tidak akan menikah Fa. Iky punya perempuan lain. Lagi pula, Fa keren sekali sekarang, karirnya gemilang. Iky takut saat kita menikah, iky hanya jadi pembantu saat Fa mengisi seminar-seminar keren itu"
Aku diam saja dengan alasannya, klasik. Kubiarkan saja. Beberapa tahun kami tidak berkomunikasi setelah itu. Akhirnya, tahun ke-10 setelah kami putus dan ia mengabari Ayahnya meninggal, sebelumnya memang kami sering bertukar kabar dan pesan.
[26/5 17:37] Ky: Eh, nanti jika pacarku chat yang sabar ya🙏🏻
[26/5 18:05] Fa: kenapa memangnya ? Cemburu ?
[26/5 18:33] Ky: Cmburu dia
[26/5 18:37] Fa: Ada pertayaan boleh?
[26/5 18:37] Ky: Boleh
[26/5 18:39] Fa: Iky selalu memperingatkan mantan kalau ada pacar baru?
[26/5 19:23] Ky: tidak, tadi dia lihat chat tadi ga sengaja.
Padahal, kisah itu sudah lewat 10 tahun lalu. Entahlah, Tuhan seolah sedang memberiku pelajaran hebat. Di masa depan, jika aku punya anak. Akan kuberitahu padanya bahwa ada orang-orang yang terlibat di masa lalu itu, tidak terlupakan. Orang-orang itu, diam-diam tinggal dalam buku kenangan tanpa mau berpindah, selamanya.
Uwuuu
BalasHapusWadidaw. Dia muncul ges
Hapus