Langsung ke konten utama

Sigupai Mambaco tahun ke-2 Ramadan

Buku bisa mengubah hidup seseorang dan itu akan tampak ketika ia berada di atas panggung. Hanya orang hebatlah yang layak berdiri di atas panggung dan berbicara pada banyak orang (Gol A Gong)


Tahun ke-3 Ramadan bersama sigupai mambaco, tahun ke-2 di rumah. Niat awal membuat Sigupai Mambaco di pantai hanya modal motor, tikar dan buku itu hanya agar buku-buku tidak dibaca sendiri. Nyatanya, sekarang anak-anak terbiasa ke rumah. Pada saat memberi, engkau sedang menerima. Itu yang aku dengar dari pepatah lama maka memberi waktu, memberi tempat, menyediakan fasilitas untuk mewarnai masa kecil anak-anak adalah jalan yang aku putuskan sejak tahun 2018 lalu.

Setelah saya menyelesaikan karantina 28 hari dan mulai keluar rumah. Beberapa anak mengetahui saya sudah pulang. Dua hari lalu, 5 orang anak bertamu ke rumah. Merengek-rengek minta sigupai mambaco di buka. 

"kak, lomba seperti tahun lalu" usul mereka
"tidak bisa, karena saat ini sedang ada upaya pencegahan Corona"
"oh iya kak, membaca aja kak. Kami cuci tangan dan pakai masker"
"memangnya punya?"
"punya kak, tapi malas pakai karena tidak bisa bernafas"

Dari jam 14.00 wib siang sampai jam 16.00 wib, mereka masih di rumah. Bercerita hari-hari yang terlewati saat aku tidak di rumah, cerita sekolah, kampung kami dan minta ketegasan sigupai mambaco dibuka hehehe. Ada-ada aja, anak-anak. 

"mengapa kakak buka tempat baca? Apa di suruh pemerintah?" tanya seorang anak
"tidak, kakak punya banyak buku jadi biar ada yang baca-baca aja. Biar ramai rumahnya. Nanti kalau kalian sudah besar, buat di rumah kalian juga"
"dari mana kakak ambil uang beli buku?"
"uang jajan, tabungan dan sudah sejak sd kakak kumpulkan buku-bukunya"

Jauh dilubuk hatiku, aku sedang memikirkan menjadi bagian dari masa kecil mereka. Setidaknya, ketika mereka dewasa ada hal yang nyankut soal membaca ini. Guru saya juga pernah berkata berdasarkan Firman Tuhan "jika engkau mengurus hamba-Nya maka urusanmu akan diurusi oleh-Nya." Berbuat saja dulu, mana tau betah dan jadi kebiasaan baik. 

Jika engkau membantu orang lain, harus seperti orang buang air besar di kebun. Begitu selesai, langsung pergi (Haris Sumantapura)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk ke Bendungan Brayen, Aceh Besar

Nita Juniarti AcehNews.net –  Bendungan Brayen merupakan hasil dari ekspresi keindahan alam dengan perbuatan manusia. Bendungan ini berada di Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh jaraknya sekitar 30 Kilomoter  dari Banda Aceh. Tidak sulit mencarinya, melewati jalur pantai Barat-Selatan, nanti Anda akan menemukan papan bertuliskan  “Wisata Brayen”. Kemudian dari arah pintu masuk tersebut Anda bisa terus berjalan ke lokasi wisata, lebih kurang 100 meter. Ada yang view yang indah saat Anda melintas di jalan masuk tersebut. Jalan lintasan masyarakat kampung yang masih alami ini akan memberi  landscape , sawah tadah hujan dan masyarakat yang berlalu lalang. Jika sedang musim hujan maka harus ekstra hati-hati saat melalui jalan ini. Nita Juniarti-Teman KPM PAR MAheng Biasanya tempat ini dikunjungi oleh keluarga, kaulah muda di hari libur khususnya pukul 15.00 yang paling ramai dikunjungi. Tiket masuknya hanya Rp2.000 per orang dan parkir dengan harga yang sama. Air s

Cerita Film : Jembatan Pensil

Film Jembatan pensil. Latar belakang dari film ini adalah suasana di perkampungan suku Muna, Sulawesi Tenggara. Menariknya, film yang mengangkat kisah Ondeng, si anak berkebutuhan khusus tapi selalu setia pada teman-temannya. Empat sekawan itu bernama Inal, Aska, Nia dan Ondeng berjuang mencari pendidikan dari guru mereka di sebuah sekolah gratis. Inal dan Ondeng sama-sama memiliki kekurangan fisik dan mental. Inal adalah anak tuna netra, sedangkan Ondeng terbelakang secara mental. Keterbatasan yang mereka miliki tak pernah sedikitpun melunturkan niat mereka mencari pendidikan. Ondeng, sangat pintar menggambar. Semua dia gambar salah satu gambarnya adalah jembatan yang sering di lewati oleh teman-temannya. Ondeng rajin sekali menabung, sebab jembatan yang teman-temannya lewati sudah sangat rapuh. Ia ingin menganti jembatan itu. Namun, uang Ondeng belum cukup untuk membuat jembatan malah suatu hari jembatan itu  rubuh saat mereka melintas. Ondeng yang rumahnya lebih jauh dan selal

Prasangka

  Meski sudah belajar banyak, meski sudah tau tips ini itu, sungguh tidak mudah bagi seorang perempuan mengatasi perasaannya sendiri, rasanya teramat mustahil baginya setiap kali ia mengalami guncangan perasaan. Jun dan Wi jarang bertengkar, selama LDRan, Dunia yang berada dalam resesi membuat mereka semakin kalut dengan pertahanan masing-masing. Rencana pernikahan harus ditunda, keadaan tidak memungkinkan. Biasanya salah satu dari mereka mengalah agar tidak terjadi pertengkaran hebat, tapi tidak malam itu, mereka sama-sama jenuh.  "Aku capek sekali, berusaha sebisa mungkin  untuk niat baik. Tapi barangkali kau memahaminya berbeda" teriak Jun diseberang sana  "Kalo kau capek : berhentilah" Wi balas berteriak "Cari uang untuk bisa melamarmu siang dan malam, yakinkan Umi, mama, kamu, dan bahkan meyakinkan dirimu juga aku, semuanya harus kulakukan sendiri. Aneh, bukannya kau yang terdengar ingin berhenti" "Dan aku ga pernah ada bersama kau?" "J